Rabu, 29 Juni 2011

Good Listener

“To listen well, is as powerful a means of influence as to talk well, and is as essential to all true conversation” -  Chinese Proverbs (thinkexist.com)

   argument - Jan Steen (amandaomiatel17.files.wordpress.com)
Menyimak perilaku para selebritas politik di media massa khususnya TV  kelihatan sekali mereka – pejabat eksekutif, politisi , akademisi dan  aktivis – sebagian besar merupakan tipe orang yang pandai dan senang bicara. Semua ingin mengemukakan pendapat dan kritikan, ingin memamerkan ilmu atau kepakarannya. Semua berlomba-lomba ingin didengarkan, akibatnya  acara talk show atau bahkan sidang DPR menjadi berisik , berdebat tanpa ujung  , memotong pembicaraan semaunya sendiri, bahkan tak jarang yang terlontar argumentasi  ad hominem dengan menyerang pribadi lawan debat bukan pemikirannya.
Nampaknya tipe orang yang senang didengarkan namun enggan mendengarkan  dengan mudah kita temukan di komunitas mana pun, mulai di lingkup rukun tetangga , di perkumpulan arisan, kegiatan sosial sampai kegiatan keagamaan. Apakah memang orang Indonesia itu kebanyakan adalah orang yang senang bicara di depan forum dan didengarkan serta menjadi pusat perhatian banyak orang?
Semua orang pada dasarnya ingin diakui eksistensinya. Semua orang ingin dianggap penting. Ingin perhatian banyak orang terpusat pada dirinya. Pernah menemui tipe orang yang kalau bicara pokok pembicaraan selalu terpusat pada hal-hal seputar dirinya sendiri?  Perbincangan apa pun dengan siapa pun,  pembahasan selalu dibelokkan kearah dirinya : apa yang telah saya lakukan, prestasi mengagumkan yang berhasil saya raih, jaringan yang berhasil saya bangun dengan orang-orang penting , dan lain-lain, dan sebagainya, dan seterusnya. Pokoknya kalau saya bicara ya tentang saya, jangan sampai tentang orang lain apalagi tentang prestasi mereka.
Saya yakin tipe narsistik semacam ini dengan mudah ditemukan  di berbagai lembaga di Indonesia. Orang narsistik yang bangga berlebihan dengan dirinya sendiri biasanya memang orang-orang yang hebat di bidangnya. Namun orang ini kebanyakan tidak disukai lingkungannya. Pernah menemukan ada seseorang yang sangat cerdas , kompeten, pekerja keras, tapi ada sesuatu dalam pribadinya yang membuat orang tidak nyaman apabila di dekatnya ? Ada sesuatu dalam pribadinya yang membuat segala prestasinya tidak diapresiasi rekan kerjanya. "Sesuatu" ini bukan sekedar menyangkut integritas atau pun karakter, tapi lebih berkaitan dengan kemampuan berempati dan kesediaan mendengarkan problem orang lain. 

Pasti mudah menemukan orang semacam ini, orang yang cerdas dan kompeten tapi mengapa sepertinya sulit diterima sebagai pemimpin . Saya yakin banyak yang tersenyum dan mulai tengak-tengok  dan berbisik  itu si Polan, si Unyil, Si Upin atau si ini , si itu.
Yah , untuk menapaki puncak karier , ternyata prestasi saja tidak cukup. Terlebih lagi kalau untuk menduduki posisi pimpinan itu tergantung pada suara atau pilihan publik. Dalam hal ini, “kesuksesan” melibatkan lebih dari kapabilitas, bakat maupun kemampuan. Personality, kepribadian atau karakter dan kemampuan memikat hati rekan sekerja atau istilahnya kemampuan membangun aliansi terkadang lebih menentukan.  
Orang memilih pemimpin bukan semata-mata melihat kualitas kepakarannya atau kapabilitas manajerialnya, tapi sejauh mana si pemimpin itu memahami dan mendengarkan suara dan aspirasi rakyat dan mampu berempati dengan problem yang dihadapi rakyat. Pemimpin yang narsistik hanya akan disibukkan oleh agenda pencitraan. Selalu ingin didengar tapi enggan mendengarkan.
Karena itu, kalau kita ingin menjadi pemimpin yang dicintai mulai sekarang belajar mendengarkan orang lain.  “Menjadi pendengar yang baik dan sabar tidak hanya membantu dalam memecahkan banyak masalah di tempat kerja maupun di rumah, namun juga membantu memahami dunia melalui kaca mata orang lain, sehingga membuka pemahaman dan kemampuan untuk berempati dengan persoalan orang lain” (wikihow.com).
Ini tip-tip untuk menjadi pendengar yang baik atau “good listener” yang saya kutip dari WIKIHOW:
Tempatkan dirimu di posisi orang lain (Place yourself in the other person's shoes)
Seorang pendengar yang baik  bisa melihat suatu problem dari perspektif orang lain dan secara aktif mencoba memahaminya dari sudut pandang mereka. Jangan sekali-kali merasa lebih pandai dan meremehkan orang lain.
Ciptakan jarak fisik dan mental yang kondusif (Create a conducive physical and mental space).
Buang semua pembatas, hambatan dan gangguan.  Berikan seluruh perhatianmu.  Tenangkan pikiran.  Konsentrasi  dan membuka diri pada apa pun yang akan dibicarakan.
Berhenti bicara dan mencoba diam (Stop talking and try to be silent).
Kesampingkan semua urusanmu, dan berikan waktumu untuk mendengarkan suara dan persoalan orang lain.
Jangan menginterupsi pembicaraan (Do not interrupt with what you feel or think about the topic being discussed).
Dengarkan dulu  lawan bicara menceritakan seluruh  persoalannya , baru memberi opini. Jangan menginterupsi.
Gunakan bahasa tubuh untuk menunjukkan perhatian (Use body language to express your interest).
Pendengar yang baik menggunakan seluruh bahasa tubuh dan muka :
o    Ekspresi wajah: menunjukkan perhatian dan memandang langsung ke mata pembicara terus menerus. Tunjukkan keramahan dan keterbukaan
o     Pahami yang tersirat:  Selami apa yang tidak diucapkan dan lihat ekspresi wajah dan tubuh pembicara untuk mendapatkan semua informasi.  
Penuh Perhatian (Be attentive):
o    Gunakan wajah, suara dan tubuh untuk menunjukkan bahwa kamu tertarik dengan apa yang dibicarakan  lawan bicara.  
o    Mendengarkan dengan sikap menerima.  
o    Ajukan pertanyaan untuk menunjukkan bahwa kita mendengarkan  
o    Gunakan ide dan emosi untuk mencoba berkomunikasi dengan pembicara.  
o    Uji pemahamanmu
Gunakan kata-kata pembangkit semangat (Use encouraging words to show you are listening):
o    Mmm,hmm
o    Saya memahami
o    Benar
o    Oh, ya
Gunakan tindakan nonverbal (Use nonverbal actions to show you pay attention to what is being said):
o    Postur tubuh yang rileks
o    Menganggukkan kepala
o    Ekspresi wajah
o    Ekspresi tubuh yang rileks
Gunakan kata-kata untuk berbicara lebih jauh (Use encouraging words that will invite them to continue):
o    Ceritakan lagi padaku
o    Mari kita bicarakan hal itu
Hal-hal yang harus dihindari (Things to avoid):
o    Jangan interupsi
o    Jangan menginterogasi
o    Jangan mengalihkan pokok pembicaraan
Hindari frasa ini (Avoid phrases like):
o    Kamu yakin?
o    Sudah seburuk itukah
o    Santai saja. Besok kamu akan lebih baik
o    Jangan menghakimi
Saran saya tip-tip di atas jangan sekedar dibaca, tapi  praktekkan. Siapa tahu di masa datang anda akan menjadi pimpinan yang berhasil meraih dukungan suara dan hati rekan kerja atau pimpinan yang dicintai rakyatnya. Semoga.
Gambar: uyach.wordpress.com

  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar