Jumat, 05 Juli 2013

Apa dan Siapa Presiden Idola Indonesia 2014 (versi saya)



Waste no more time arguing what a good man should be. Be one. — Marcus Aurelius

Pemilihan Presiden Indonesia masih tahun 2014. Tapi rasa-rasanya saat ini seperti sudah berada dalam masa kampanye. Satu persatu muncul figur-figur publik yang mengkampanyekan dirinya sebagai calon Presiden Indonesia. Ada yang terang-terangan mencalonkan diri seperti  penyanyi dangdut Rhoma Irama, pengacara Farhat Abas, dan Ketua Umum Golkar Aburizal Bakri. Ada pula yang menunjukkan sinyal atau diprediksi hendak mencalonkan diri seperti Prabowo Subianto, Surya Paloh, Yusuf Kalla, Mahfud MD, atau Dahlan Iskan. Bahkan   baru saja partai Hanura secara resmi mencalonkan Wiranto dan Hary Tanoesudibyo sebagai Calon Presiden dan Wakil Presiden. 


Ajang pencarian calon kontestan Presiden Indonesia semakin hangat dengan dipublikasikannya hasil polling beberapa lembaga survei. Yang bikin tambah ramai, berbagai polling tersebut memunculkan figur baru sebagai peraih suara terbanyak yakni Jokowi (Joko Widodo) mantan Walikota Solo yang saat ini menjadi Gubernur DKI Jakarta.

Paska lengsernya Presiden Soeharto, figur calon presiden Indonesia orangnya itu lagi itu lagi. Sekali muncul figur baru ternyata....eh Jokowi, orang dari daerah saya sendiri...dan lagi-lagi orang Jawa. Dengan tidak bermaksud merendahkan kapasitas dan kapabilitas Jokowi sebagai calon presiden, saya jadi bertanya-tanya mengapa  dari sekitar 240-an juta lebih penduduk Indonesia hanya memunculkan satu figur alternatif. 

Ada apa ini?

Kenapa sampai terjadi justru para artis dan selebritis yang  meramaikan bursa calon pemimpin negara dan daerah? Apakah keberanian Rhoma Irama atau Farhat Abbas memproklamirkan diri sebagai calon presiden hanyalah guyonan semata ataukah  ini sinyal terjadinya kelangkaan atau krisis pemimpin ideal bangsa? 

Kenapa Jokowi unggul di berbagai versi polling calon presiden? Apakah Jokowi itu sudah menggambarkan pemimpin negara yang ideal ? Presiden Indonesia yang ideal itu yang seperti apa?

Untuk menjawab rentetan pertanyaan ini saya mencoba  flashback untuk menengok figur-figur presiden yang pernah kita miliki.

Presiden pertama RI , Ir. Soekarno. Siapa yang meragukan karisma presiden kita yang terkenal ganteng dan flamboyan ini. Dari sisi fisik, Soekarno benar-benar memenuhi kriteria pemimpin menurut teori great man yang berpendapat seorang pemimpin itu sudah diprogram dari sononya. Pemimpin itu bakat yang dibawa sejak lahir. Seorang pemimpin secara fisik menunjukkan sosok yang menonjol : tinggi, besar, dan berparas tampan.   Secara intelektual cerdas dan pandai berorasi sehingga pintar mempengaruhi  banyak orang. Soekarno adalah presiden paling cuuakep dan macho. Lihat saja foto-fotonya saat masih muda, kelihatan sekali aura pesona maskulinitasnya. Presiden pertama kita ini juga sangat cerdas...nggak percaya? Coba baca tulisan-tulisannya di buku “ Di Bawah Bendera Revolusi”. Di buku ini Soekarno menuangkan pemikiran dan ide-ide cerdas dan bernas yang ditulis dalam beberapa bahasa asing. Lagi, yang tidak bisa dilepaskan dari Soekarno adalah kehebatannya dalam berpidato. Suara bariton  Soekarno dan gaya orasinya yang menggelegar penuh semangat sungguh cocok sekali untuk memompa semangat nasionalisme yang memang dibutuhkan saat awal Indonesia merdeka. Soekarno dengan segala kelebihannya akan selalu dikenang sebagai figur ideal presiden Indonesia.  Soekarno adalah sosok presiden yang membanggakan untuk dipamerkan di lingkup internasional. Namun, ada harapan rakyat Indonesia yang belum mampu dipenuhi Soekarno....membawa Indonesia menjadi negara maju , makmur , aman, damai, adil dan sejahtera.

Berikutnya Soeharto. Kenangan apa yang tertanam di benak kita tentang presiden kedua Indonesia ini? Soeharto akan selalu dikenang karena wibawa dan ketegasannya. Di era Soeharto, kondisi ekonomi politik Indonesia benar-benar stabil. Stabilitas terbangun karena Soeharto tidak mentoleril setiap kritik , gerakan, bahkan sekedar wacana  yang dianggap mengganggu kebijakan dan kelangsungan pemerintahannya.  Soeharto berhasil membangun kondisi ekonomi politik yang tenang-tenang saja, tapi ternyata stabilitas ini semu. Secara politik , publik merasa terkekang. Soeharto belum bisa memuaskan dahaga kita akan Indonesia yang adil, demokratis, terbuka,  manusiawi, dan bebas dari rasa takut.

Di era setelah Soeharto atau Era Reformasi, kita mempunyai beberapa Presiden yang terpilih karena kecelakaan politik yaitu Habibie, Gus Dur dan Megawati. Habibie merupakan pemimpin yang cerdas dan berpandangan modern. Gus Dur pemimpin yang berwawasan terbuka, pluralis dan humoris. Megawati satu-satunya presiden perempuan, dikenal berprinsip kuat dan tidak plin-plan. 

Bagaimana dengan Presiden kita saat ini ?  Susilo Bambang Yudoyono (SBY) dikenal cerdas, pintar pidato, penguasaan konseptual dan bahasa Inggrisnya  bagus, banyak mendapatkan penghargaan nasional maupun internasional, dan sosok fisiknya gagah tinggi besar. SBY  merupakan gambaran pemimpin yang ideal dan pantas untuk dipamerkan di forum internasional. Berbeda dengan era Soeharto, di pemerintahan  SBY keran kebebasan berpendapat dan mengemukakan pikiran dibuka lebar, bahkan orang bisa semaunya mengkritik presiden tanpa takut akan diciduk aparat keamanan negara.  Namun, masyarakat nampaknya masih kurang puas memiliki sosok Presiden seperti ini.  SBY dianggap sangat hati-hati dalam mengambil keputusan, saking hati-hatinya sehingga dianggap lamban dan kurang tegas. SBY juga sangat menjaga sekali penampilannya di depan publik atau  jaim ( jaga image), saking jaim-nya masyarakat menuduh presiden kita ini suka “pencitraan”.
========================================

Masa pemerintahan Presiden SBY sebentar lagi berakhir dan kembali kita akan menyaksikan ajang Presiden Idol di Pemilu 2014. Siapa ya kira-kira calon presiden yang menarik untuk dipilih ? Sudah banyak calon kontestan yang secara terbuka berani mencalonkan diri. Tapi bagi saya pribadi , sepertinya belum ada calon yang cocok di hati. Kenapa kok calonnya itu itu melulu? 

Indonesia sudah merdeka hampir 68 tahun.  Saat ini , saya ingin   punya presiden yang mampu membawa Indonesia menjadi negara demokratis, maju dan sejahtera seperti negara-negara tetangga terdekat  Singapura, Malaysia, atau Korea Selatan.  Impian ini tidak bisa diwujudkan oleh presiden dengan integritas dan kapabilitas mediocre. Saya  butuh “Presiden Baru” yang benar-benar “Baru” bukan hasil daur ulang.  Bukan muka lama, bukan model atau gaya  lama . 

Menjelang pemilu tahun depan, gencar kampanye untuk mengajak kita setback ke masa lalu, mengajak kita  membandingkan kondisi saat ini dengan era Soeharto.  Di mobil dan truk banyak ditempel stiker gambar  Soeharto dengan tulisan:  Piye kabare? Enak jamanku to?” atau ini  Gimana kabarmu, nak? Masih enak zamanku, tho? Kami tidak tahu politik, kami hanya ingin hidup makmur”.  



Mengapa kepemimpinan Soeharto yang menyumbat akses masyarakat untuk mengkontrol kekuasaan Negara menjadi nostalgia indah yang  dirindukan justru saat kini semua orang diberi keleluasaan untuk mengkritisi pemerintah? Sebagai rakyat, saya ingin kebutuhan perut (ekonomi) terpenuhi. Tapi itu saja tidak cukup, saya juga menginginkan situasi politik yang demokratis dan terbuka dimana saya tahu apa yang dilakukan pemerintah dengan uang Negara dan bisa menuntut pemerintah untuk mempertanggungjawabkan kekuasaannya. Manusia tidak hidup dari “roti” saja, mereka butuh sosialisasi dan aktualisasi diri.   Di abad digital dan internet saat ini, saya tidak menginginkan  Presiden dengan gaya kepemimpinan sentralistis dan tertutup ala Soeharto.  

Saya ingin Presiden Baru nanti sosok yang berintegritas tinggi,  visioner dan sangat mencintai negara dan bangsa Indonesia.
 
Siapa  ya kandidat yang memenuhi kriteria ini ? 

Saya coba menemukan kriteria ini pada tokoh masyarakat,  aktivis, akademisi, pejabat publik, politisi atau pengusaha yang sering mejeng di layar TV. Mungkin ada yang memenuhi kriteria presiden idola versi saya ini. Tapi saya harus kecewa. Kebanyakan pejabat publik, politisi, aktivis, akademisi dan tokoh masyarakat lainnya ternyata banyak yang pintar ngomong dan berargumentasi semau sendiri dan menurut perspektif kepentingannya sendiri-sendiri.  Para penentu masa depan bangsa ini malahan membuat ruang publik politik jadi gaduh, berisik tanpa makna dan arah yang jelas. 

Media elektronik visual – televisi -  menjadi panggung terbuka yang mempertontonkan akrobat politik  para tokoh dan pejabat publik. Banyak akademisi,  aktivis, politisi, pejabat , bahkan tokoh agama yang hanya pintar orasi, debat, dan kotbah tanpa disertai tindakan yang selaras dengan yang diucapkan alias ngomong doang.  Melalui layar TV kita bisa melihat bagaimana mereka  berdebat sampai berbusa-busa tanpa arah. Opini dan pandangan mereka cenderung emosional, sektarian-partisan dan bahkan yang menyedihkan dalam berdebat  tidak berpijak pada etika debat ilmiah yang semestinya, sehingga forum diskusi berubah jadi debat kusir, eyel-eyelan, ad-hominem atau saling menyindir dan  menjelek-jelekkan pribadi lawan debat. Bahkan ada yang saking emosinya sampai adu fisik atau menyiram muka lawan debat dengan air. Benar-benar bikin mual. 

Melihat figur-figur publik yang seperti ini, jangan disalahkan kalau masyarakat menjatuhkan pilihannya pada Jokowi yang berpenampilan paradoksal dengan gambaran atau citra pejabat pemerintah selama ini. Jokowi bilang pejabat itu jangan hanya banyak ngomong yang penting kerja.  Jokowi tidak pandai pidato jadi tidak banyak ngomong yang canggih-canggih. Bahasa yang digunakan Jokowi dalam berkomunikasi juga bahasa yang sederhana dan mampu dipahami masyarakat kebanyakan, tidak sok intelek atau sok pintar bahkan cenderung ndeso. Penampilan wajah dan fisiknya mewakili kebanyakan sosok  rakyat awam, bukan sosok yang gagah dan berwibawa seperti Soekarno dan SBY, bukan sosok yang tegas dan militeristik seperti Soeharto, bukan sosok intelektual seperti Habibie dan juga bukan sosok yang suka kotbah dan menghamburkan ujaran-ujaran yang penuh muatan ayat-ayat kitab suci. 

Sebagai rakyat, saya sudah kenyang melihat figur-figur tokoh yang tampilannya selalu menjaga wibawa, intelektual, sok religius tapi semangat korupsinya luar biasa. Saya  sudah kenyang dibohongi dengan banyak janji-janji pemimpin semacam itu. Ibaratnya ke restoran, sekarang saya pengin menu lain yang enggak bikin eneg. Ibaratnya kekasih, saya sudah enggak mau kekasih yang cakep tapi suka bohong dan bikin sakit hati, sekarang pengin dapat pacar yang tidak perlu tampan yang penting setia dan bisa membuat bahagia. Saya butuh pemimpin yang sederhana, apa adanya, dekat dengan rakyat, tidak menjaga jarak dan sok jaim, tidak suka pencitraan, pokoknya yang penting sayang dengan rakyat dan mau memikirkan bagaimana membahagiakan rakyat Indonesia dan punya komitmen mempertahankan keutuhan Indonesia. 

Setelah memiliki enam orang presiden, baru sadar ternyata presiden ideal yang diinginkan Indonesia itu yang penting punya integritas, setia dan bisa memegang janjinya untuk mensejahterakan  rakyat Indonesia dan menjaga keutuhan NKRI. Untuk saat ini, ada enggak ya pemimpin yang seperti ini selain Jokowi? Mosok cuma satu Jokowi. Kalau Indonesia tidak sedang mengalami krisis kepemimpinan tentunya ada banyak sosok pemimpin yang berkarakter, cinta pada bangsa dan negaranya dan tentu saja tidak ditakuti tapi justru dekat di hati rakyat. 

=============

Bagi siapa pun bakal Presiden Baru Indonesia , jika ingin tahu apa harapan rakyat Indonesia silahkan dengar apa kata Iwan Fals dalam lagunya  "Manusia Setengah Dewa





Gambar :
kaskus.co.id dan rishikajain.com