Kamis, 13 Desember 2012

Melawan Korupsi Lewat Lagu


Banyak strategi untuk menghadapi perang melawan korupsi. A.T. Rafique Rahman (1986) membagi stategi memberantas korupsi menjadi dua cara yaitu membenahi aspek lingkungan (environmental) dan kelembagaan (institutional). Mengobati korupsi dari sisi lingkungan dilakukan melalui perbaikan moral individual dan dari sisi kelembagaan dengan pembenahan dari sisi sistem governance khususnya pelembagaan politik, administrasi negara dan hukum.

Indonesia yang level korupsinya sudah tingkatan sistemik atau grand corruption ibaratnya sudah kanker stadium 4 sehingga harus diobati dengan strategi dua-duanya. Salah satu cara memberantas korupsi dari sisi lingkungan adalah dengan menumbuhkan sikap anti korupsi yang bisa dilakukan lewat lagu, contohnya seperti yang dilakukan oleh Rendy Ahmad.

Lagu Rendy Ahmad (pemeran Arai dalam film Sang Pemimpi) yang berjudul “Vonis” berhasil menjadi Juara Dua dalam Anti Corruption Music Competition di Brazil. Rendy Ahmad bersama-sama dengan anak-anak muda yang tergabung dalam SIMPONI (Sindikat Musik Penghuni Bumi) bergiat dalam kegiatan anti korupsi melalui musik. Menanamkan sikap dan kesadaran anti korupsi di kalangan anak muda memang paling efektif lewat media yang akrab dan disukai oleh mereka ketimbang lewat penyuluhan atau kotbah-kotbah soal moral yang kebanyakan terlalu rigid dan normatif. 

Ingin tahu bagaimana cara anak muda mengekspresikan sikap mereka terhadap korupsi ? Silahkan lihat video lagu VONIS” ini.

Di belahan bumi lain, anak muda Mesir dengan cara yang sama mengekspresikan  kondisi negaranya. Meski tidak tahu bahasanya, tapi lagu yang memenangi Juara Satu dalam Anti-Corruption Music Competition di Brazil ini enak untuk didengarkan dan videoklipnya juga bagus. Lagu berjudul El Soor (Tembok) ini berkisah tentang sebuah tembok yang dibangun untuk menutup akses ke Tahrir Square, namun orang Mesir mengalihfungsikan tembok “politik” ini sebagai papan kanvas untuk media kritik lewat corat coret gambar atau grafitti. Tembok simbol kekuasaan politik yang korup dijadikan  sekedar obyek olok-olok. Di lirik lagu El Soor disebut tentang laki-laki miskin yang menjadikan tembok itu untuk kencing. Tembok pelindung kekuasaan negara yang dikencingi oleh rakyatnya (arabicmusictranslation.com/)


Jumat, 07 Desember 2012

Bicara soal Korupsi di Hari Anti Korupsi Sedunia


“It is not power that corrupts but fear. Fear of losing power corrupts those who wield it and fear of the scourge of power corrupts those who are subject to it.” 
 
Aung San Suu Kyi, Freedom from Fear


“To oppose corruption in government is the highest obligation of patriotism.” 


Beberapa hari lagi – tepatnya  tanggal 9 Desember -  dunia akan memperingati Hari Anti Korupsi. Peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia dirayakan tiap tahun sejak PBB mengeluarkan Konvensi Anti Korupsi pada 31 Oktober 2003. Tujuan peringatan Hari Anti Korupsi  sama dengan maksud dikeluarkannya konvensi ini yakni untuk mempromosikan strategi pemberantasan korupsi yang lebih efisien dan efektif , memfasilitasi kerjasama internasional dan bantuan tehnis dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi, serta meningkatkan integritas, akuntabilitas dan manajemen urusan publik yang baik (United Nations Convention against Corruption) 

Bicara soal korupsi rasanya malas banget. Korupsi itu perilaku buruk yang sepertinya semakin dilekatkan dengan Indonesia. Korupsi sudah menjadi  sesuatu yang Indonesia banget. Dari tahun ke tahun Indonesia selalu berhasil meraih “prestasi”  sebagai negara dengan tingkat korupsi tinggi. Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Tahun 2012   yang baru saja dipublish oleh Transparency International 5 Desember yang lalu menempatkan Indonesia di posisi 118 dari 174 negara yang disurvei. Meskipun IPK Indonesia meningkat dari 30 menjadi 32, namun peningkatan ini tidak begitu signifikan karena  banyak negara tetangga kita yang tahun lalu berada di posisi di bawah Indonesia tahun ini mengalami capaian indeks yang cukup tinggi hingga berada di atas Indonesia. Tahun ini Indonesia menjadi negara terkorup di ASEAN bahkan di bawah Timor Leste dan Pilipina. 

IPK Indonesia yang stagnan di skor 20 sampai kisaran 30an (skor terbersih 100) menunjukkan bahwa upaya pemberantasan korupsi di Indonesia masih lari di tempat. Tidak seperti di China yang berani menghukum mati pejabat-pejabatnya yang korup, di Indonesia belum ada satu pun hukuman berat yang dijatuhkan ke pejabat korup bahkan terkesan penegakan hukum hanya tajam untuk pejabat level bawah atau mantan pejabat dan tumpul untuk pejabat yang tengah berkuasa.

Menjelang Hari Anti Korupsi , kita disuguhi berita yang cukup mengejutkan yakni ditetapkannya Menpora Andi Mallarangeng sebagai tersangka korupsi oleh KPK. Ini suatu rekor dalam pemberantasan korupsi di Indonesia karena baru kali ini seorang menteri yang masih aktif menjabat ditetapkan sebagai tersangka. Semoga saja langkah tegas ini tidak berhenti di Andi Mallarangeng tapi juga berimbas pada pembersihan korupsi di departemen-departemen yang selama ini dikenal sebagai sarang korupsi.

Ibarat kanker, korupsi jika dibiarkan berlarut-larut akan mengakar kuat dan merusak peradaban suatu bangsa. Tidak ada bangsa yang bisa maju karena korupsinya. Jika kita lihat IPK dari tahun ke tahun, 10 negara yang menduduki rangking terbersih adalah negara-negara Skandinavia seperti Denmark, Finlandia, Swedia, Norwegia dan satu-satunya negara di Asia yang langganan di posisi ini adalah Singapura. Semua negara ini dikenal  sebagai negara dengan administrasi dan tata kepemerintahan yang baik dan tertib serta pelayanan publik yang berkualitas. Sebaliknya, IPK rendah didominasi negara-negara dengan kondisi politik tidak stabil dan sistem tertutup seperti  Libya,Irak, Myanmar, Sudan, Afganistan, Korea Utara, Somalia, dsb.

Akar korupsi memang di manajemen kekuasaan. Bagaimana kekuasaan dikelola dan digunakan tidak bisa lepas dari kultur dan struktur. Kultur dan struktur itu sendiri adalah manifestasi dari nilai-nilai dalam masyarakat. Nilai-nilai apa yang diyakini akan menentukan bagaimana seseorang memaknai suatu kekuasaan. Kekuasaan yang dikelola untuk kesejahteraan bersama atau kepentingan publik membutuhkan nilai atau ideologi yang meletakkan kepentingan publik di atas kepentingan pribadi dan kelompok. Kekuasaan yang dipahami sebagai amanah dari rakyat untuk dikelola sebaik-baiknya bagi kesejahteraan publik adalah roh demokrasi. Indonesia selama ini mengklaim sebagai negara demokrasi baru sebatas pada permukaan –adanya pemilu, lembaga perwakilan, lembaga kontrol,dll – namun secara esensial roh demokrasi berupa etos pengabdian kepada kesejahteraan publik sangat lemah. Kultur kekuasaan patrimonial (Weber, 1978) yang memaknai kekuasaan sebagai milik pribadi atau kekuasaan sebagai simbol status seorang raja atau penguasa yang menentukan segalanya, masih menjadi anutan banyak pejabat di Indonesia. Spirit di balik perjuangan meraih kekuasaan masih berwajah sangat maskulin : kekuasaan itu sumber kekuatan dan pengaruh (power), kekuasaan adalah penundukan, pengendalian dan otoritas, kekuasaan adalah puncak posisi pemimpin, dan pucuk kepemimpinan adalah sumber penghormatan, kepatuhan dan ketakutan. Kekuasaan tidak dilihat dari sisinya yang feminin : melayani, mengabdi, merawat, mendidik, melindungi dan mengayomi demi kesejahteraan dan kebahagiaan yang dilayani. Inilah spirit sejati dari administrasi publik. Melayani dan mengayomi rakyat, bukan melayani dan mengabdi pada kekuasaan, pada penguasa. Selama motivasi orang duduk di lembaga kekuasaan semata untuk memenuhi hasrat kuasa (power-lust) bukan passion untuk mengabdi dan memberikan yang terbaik bagi rakyat, bangsa dan negara maka hasrat untuk korupsi itu akan tinggi.

Hari Anti Korupsi mestinya dipromosikan bukan saja untuk membenahi kultur dan struktur pengelolaan urusan publik (governance) tapi juga menanamkan nilai-nilai spirit pengabdian pada kemaslahatan publik. Pada akhirnya apabila spirit semacam ini tumbuh menjadi passion orang Indonesia, saya yakin akan tercipta kultur dan struktur administrasi publik yang baik. Tapi sepanjang etos ini hanya ada di segelintir manusia Indonesia maka kemungkinan besar dia kurang daya melawan arus sistem yang busuk. Pejabat melakukan korupsi belum tentu karena niat pribadi tapi karena desakan sistem atau struktur kuasa yang busuk sehingga memperangkap orang yang sebenarnya baik menjadi tidak lagi berdaya atau bahkan tersedot oleh sistem yang ada.

Menanamkan spirit anti korupsi adalah langkah jangka panjang  dan harus dilakukan terus menerus. Pembenahan bisa dimulai dari diri kita sendiri. Langkah awal bisa dilakukan di lingkungan terdekat kita : di keluarga, komunitas, atau di tempat kerja. Sebarkan virus anti korupsi ini setiap saat tidak harus menunggu Hari Anti Korupsi.

Tindakan Andi Mallarangeng untuk dengan gentle mengundurkan diri dari segala jabatan yang disandangnya begitu dia ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK  perlu diapresiasi sebagai bentuk etika pejabat publik yang baik. Semoga langkah ini menjadi acuan bagi pejabat publik lainnya yang dianggap melanggar etika administrasi publik.

Akhirnya , selamat Hari Anti Korupsi Sedunia. Perjuangan terberat bangsa Indonesia saat ini tidak saja melawan penjajah, tapi melawan nafsu untuk merusak bangsa sendiri melalui korupsi. Tetap  optimis dan selalu berharap kita akan menang dalam perang ini. Yakin Indonesia akan menjadi lebih baik di masa datang. God Bless Indonesia.

Gambar : gambar.co dan lokerseni.web.id


Selasa, 04 Desember 2012

Etika Administrasi Negara dan Rasa Keadaban Publik : Belajar dari Kasus Bupati Garut


Media massa – elektronik dan internet – saat ini tengah dapat umpan segar yang seksi untuk dieksploitasi :  kasus kawin siri Bupati Garut yang hanya bertahan empat hari dan diakhiri talak cerai melalui sms dengan alasan yang terkesan melecehkan perempuan.  Perilaku Bupati Garut ini memancing hujatan, makian, sumpah serapah , protes dan penghakiman publik  bahkan sampai Presiden pun berkomentar negatif terhadap kasus ini.

Mendagri Gamawan Fauzi menilai tindakan Bupati Garut tersebut lebih  merupakan pelanggaran etika. Pertama, dia nikah tanpa pencatatan. Kedua, dia menceraikan begitu saja. Seorang pemimpin semestinya jadi contoh. Beliau adalah figur, orang nomor satu, pemimpin Garut, harus patuh dan taat undang-undang. Gamawan menambahkan, dalam sumpah janji kepala daerah, Aceng jelas memiliki kewajiban taat pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 2 ayat 2 yang menyatakan setiap perkawinan harus dicatatkan. Berarti bagi yang tidak mencatatkan tidak taat pada undang-undang. Selain melanggar etika pegawai, Aceng juga dilaporkan ke lembaga perlindungan perempuan pada akhir November 2012 karena dituduh melakukan pelecehan terhadap perempuan di bawah umur. Pernikahan siri terjadi 14 Juli 2012, sementara mantan istri sirinya lahir pada Oktober 1994. Pernikahan berlangsung pada 14 Juli hingga 17 Juli 2012. Perbuatan Aceng dianggap melanggar Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 mengenai Perlindungan Anak. Ia juga dianggap melanggar UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Perdagangan Orang.  (http://www.tempo.co)

Saya tidak ingin mengomentari kasus kawin siri Bupati Garut dari sisi legalitas pernikahan, karena jelas ini akan mengundang kontroversi dan perdebatan yang tidak ada titik temunya. Saya ingin mengupas kasus ini dari kaca mata etika administrasi negara dan rasa keadaban publik. 

Dari sisi etika administrasi negara, pernyataan Gamawan Fauzi telah dengan gamblang menjelaskan etika apa yang telah dilanggar Bupati Garut. Peraturan Pemerintah  No. 42 Th. 2004 Tentang  Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik PNS secara detail menyebutkan etika profesi, organisasi, sosial dan personal PNS maupun birokrat. Dalam etika profesi (pasal 9) antara lain disebutkan kewajiban untuk menjunjung penghormatan terhadap hak asasi manusia, tidak diskriminatif dan bermoral tinggi. Sedangkan etika personal (pasal 11) mewajibkan aparatur negara untuk menjaga keutuhan dan keharmonisan keluarga serta berpenampilan sederhana, rapih, dan sopan.

Dinilai dari kode etik aparat publik, perilaku dan ucapan Bupati Garut jelas tidak mencerminkan seorang pejabat publik yang bermoral tinggi , menghargai martabat atau hak manusia (khususnya perempuan) , sederhana, sopan, dan mampu menjaga keutuhan keluarga. Perselingkuhan atau menikah siri atau tidak tercatat secara hukum negara, bagi masyarakat umum yang bukan aparat negara adalah merupakan privasi atau urusan pribadi atau keluarga, yang publik tidak berhak untuk menghakimi. Namun, kalau ini dilakukan oleh pejabat publik urusannya tidak lagi ranah privat tapi menjadi public domain. Mengapa demikian? Karena ideologi pelayanan publik (Gerald Caiden,1982) menyebutkan bahwa lembaga pemerintah merupakan lembaga kepercayaan publik yang digunakan untuk kepentingan publik dan bukan untuk kepentingan pribadi atau sekelompok orang. Oleh karena itu, aparat negara terlebih pejabatnya merupakan perwujudan dari kebaikan publik atau menjadi representasi dari sifat-sifat baik yang didambakan publik : pekerja keras, jujur, adil, bijaksana, dan dapat dipercaya janji dan ucapannya atau memiliki integritas.

Terus apa yang salah atau etika apa yang dilanggar  oleh seorang PNS atau pejabat publik yang menikah lagi atau poligami? Bukankah menikah lagi - sekali pun secara siri -  itu lebih bermoral ketimbang selingkuh? Pertanyaan atau gugatan moral semacam ini yang sering dilontarkan terhadap praktek poligami dan nikah siri. Kembali lagi bahwa PNS atau pejabat publik adalah simbol kebaikan publik atau panutan masyarakat. Dan secara rasa atau bahasa Jawanya diroso-roso dan dinalar  dengan tidak hanya pakai otak tapi juga pakai hati nurani....dengan dalih apa pun bahkan dibungkus dan dilegitimasi dengan dalil apa pun.... tetap saja rasa keadaban kebanyakan masyarakat Indonesia belum atau bahkan sulit untuk menerima praktek poligami apalagi melalui pernikahan siri.  Singkatnya masyarakat  Indonesia masih monogami-oriented sehingga memiliki rasa keadaban yang sulit untuk menerima praktek atau perilaku semacam ini. Apa pun alasannya, masyarakat cenderung memvonis orang yang menikah lagi sebagai orang yang tidak setia dan tega menyakiti istri pertamanya yang sah. Orang tidak mau tahu apapun faktor pendorong pernikahan poligami. Orang kebanyakan yang berpoligami saja dihujat habis-habisan, apalagi kalau itu dilakukan oleh pejabat negara atau tokoh masyarakat. 

Dalam kasus Bupati Garut, penghakiman publik semakin keras karena ada ketidakpatutan secara etika sosial  yaitu ada kesan lembaga perkawinan dilecehkan kesakralannya dan dibuat semacam permainan. Menikah siri , merasa tidak cocok , dan  hanya empat hari kemudian diceraikan hanya lewat sms.  Sudah begitu, si pejabat merasa tidak bersalah dan dengan jumawa menyombongkan kegantengan, jabatan dan kekayaan yang dimilikinya. Itu semua disampaikan dan terekspos dengan gamblang di media massa.

Melihat tontonan   ini,  tidak dapat dipungkiri memang ada bau politik yang menyengat kuat. Namun melihat penampilan dan lisan si bupati,  argumen apa lagi yang bisa digunakan untuk membela perilakunya yang jelas-jelas telah melukai rasa keadaban publik ? 

Gambar : ethics-stalinsmoutache. wordpress. com dan zedge.net

Jumat, 02 November 2012

Miracle : Sungguh luar biasa Kuasa Tuhan


Dalam hidup seseorang suatu ketika tentu pernah mengalami peristiwa yang luar biasa , hal yang sulit dipahami logika manusia, sehingga diyakini peristiwa itu terjadi semata karena campur tangan Tuhan.  Inilah yang disebut sebagai mukjizat ...Miracles. Banyak  kesaksian tentang keajaiban atau mukjizat  yang dipublikasikan di media cetak maupun internet. Selama ini saya tidak begitu tertarik membaca pengalaman spiritual seseorang, kalau pun baca ya sekedar untuk  killing time. Tapi beberapa hari yang lalu, tepatnya Kamis 1 Nopember 2012  sekitar setengah 1 malam,   saya berenam dengan teman-teman sekantor mengalami peristiwa yang bagi kami sungguh luar biasa dan bagi saya pribadi  merupakan pengalaman  spiritual yang ajaib dan menakjubkan.

Ceritanya, malam itu kami dalam perjalanan pulang sehabis mengikuti Seminar Nasional Dies Natalis Fisip Unsoed ke -27 di Purwokerto dan sekitar pukul 12 malam lebih hendak mengantarkan teman yang tinggal di Yogya. Entah mengapa teman dosen yang orang Yogya itu seperti lupa jalan sehingga ceritanya kebablasan sampai ke ring road. Karena  jalan itu jalan tol satu arah maka kami meneruskan menelusuri jalan itu untuk menemukan jalan untuk bisa balik arah. Pas saat perjalanan itu,  di tengah jalan kami menemukan tanda bahwa jalan baru dalam perbaikan dan karena gelap kami tidak melihat sisa atau celah jalan yang bisa kami lewati. Entah bagaimana (ini yang kemudian sulit kami pahami) kok kami bisa bersepakat mengambil keputusan melewati jalur sebelahnya yang tentu saja itu merupakan jalan satu arah yang berlawanan dengan arah mobil kami. Pemahaman kami berenam saat itu mungkin karena jalan diperbaiki dan disitu tidak ada tanda panah yang bisa memberi petunjuk celah jalan yang harus dilalui, maka mungkin jalan diarahkan ke jalur sebelah dan berubah menjadi jalan dua arah (suatu pikiran yang sangat tidak rasional yang kami heran luar biasa bagaimana bisa sampai ke otak kami. Kekuatan apa yang membuat kami seolah tidak bisa berpikir jernih).

Singkatnya, kami masuk ke jalur sebelah. Betapa kami terkejut dan shock ketika kemudian dari jauh kami lihat dua mobil beriringan dengan kecepatan tinggi melintas di depan kami. Saat itulah kami sadar bahwa jalan ini tetap merupakan jalan tol satu arah. Dan kami sudah terlanjur masuk dan berjalan ....dengan melawan arah !!!! Oh...My God. Secara insting diputuskan untuk memberi tanda dengan mengkedip-kedipkan lampu mobil. Tapi kami lihat mobil di depan kami tetap melaju kencang tanpa ada keinginan untuk melambatkan laju mobilnya (jelas mobil ini nggak salah.  Siapa sangka ada mobil melawan arah di jalan tol satu arah, mungkin dia juga shock atau mengira kami rombongan orang mabuk atau orang gila naik mobil). Begitu saya lihat mobil itu tetap melaju kencang di depan kami....saya merasa itulah saat terakhir kami. Dan saat itulah spontan dari mulut saya (sebagai penganut iman kristiani) terucap dengan pelan , tanpa berteriak , menyebut : “Jesus“, dan dalam hati saya mengucap kalimat yang biasa menutup doa umat Kristen :  “KehendakMu jadilah”. Saya mengucap kalimat ini karena saya melihat hanya kuasa Ilahi atau mukjizat ...Miracle ...yang bisa menyelamatkan kami dan kalau ini akhir hidup kami ya inilah yang menjadi suratan nasib atau KehendakNya. Dan apa yang terjadi kemudian adalah ......suatu pengalaman batin yang tak bisa terlukiskan dalam kata. Sungguh ajaib....mobil yang melaju kencang di depan kami akhirnya berbelok menghindari mobil kami....demikian pula mobil yang melacu kencang di belakangnya juga mengikuti menghindari kami. Tapi ini belum berakhir.......dari jauh kami melihat entah truk atau bis yang jelas kendaraan besar yang melaju di depan kami. Namun, anehnya kami tidak panik. Ini yang juga membuat kami heran. Kami semua tenang menghadapi semua situasi yang mencekam ini dan saya yang biasanya penakut bisa dengan tenang bilang ke rekan yang mengendarai mobil untuk terus memainkan lampu mobil. Dan mobil yang ketiga ini pun mengambil langkah seperti dua mobil sebelumnya. Setelah melaju beberapa waktu akhirnya kami melihat celah masuk ke jalur lambat dan pelan-pelan kami membelok ke arah sana. Begitu bisa masuk ke jalur lambat... betapa leganya kami ..rasanya plong.  It’s Amazing !!! ... kata-kata yang biasa diucapkan Tukul ini berulang-ulang terlontar dari mulut kami.

Pengalaman  lolos dari maut ini sungguh benar-benar menakjubkan ....Amazing... dan ancaman maut itu tidak hanya berlangsung dalam hitungan detik, tapi kami harus terpaksa menghadapinya sepanjang kami menelusuri jalan yang melawan arah : ...di jalan tol....di tengah malam...yang pastinya kendaraan melaju dengan kecepatan maksimal. Pelajaran yang bisa diambil adalah kami jelas bersalah dan  kecerobohan ini bisa merugikan keselamatan orang lain. Namun, kesalahan ini tidak akan terjadi kalau ada  penunjuk jalan atau tanda perbaikan jalan yang memadai.  Hikmah dari sisi spiritual, untuk saya pribadi, adalah peristiwa ini membuat iman akan Kebesaran Kuasa Tuhan  menjadi semakin kuat. Kuasa itu sungguh nyata. Saya yakin teman-teman saya yang beda iman tentu juga meyakininya. Mereka saat itu tentu juga, meskipun tak terlontar secara lisan,  meminta campur tangan Kuasa-Nya.

Peristiwa ini menyadarkan saya akan arti hakiki agama atau religion. Bagi saya, agama adalah media untuk mengenal Kuasa Ilahi. Agama menyediakan media bagi umat pemeluknya untuk menuju kepada yang Maha Kuasa itu. Agama bukan sekedar identitas, yang menunjukkan siapa “saya” dan siapa “mereka”. Agama adalah way of life, cara pandang, cara memaknai  hidup, cara saya menanggapi setiap momen dan setiap pergumulan hidup yang saya hadapi. Intinya, agama adalah sumber kekuatan spiritual.

Karena itu, saya selalu melihat agama sebagai relasi yang sangat pribadi yang hanya Dia yang perlu tahu, tidak perlu saya pertunjukkan di depan umum atau di ranah publik. Begitu pribadinya hubungan saya dengan Tuhan, membuat saya tidak ingin itu diketahui orang banyak. Iman saya cukup Dia saja yang tahu. Saya tidak akan memanggil atau menyebut Nama-Nya tanpa tujuan yang jelas atau sekedar untuk menunjukkan identitas agama yang saya anut. Nama Tuhan yang saya imani hanya akan terucap dalam doa-doa pribadi. Saya ucapkan dengan sepenuh hati, sepenuh iman dan kepasrahan. Itu pula yang saya lakukan saat dengan pelan saya sebutkan Nama-Nya di saat diambang  ancaman maut. Dan ternyata sungguh benar firman Yesus yang menyatakan iman sekecil apapun memiliki kekuatan yang luar biasa :  If you have faith as small as a mustard seed, you can say to this mountain, 'move from here to there' and it will move." (Matthew 17:20)

Menutup tulisan ini,  saya kutip kata-kata inspiratif tentang mukjizat atau miracles berikut :
When you speak from your heart and say the words your soul has only dared to whisper, that’s when miracles happen (Unknown-http://www .jueves filosofico.com/miracles/ )
When you wish for something it most likely comes true - in forms small or big. You can be assured that there is a real connect with that one person out there. (http://thengodiary.blogspot.com/2011/08/the-ngo-diary-miracles-happen.html)

Refleksi tentang keajaiban Kuasa Tuhan menjadi lebih merasuk pabila sambil mendengarkan   lagu rohani ini :


Gambar : lupusranting.wordpress.com



Senin, 10 September 2012

Matah Ati : menonton seni tradisional Jawa di era global


Kemarin malam, 9 September 2012, saya mendapat kesempatan menonton sendratari kolosal  ”Matah Ati " di Pamedan Mangkunegaran. Matah Ati bercerita tentang Rubiyah  seorang gadis Jawa dari Desa Matah yang hidup di pertengahan abad ke-18.  Di era ini banyak terjadi pemberontakan terhadap VOC, salah satunya pemberontakan yang dipimpin oleh kesatria dari Surakarta – Raden Mas Said atau dikenal dengan sebutan Pangeran Samber Nyowo. Rubiyah adalah seorang perajurit perempuan yang selain cantik  juga memiliki keberanian dan penguasaan strategi perang yang tak kalah dengan prajurit pria.  Di tengah suasana perang inilah, kisah cinta Raden Mas Said dan Rubiyah  berkembang dan kemudian menyatu dalam perkawinan yang pada akhirnya melahirkan Dinasti Mangkunegaran (matah-ati.com/about/synopsis). Kisah Rubiyah memberi gambaran lain tentang perempuan Jawa yang selama ini dikenal lemah lembut dan nrimo.  Perempuan Jawa  ternyata juga bisa perkasa dan berani terlibat langsung di medan peperangan, suatu wilayah yang selama ini identik dengan laki-laki. Bicara tentang kesetaraan gender, siapa yang tidak ingat  dengan  Gusti Nurul , putri bangsawan Mangkunegaran yang dikenal karena berani mendobrak tradisi saat itu dengan memakai celana panjang dan naik kuda keliling Solo. Ya bisa dimaklumi ternyata beliau adalah keturunan Rubiyah.

Tentang sendratari Matah Ati sendiri ada beberapa hal yang  menarik untuk diulas. Dari sisi pertunjukan , yang bikin Matah Ati jadi luar biasa adalah keindahan gerak dan kostum tari Jawa yang didukung oleh panggung yang besar dengan penataan dan pencahayaan yang spektakuler. Baru kali ini saya melihat panggung pentas yang tidak konvensional atau datar saja. Panggung yang ditata oleh Jay Subyakto ini ada empat tingkatan, tingkatan paling bawah dekat penonton berbentuk miring, kemudian panggung datar, kemudian panggung miring lagi, dan terakhir menurun (terkesan seperti turun dari bukit). Tidak hanya itu, panggung yang datar dalam adegan tertentu bisa terbuka dan dari situ muncul lah para penari. Pada sisi kiri dan kanan panggung , terdapat pilar-pilar tinggi tempat tata pencahayaan dan sekaligus difungsikan sebagai tempat pintu keluar masuk. Kiri dan kanan panggung ini ditutupi dengan kain hitam. Pada saat saya datang , ketika lampu belum dinyalakan, saya tidak melihat tiang-tiang ini. Yang saya lihat di atas panggung hanya gedung kuno peninggalan Belanda yang menjadi background panggung.

Matah Ati dapat dikatakan Opera van Java yang sesungguhnya. Seni tari, wayang dan musik tradisional Jawa berpadu satu dan diolah menjadi opera yang sedemikian indahnya di tangan sang produser BRAy. Atilah Soeryadjaya yang merupakan putri bangsawan Mangkunegaran. Gerak tarian yang indah dan elegan, tembang yang merdu, serta musik gamelan yang pas dengan setiap gerak dan lakon yang diperankan. Semua keindahan seni ini bisa hadir di atas panggung karena ternyata hampir semua penari adalah sarjana seni dan  orang-orang di belakang layar atau istilahnya Tim Kreatifnya adalah para dosen  institut seni Solo.

Melihat pentas Matah Ati  mata menjadi segar oleh keindahan gerak tari serta kecantikan wajah dan tubuh para penari perempuan , ditambah lagi dengan kostum yang  mewah dengan paduan warni-warni cerah serasi dan berkilau oleh terpaan cahaya. Matah Ati juga menghibur telinga dengan alunan gamelan dan  kemerduan tembang atau gending Jawa, termasuk lagu dolanan jaman saya kecil yang sudah tidak lagi dikenal oleh anak jaman sekarang. Yang tak kalah menarik adalah tampilnya Sahita – kelompok seniman yang terdiri dari empat perempuan sarjana seni ISI Solo yang di pentas selalu tampil sebagai nenek-nenek kocak. Sahita menghadirkan selingan humor dan sekaligus kritik sosial yang segar. Salah satunya  tentang Solo yang dilekatkan dengan terorisme dan kekerasan. Sahita bilang  tindak kekerasan itu harus dilawan ....dengan apa ?  Kekerasan itu harus dilawan dengan ... kesenian. Pada saatnya semua kekerasan itu nanti akan habis dengan sendirinya.  Selain pintar melontarkan celetukan yang spontan dan lucu,  para nenek-nenek heboh ini juga pinter nembang dan menari.  Sendratari Matah Ati  juga menghadirkan kejutan-kejutan yang disisipkan  di setiap adegan seperti adanya kembang api pada awal dan penutupan, serta adegan perang yang disertai dengan kobaran api sungguhan di sekeliling panggung.

Yah, Matah Ati adalah contoh produk seni tradisional di abad digital. Seni tradisi seperti wayang kulit atau wayang orang, ketoprak atau seni tari tidak lagi dipentaskan dengan pakem yang baku. Dengan bantuan tehnologi pencahayaan, media visual dan peralatan canggih lainnya, pentas wayang dan sendra tari bisa dilakukan dengan sarana multimedia sehingga menghadirkan pentas seni tradisi yang terkesan canggih, megah, mewah dan sekaligus modern. Tidak heran kalau pertunjukkan Matah Ati sebagian besar penontonnya justru anak-anak muda.

Penonton menjadi faktor lain yang menarik untuk diamati. Penonton seni tradisi selama ini adalah kaum tua atau masyarakat tradisional di pedesaan. Matah Ati membuat gebrakan dengan mementaskan sendratari tradisi Jawa ini pertama kali di gedung kesenian Esplanade Theatre Singapura Ternyata selama dua hari pertunjukkan karcis ludes habis dan banyak penonton yang kecewa tidak mendapatkan karcis. Uniknya, sebagian besar penonton bukanlah orang Indonesia , apalagi orang Jawa. Pada pertunjukkan kedua di Jakarta hal sama juga terjadi.

Seni tradisi dan anak muda atau kaum menengah di kota-kota besar selama ini tidak kompatibel. Melihat tarian dan gending Jawa enggak elite dan enggak anak muda banget. Matah Ati mematahkan pandangan ini. Apabila digarap dengan sungguh-sungguh ternyata seni tradisi Indonesia bisa tampil semegah opera Broadway sehingga mampu menyedot perhatian tidak hanya orang Indonesia tapi juga mancanegara. Pentas Matah Ati di Solo membuktikan hal ini. Sebagian besar penonton adalah anak muda dan saya kira kebanyakan bukan orang Solo. Dari mendengar percakapan dan penampilan sepertinya kebanyakan orang Jakarta atau bahkan orang Singapura. Memang ada sekitar 200an penonton dari delegasi Federation of Asian Culture Promotion (FCAP) dan banyak juga bule yang nonton. Menunggu pentas Matah Ati dengan duduk-duduk di Ngarsopuro serasa bukan di Solo. Ada cewek bule lagi bercanda dengan anak-anak muda Indonesia akrab sekali. Ada gadis dan ibu-ibu dengan penampilan modis dan wangi. Dan lagi satu hal yang membuat serasa  bukan di Indonesia adalah penonton yang tertib antri. Padahal jumlah penonton ribuan, tapi semua masuk dengan tertib dan tidak ada desak-desakan, apalagi rebutan tempat duduk. Ketertiban ini berlanjut saat pertunjukkan berlangsung. Sejak awal diumumkan untuk mematikan HP dan diperbolehkan mengambil gambar tapi tetap duduk. Ternyata aturan ini ditaati. Ketertiban penonton berlanjut hingga saat keluar dari tempat pertunjukkan.

Inilah pengalaman menonton Matah Ati : kesenian lokal, dengan penonton dan tehnologi serta manajemen level global. Ternyata Solo bisa, saya kira Indonesia juga bisa.

Gambar :
mariaulfa.blogspot.com, facebook.com dan solopos.com

Link : Foto-foto  sendratari Matah Ati

Jumat, 17 Agustus 2012

Tentang Memaafkan : Coretan Menyambut Hari Lebaran


Besok  -tanggal 19 Agustus 2012 - kita merayakan Hari Lebaran atau Idul Fitri. Lebaran di Indonesia tidak sekedar perayaan keagamaan yang dijalankan oleh pemeluk agama Islam, tapi telah menjadi ritual budaya yang dilakoni oleh semua lapisan masyarakat.  Di hari ini, kata “maaf” menjadi kata yang akan sering diucapkan atau lengkapnya “maaf lahir dan batin”, yang maknanya kurang lebih permintaan maaf yang tidak sekedar lip service, tapi benar-benar permohonan maaf yang tulus yang keluar dari lubuk hati.  

Mumpung ini momen lebaran yuk kita mengulas seputar maaf memaafkan. Saya tidak akan menyorotinya dari perspektif religi karena tidak mempunyai kapasitas untuk itu. Saya akan memaknai arti dan manfaat memaafkan dari sisi yang umum. Dari ngobok-obok internet akhirnya saya temukan banyak artikel yang mengulas tentang makna penting memaafkan dan melupakan kesalahan.

Tom Valeo dengan sangat menarik mengulas manfaat memaafkan dari sisi kesehatan jiwa dan fisik. Memaafkan atau mengampuni merupakan suatu bentuk ungkapan cinta –suatu hadiah yang diberikan secara cuma-cuma bagi siapa saja yang telah menyakiti kita. Hasil penelitian membuktikan bahwa mengampuni membawa manfaat yang sangat besar bagi orang yang memberikan hadiah (maaf) itu. Jika seseorang dapat memaafkan dan melupakan kesalahan, ia akan menikmati tekanan darah, sistem kekebalan tubuh yang kuat, dan penurunan hormon stres yang beredar dalam darah. Sakit punggung, masalah perut, dan sakit kepala bisa hilang, karena  mengampuni dapat mengurangi kemarahan, kepahitan, dendam, depresi, dan emosi negatif lain yang biasa muncul  apabila seseorang sulit untuk memaafkan.

Meskipun memaafkan bisa mendatangkan manfaat yang luar biasa, tapi tetap saja tidak mudah untuk dipraktekkan. Terus gimana caranya supaya bisa mengampuni kesalahan ?

Menurut Frederic Luskin, PhD, direktur  the Stanford University Forgiveness Project (dalam Valeo) memaafkan atau mengampuni itu , seperti halnya mencintai, tidak bisa dipaksakan. Luskin menyatakan untuk mampu mengampuni pertama-tama orang harus mengembangkan budaya terima kasih atau bersyukur , yakni  upaya aktif untuk mengakui apa yang baik dalam hidup Anda dengan senantiasa memfokuskan pada hal-hal positif. Kemampuan berpikir positif  bisa diperoleh melalui manajemen stress atau kontrol emosi yang bisa dibantu lewat cara meditasi dan relaksasi. Orang yang mampu bersyukur akan memandang hal-hal negatif dengan kacamata positif. Kejadian yang menyakitkan hati dan kondisi yang menjengkelkan akan selalu dicari hikmahnya.  Orang yang mampu bersyukur adalah orang yang senantiasa melihat masa depan dengan penuh harapan dan tidak suka mengeluh atau pun menyimpan kesalahan.

Kedua, memaafkan lahir dan batin. Everett L. Worthington Jr., PhD, profesor psikologi  dari  Virginia Commonwealth University mengemukakan dua jenis pengampunan yaitu pengampunan decisional dan pengampunan emosional (dalam Vale0).  Pengampunan decisional adalah tindakan melepaskan pikiran-pikiran marah terhadap orang-orang  yang telah membuat sakit hati. Adapun pengampunan emosional adalah level pengampunan yang lebih tinggi di mana emosi negatif seperti kemarahan, kepahitan, permusuhan, kebencian, kemarahan, dan ketakutan digantikan dengan cinta, kasih sayang, simpati, dan empati.  Jadi pengampuan desisional itu bisa disebut maaf hanya di bibir saja atau secara lahirnya saja karena kesalahannya belum bisa dihapus dari hati dan ingatan. Sedang pengampunan emosional adalah pengampunan dari dalam hati atau maaf lahir dan batin yakni memaafkan secara lisan dan juga melupakan segala kesalahan dan sakit hati dan menguburnya sebagai masa lalu yang harus dilupakan. Dengan memaafkan lahir batin seseorang bisa membangun hubungan baru yang tulus.

Menurut Worthington ada 5 langkah pengampunan emosional yang disingkat dengan REACH.  Pertama, Recall atau mengingat atau bahasa Jawanya ngonceki semua rasa  sakit hati secara obyektif, tanpa menyalahkan dan melihat diri sendiri sebagai korban. Kemudian Emphatize,  berempati dengan mencoba membayangkan sudut pandang orang yang bersalah pada kita. Altruistic, memaafkan lahir dan batin akan mudah dilakukan dengan cara membayangkan dan merasakan bagaimana rasanya saat kesalahan kita diampuni. Commit,  dalam berkomitmen untuk memberi maaf  seringkali kita merasa tidak siap atau belum ikhlas untuk memaafkan kesalahan, namun apabila telah berketetapan (commit) untuk memaafkan maka kita harus benar-benar Hold on atau sepenuh hati  memaafkan kesalahan itu lahir dan batin, jangan diingat atau diungkit-ungkit lagi kesalahan itu.

Demikian coretan singkat tentang makna memaafkan. Semoga bermanfaat. Akhirnya, selamat menyambut Lebaran. Mari kita saling maaf dan memaafkan secara lahir dan batin.


Sebagai pelengkap mari kita renungi kata-kata bijak yang saya kutip dari  inspirationalspark. com berikut ini  :

"Let us forgive each other - only then will we live in peace." ~ Leo Tolstoy

"To err is human, to forgive, divine." ~ Alexander Pope

"A heart filled with anger has no room for love."~ Unknown

"Forgive all who have offended you, not for them, but for yourself." ~ Harriet Nelson

"To forgive is the highest, most beautiful form of love. In return, you will receive untold peace and happiness." ~ Robert Muller



Referensi :
Tom Valeo. Forgive and Forget <http://www.webmd.com/mental-health/features/forgive-forget>

Gambar : 123rf.com dan kartu lebaran dari 1.bp.blogspot.com

Kamis, 16 Agustus 2012

Kampanye Politik di Jaman Internet (catatan menyambut ultah NKRI ke 67)


Pilgub DKI Jakarta tahun 2012 memang menarik  untuk diamati. Bukan soal isu SARA yang heboh itu. Tapi model atau cara baru berkampanye yang menjadi semakin kreatif dan inovatif berkat  bantuan tehnologi komunikasi. Di zaman Orba kampanye banyak dilakukan dengan menempel spanduk atau baliho gambar calon yang bertebaran dimana-mana atau yang paling bikin sebel adalah pengerahan massa dan konvoi sepeda motor dengan suara meraung-raung memekakkan telinga. Saat ini model pengerahan massa selain tidak diperbolehkan juga sepertinya terkesan jadul. Di jaman digital, semakin banyak orang yang memilih internet sebagai media kampanye.

Cara kampanye yang unik dan kreatif dilakukan  pendukung Jokowi-Ahok dengan menciptakan game online yang diberi nama SELAMATKAN  JAKARTA Game yang terdiri dari 30 level ini bukan game sekedar game.  Game ini bercerita tentang usaha Jokowi untuk mengentaskan empat permasalahan utama di Jakarta, yakni oknum pejabat yang korup, pengusaha hitam, preman, dan tempat sampah.  Setelah memenangkan setiap level, akan keluar tagline seperti "Jakarta Baru Tanpa Kekerasan". Menurut Kompas.com hingga saat ini sudah 12.000-an orang yang bermain di desktop dan hampir 1.000 yang bermain game ini di Facebook (Kompas.com ). Yang menarik kreator game ini   bukan penduduk Jakarta atau orang Solo, tapi orang Bandung yang mengaku bukan tim kampanye Jokowi-Ahok (merdeka.com ).  

Kampanye kreatif di internet juga bisa dilihat dari visualisasi adaptasi lagu What makes you beautiful dari one direction yang di-upload simpatisan Jokowi. Berbagai model kampanye ini membuktikan bahwa media massa, khususnya internet,  mampu menyebarkan gaung Pilgub DKI bak kompetisi Indonesian Idol yang menarik perhatian publik untuk ikut terlibat secara emosional dalam kontestasi politik ini.

Internet terbukti telah menjadi alternatif baru untuk merebut hati konstituen melalui sharing ide dan gagasan   lewat media sosial seperti facebook dan twitter, dan bahkan lewat media permainan. Perang , intimidasi atau istilahnya “panas-panasan” saling menyerang pribadi antar kandidat yang biasa dilakukan melalui pengerahan massa pendukung di lapangan atau stadion, yang disitu dihadirkan tokoh atau figur publik sebagai juru kampanye dan dimeriahkan dengan orkes dangdut atau artis,  tidak lagi ampuh sebagai magnet untuk menarik atau mempengaruhi pilihan masyarakat. Bagi masyarakat perkotaan yang melek internet, media sosial di dunia maya lebih dipilih sebagai referensi untuk mengenal lebih jauh para kandidat dalam pemilihan politik.  Di kota-kota besar, internet telah memindahkan medan kontestasi politik dari lapangan ke dunia maya. Konsentrasi massa tidak lagi dibatasi ruang dan waktu. Dunia maya adalah lahan kampanye yang bisa menampung jumlah massa yang tanpa batas. Disini setiap individu bisa menjadi juru kampanye bagi kandidat yang didukungnya.

Namun model kampanye via internet  punya keterbatasan karena hanya efektif diaplikasikan di wilayah kota-kota besar seperti Jakarta, bukan di wilayah yang masih sulit terjangkau jaringan internet.  Dan lagi, kampanye via dunia maya lebih pas untuk menjangkau kelompok menengah atas perkotaan dan berpendidikan cukup yang kebanyakan merupakan pemilih rasional. Bagi pemilih tradisional atau yang memilih atas dasar ikatan primordial yang kebanyakan ada di daerah pinggiran dan pedesaan, perang isu lewat internet tidak mereka kenal. Bagi kelompok ini suara patron atau tokoh lebih didengarkan sehingga kampanye dengan isi pesan dan model apa pun ya tidak ngaruh, yang dicoblos ya sesuai dengan arahan tokoh yang dihormatinya.

Bagi basis massa tradisional, kampanye internet secanggih apa pun sulit untuk menggoyahkan pilihan politik yang sudah jadi tradisi turun menurun. Saya tidak akan mengatakan pemilih yang berlandaskan ikatan primordial sebagai tidak berpendidikan dan tidak rasional. Setiap orang punya rasionalitasnya sendiri-sendiri. Setiap orang mempunyai acuan nilai yang dipandang paling baik untuk dirinya. Tidak bisa standard nilai seseorang atau kelompok  dipaksakan untuk diterima sebagai kebenaran bagi banyak orang. Namun, menyangkut pengelolaan urusan publik,  idealnya setiap warga negara  berpegang pada rasionalitas publik atau  prinsip kepentingan dan kesejahteraan publik mengatasi semua kepentingan individu dan kelompok.

Besok, tanggal 17 agustus 2012, usia Indonesia akan genap 67 tahun. Di usia 67 mestinya Indonesia sudah cukup dewasa dan telah memiliki dasar nilai bersama yang kokoh dan  disepakati semua elemen anak bangsa. Pancasila sebagai ideologi negara harusnya sudah tertanam sebagai rule of the game , termasuk dalam berkompetisi politik. Kalau ternyata isu SARA atau  ikatan primordial masih menjadi jualan dalam meraih dukungan suara publik ini artinya nilai-nilai Pancasila belum terinternalisasi dan rasionalitas publik belum bisa diterima sebagai  etika governance oleh segenap elemen bangsa.

Terkait dengan pilgub DKI Jakarta, penduduk Jakarta tentunya sangatlah beragam dan tidak semuanya punya rasionalitas publik yang tinggi. Bagaimana pun basis massa tradisional juga cukup banyak. Jadi siapa nanti yang terpilih jadi Gubernur Jakarta sedikit banyak akan bisa menjadi barometer atau memberikan gambaran profil dan preferensi  pemilih Pemilu 2014. Dan kalau yang menang adalah calon incumbent yang banyak  mengusung isu SARA  ini berarti ikatan primordial masih menjadi dasar kuat dalam membuat  pilihan atau keputusan politik.  Sebaliknya, kalau yang menang bukan calon incumbent berarti keinginan akan perubahan atau perbaikan kondisi sosial ekonomi lebih kuat ketimbang ikatan emosional primordial. Ini artinya basis massa tradisional sudah semakin tinggi rasionalitas publiknya atau juga bisa jadi mereka sudah patah arang dengan tokoh atau lembaga yang menjadi patronnya. Kalau ini yang terjadi berarti model kampanye cerdas dan kreatif yang mengedepankan rasionalitas publik sudah bisa diterima masyarakat. Yah, kita tunggu saja bagaimana akhir cerita drama Pilgub DKI Jakarta ini.

Gambar : reddigitalmedia.com

Kamis, 02 Agustus 2012

Ras , Etnis, dan Agama dalam Kontestasi Politik di Indonesia


Ras, etnis, dan agama menjadi isu yang sensitif untuk dibicarakan di Indonesia. Di era Orde Baru, isu seputar identitas kultural tersebut ditambah dengan antar golongan diberi istilah sebagai isu SARA (suku, agama, ras, dan antar golongan). Keberagaman suku, ras dan agama adalah realitas sekaligus keunikan dan kekayaan Indonesia. Dari  sisi budaya, keberagaman identitas budaya ini termanifestasi dalam seni tradisi, ritual adat budaya dan agama yang dijalani dan dihidupi oleh ratusan etnis yang hidup di Indonesia. Bahkan tak jarang terjadi akulturasi budaya yang melahirkan budaya campuran yang unik khas Indonesia.  

Bila keberagaman identitas dari sisi budaya relatif mudah diterima bahkan diadopsi, tidak demikian halnya dengan keberagam identitas kultural di ranah politik praktis. Ras, etnisitas dan agama jika masuk ke praktek politik ternyata menghasilkan kontroversi, pro-kontra dan perdebatan panas seputar identitas primordial dan isu SARA yang tak ada matinya.  

Saya tertarik untuk mengetahui lebih jauh tentang identitas kultural di ranah politik setelah mengamati maraknya isu SARA selama proses Pemilihan Gubernur DKI Jakarta tahap pertama dan berkembang semakin panas dan intensif menjelang pemilihan tahap kedua di bulan September nanti.

Identitas Kultural dan Pilgub DKI Jakarta 2012
Ada beberapa hal yang menarik untuk diulas dari Pilgub DKI Jakarta tahun ini . Pertama-tama, tentu saja figur calon gubernur Jokowi yang berpenampilan menyempal dari gambaran umum kandidat kepala daerah yang kebanyakan suka tampil berwibawa, formal , religius, dan menggunakan identitas kultural etnisitas. Kelebihan Jokowi dibanding calon gubernur lainnya ada di caranya mendekati masyarakat yang terkesan merakyat dan natural tidak dibuat-buat. Pilihan  kostum baju kotak-kotak  dengan lengan digulung juga kostum yang aneh dan selama ini belum ada kontestan pilkada yang menggunakan model ini. Baju kotak-kotak dipadu celana jeans jelas bukan kostum yang match dengan pejabat publik di Indonesia.

Hal yang tak kalah menarik lainnya adalah figur calon wakil gubernur pasangan Jokowi , Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang keturunan Tionghoa atau orang Indonesia umum menyebut sebagai orang Cina. Selama ini jarang orang Cina yang cukup punya nyali untuk ikut berkompetisi dalam ajang Pemilihan Kepala Daerah. Institusi publik , terlebih birokrasi  di Indonesia, sepertinya menjadi tempat yang relatif steril dari etnis Cina. Nggak percaya? Coba tengok-tengok di instansi pemerintah atau lembaga pendidikan negeri , ada berapa PNS, tentara, atau dosen PTN yang beretnis Cina? Langka bukan? Melihat realitas ini, pilihan Jokowi untuk berpasangan dengan Ahok dan keberanian Ahok untuk terjun di kontestasi politik menjadi isu yang menarik untuk diulas lebih jauh. Kesediaan Jokowi untuk dipasangkan dengan wakil gubernur dari kelompok etnis dan agama minoritas dan penolakan pada penggunaan simbol dan identitas ras dan etnis untuk kepentingan politik merupakan tindakan yang berani dan seolah-olah hendak melawan model pemasaran politik yang selama ini menjadi pakem atau mainstream di banyak Pilkada di Indonesia.

Dan memang terbukti munculnya Jokowi-Ahok langsung mengundang munculnya beragam isu SARA seperti perdebatan seputar baju koko dan peci, ayat suci dan ayat konstitusi, orang Betawi dipertentangkan dengan orang daerah (Solo) dan orang Cina, dan soal memilih pemimpin yang harus seiman, dan masih banyak lagi. Isu-isu semacam ini kalau kita simak bukanlah isu baru tapi penyakit musiman yang akan kambuh setiap kali ada pemilihan pimpinan dimana penentuannya dilakukan melalui pilihan rakyat. Jadi lihat saja isu ini akan muncul di setiap voting pilihan pimpinan yang strategis, kalau memilih ketua selevel RT, PKK apalagi tugas sosial yang tidak ada sumber daya yang bisa diperebutkan ya jelas banget tidak akan dibutuhkan bantuan isu SARA.

Isu SARA menjadi jualan yang diobral bebas dan liar melalui sms dan internet selama masa Pilgub DKI Jakarta 2012 tentunya bukan  karena kali ini ada kehadiran Ahok yang orang Cina dan beragama Kristen. Buktinya, pada pemilu Presiden tahun 2004 yang lalu, isu SARA juga menerpa ibu Presiden dan Wakil Presiden yang meskipun beliau berdua itu mempunyai latar belakang agama yang jelas, tapi masih saja diperdebatkan soal kebenaran identitas agama mereka. Kemudian, dulu saat Megawati dianggap sebagai kandidat kuat calon presiden terjadi perdebatan panas seputar gender (boleh tidaknya perempuan menjadi pemimpin) dan gugatan seputar kadar keimanan Megawati. Kesimpulannya,  kalaupun sebenarnya tidak ada isu SARA yang bisa dimainkan ya dicari-cari atau digolek-goleki, pokoknya isu ini memang seksi banget dan gampang digunakan untuk menarik solidaritas dan loyalitas kelompok.

Apa dan Mengapa ada isu SARA di Kontestasi Politik?
Mengamati pemberitaan dan perdebatan di media cetak maupun elektronik seputar Pilgub DKI Jakarta tahun 2012 mengundang banyak pertanyaan liar di benak saya.  Mengapa ras dan etnisitas menjadi isu yang panas dan sensitif? Mengapa dan untuk apa to manusia kok dikelompok-kelompokkan ke dalam berbagai ras dan etnisitas?  Apakah ras dan etnisitas itu sesuatu yang kodrati atau hasil dari konstruksi sosial masyarakat? 

Ada banyak teori yang mencoba menjelaskan ras dan etnisitas dalam hubungannya dengan politik atau negara. Dua pendekatan yang utama adalah primordialisme dan pendekatan konstruktivis . Menurut pendekatan konstruktivis,  ras sesungguhnya lebih merupakan  merupakan konstruksi sosial politik. Negara yang mengkonstruksi atau membentuk kategori rasial. Di beberapa negara, ras digunakan sebagai alat memobilisasi pemilih saat pemilihan umum.

..race is greatly controlled and manipulated as a tool by many state governments. In some states, race is a tool used during election to garner when political parties represent a particular racial group and "play up" the race's differences from members of another race. If this situation of people identifying themselves along racial lines becomes too extreme, ethnonational riots may break out where one racial group feels it is unfairly treated by another. Political parties may hence used the race card to mobilize its voters (http://sc2218.wetpaint.com/).

Ras dan etnisitas menjadi isu yang seksi dalam pemilu. Mengapa demikian? Nampaknya ada keyakinan di benak para kandidat atau tim suksesnya bahwa cara termudah dan paling efektif menarik hati orang untuk memilih seorang kandidat adalah dengan cara membangkitkan ikatan emosional pemilih pada calon. Ikatan emosional mana yang bisa melebihi kecintaan seseorang pada identitas primordialnya : suku, agama, ras, dan golongan atau komunitas? Diantara semua identitas ini, suku-agama-dan ras menjadi identitas yang paling kuat sehingga mudah menyulut emosi. Dalam ras, agama dan etnisitas ada stigmatisasi dan pelabelan yang pada akhirnya akan bermuara pada  kebencian, syak wasangka, kecemburuan sosial, eksklusi dan inklusi.

Mengingat isu ras  dan etnisitas hanya muncul sebagai  jualan selama musim kampanye tidak aneh kalau ditarik kesimpulan bahwa isu SARA itu lebih sebagai komoditas politik. SARA sebagai alat politik tak ubahnya minuman keras oplosan yang bisa memabukkan dan mematikan. Apabila setiap orang Indonesia setuju dengan pandangan bahwa memilih pemimpin itu yang penting pokoknya yang utama harus beridentitas ras dan etnisitas (dan juga agama) yang sama dan soal kapabilitas serta integritas itu urusan belakangan, ya kita jadi tahu  salah satu faktor penghambat mengapa Indonesia sulit untuk maju.

Menurut saya tidak ada yang salah dengan kecintaan pada identitas primordial. Kelestarian nilai-nilai dan praktek budaya serta agama hanya dapat terjaga apabila setiap orang bisa menghargai dan menghidupi nilai dan ritual budaya dan agama yang  dicintainya. Tapi jangan sampai kecintaan kita pada identitas budaya dan agama membuat kita buta sehingga mudah dikendalikan untuk kepentingan yang sesungguhnya belum tentu berkaitan dengan ajaran luhur agama.

Bicara tentang identitas kultural, sesungguhnya etnisitas dan ras hanyalah idiom atau konsep yang hanya bisa dipahami oleh orang dewasa.  Ini membuktikan bahwa etnisitas dan ras dibangun untuk kepentingan orang-orang dewasa. Perbedaan ras, etnis, agama dan gender tidak ada dalam alam pikir anak-anak. Anak-anak bisa dikatakan buta warna kulit, ras, gender dan agama. Ingin tahu buktinya? Coba kita lihat iklan-iklan dari Petronas Malaysia ini.






Untuk lebih memahami tentang makna keberagaman bisa didengar apa kata Paul McCartney dan Stevie Wonder dalam lagunya Ebony and Ivory




Gambar : darren-ng.livejournal.com