Minggu, 27 November 2011

Adiksi Konsumsi dan Berhala Baru

Konsumtivisme, Nafsu Memiliki Telepon Pintardemikian judul berita Harian Kompas hal. 1, Sabtu - 26 Nopember 2011. Berita ini mengulas tentang banyaknya orang yang terluka dan pingsan gara-gara antri membeli handphone Blackberry (BB) seharga Rp 4,6 juta yang didiskon 50% menjadi Rp 2,3 juta. Ahli filsafat ekonomi Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, B.Herry Priyono, mengatakan fenomena ini timbul karena masyarakat tak mampu mengambil jarak terhadap konsumsi. Masyarakat tidak mampu membedakan apa yang sungguh dibutuhkan dan yang diinginkan. ”Apakah saya sungguh membutuhkan atau menginginkan, campur aduk. Semua didikte iklan”. Gejala ini oleh B.Herry Priyono disebut  adiksi konsumsi. Keinginan mengkonsumsi sebuah produk sudah pada taraf seperti orang yang kecanduan narkoba. Karena konsumsi sudah memasuki tataran adiksi, orang tidak sanggup lagi menanyakan baik atau buruk. “Pokoknya secara kompulsif menginginkan itu. Seperti ketagihan heroin,” katanya .

Singkatnya, adiksi konsumsi itu  keinginan untuk memiliki suatu barang yang sudah  sampai pada taraf yang harus disalurkan.   Adiksi konsumsi ibarat nafsu syahwat yang membutakan rasionalitas manusia. Manusia jatuh pada obsesi untuk memiliki dan harus dilampiaskan. Kalau otak (rasionalitas) dikalahkan oleh nafsu, maka perilaku manusia mudah tergelincir menjadi tak ubahnya binatang yang perilakunya dikontrol oleh nafsunya. Buktinya jelas terlihat saat orang berdesak-desakan ingin merebut posisi terdepan dan lupa akan manusia lain, bahkan saat mereka menginjak atau melukai manusia lainnya yang terjatuh dan terpepet. Ini yang terjadi saat manusia merebutkan sesuatu yang sangat mereka inginkan  dan barang itu juga diperebutkan oleh banyak manusia lainnya. Barang yag diperebutkan tidak mesti berharga, bisa itu sekedar sedekah beras, gula atau mie instant atau bahkan sekedar uang Rp20.000, atau tiket nonton sepak bola, dan yang baru saja  terjadi -  ngantri mendapatkan BB diskonan.  

Saya tidak memiliki BB, sehingga tidak tahu rasionalitas mengapa orang rela antri berjam-jam dan berdesakan untuk mendapatkannya. Bahkan ada yang datang jauh-jauh dari luar kota dan mengantri semalaman demi mendapatkan diskon separo harga atau senilai Rp2,3 juta. Rasional nggak sih nilai nominal segitu dengan tenaga, waktu, dan kelelahan fisik dan psikis yang harus dibayarkan? Mereka yang membeli BB dengan harga jutaan tentu bukanlah orang miskin yang rela mengantri dan berdesakan untuk mendapatkan fitrah Rp 20.000. Kesimpulannya, dalam mendapatkan sesuatu benda yang diinginkan  dan diperebutkan oleh konsentrasi orang banyak di satu tempat ,perilaku  manusia akan dikontrol oleh hukum : Homo homini lupus. Manusia lain adalah pesaing yang harus disingkirkan.

Tapi tidakkah tingkat pendidikan itu akan menentukan rasionalitas perilaku seseorang?

Dalam perilaku konsumsi ternyata tidak selalu intelektualitas mampu mengontrol hasrat konsumsi. Ada penelitian yang menyatakan bahwa lebih 90 % perilaku consumer tidak dilakukan secara sadar (rasional). konsumer tidak bisa menjelaskan apa motivasi mereka dalam mengkonsumsi suatu produk (http://www.cult-branding.com/brand-modeling).  

Jika menggunakan teori Hirarki Kebutuhan dari Maslow, maka perilaku konsumsi dapat dijelaskan demikian : semakin tinggi status sosial ekonomi seseorang, perilaku konsumsinya tidak akan dimotivasi oleh tingkat kebutuhan level rendah (kebutuhan primer atau fisik) tapi untuk memenuhi kebutuhan tingkat tinggi seperti  kebutuhan akan interaksi sosial, penghargaan (esteem needs) dan aktualisasi diri (self-actualization). Pada kelompok mapan secara ekonomi, kebutuhan untuk menjadi bagian suatu komunitas bergengsi dan menjalin interaksi sosial dengan sesama anggota komunitas menjadi suatu kebutuhan penting. Di era komunikasi digital ini masyarakat mengalami adiksi komunikasi (menjalin komunikasi menjadi kebutuhan yang harus disalurkan sehingga memiliki alat komunikasi seperti HP sudah menjadi kebutuhan primer).   Mereka menggunakan alat komunikasi untuk  menjalin pertemanan atau interaksi sosial dengan anggota komunitasnya. Bagi kelompok kaya dan mapan, keinginan untuk menjadi eksklusif, berbeda dan menonjol dibanding kelompok atau klas masyarakat lainnya menjadi suatu hasrat yang harus dipenuhi (sumber:  an introduction to cult branding)

Menggunakan teori diatas, maka kegilaan untuk memilik BB tidak bisa dipahami sebagai perilaku memenuhi kebutuhan fungsional sebuah HP (sekedar untuk bisa berkomunikasi) tapi yang penting lagi adalah untuk kebutuhan status , gengsi dan eksistensi diri. 

Jadi , mengapa BB begitu laris manis di Indonesia?

Jawabnya sudah mudah ditebak. Orang Indonesia itu orang yang sangat “status dan gengsi minded”. Kalau bisa semua status yang dimilikinya maunya bisa ditempelkan atau dibuat simbolnya. Kenapa di Indonesia banyak orang yang pengin punya BB,  salah satu alasannya karena – (katanya) kalau facebook-an itu simbol BB akan muncul sehingga orang tahu kalau si pengirim pesan itu pakai BB. BB menjadi simbol status atau gengsi.    Selain karena gengsi, beli BB juga karena tuntutan komunitas pertemanan.  Masyarakat Indonesia itu merupakan tipe masyarakat yang senang bergaul dan kumpul-kumpul. Mereka senang membuat komunitas atau jaringan pertemanan, karena itu FB dan twitter laris manis di Indonesia. BB menjadikan kegiatan ngobrol dan kumpul-kumpul menjadi tambah asyik. Seseorang yang menjadi bagian suatu komunitas pertemanan, kalau FB-an atau komunikasi diantara anggota dilakukan lewat BB maka mau tidak mau dia harus punya BB agar bisa menyatu dengan aktivitas anggota komunitas lainnya. 

Saya tidak ingin usil dengan menghakimi mereka yang mempunyai BB. Karena kalau saya bersikap demikian dan saya tidak punya BB, maka saya kesannya “iri tanda tak mampu”. Tapi kalau pun saya memaksakan diri beli BB, saya malah jadi bingung mau saya pakai apa? Saya tidak punya FB, twitter  atau jaringan sosial lainnya. Terus HP saya yang sekarang ini hanya  digunakan untuk telepon dan sms saja, menu yang lainnya hampir tidak pernah dipakai. Jadi ya harap dimaklumi kalau saya heran dan tidak habis pikir mengapa orang rela datang jauh-jauh dari luar kota untuk antri berjam-jam dan berdesakan demi mendapatkan BB.

Konsumsi suatu benda memang sebaiknya untuk memenuhi tuntutan kebutuhan fungsional. Karena untuk saat ini, saya tidak memiliki kebutuhan untuk berkomunikasi lewat BB, maka saya tidak berkeinginan membeli BB. Namun, bagi mereka yang memang butuh BB, untuk sarana komunikasi – misalnya karena sering bepergian di daerah terpencil yang jaringan internetnya susah, maka BB jelas penting untuk dimiliki atau juga bagi mereka yang memiliki BB sekedar untuk bisa menjalin interaksi sosial. Memiliki BB, it’s okay. Dengan catatan, jangan menjadikan BB sebagai benda yang harus dimiliki dengan cara apa pun. Kalau demikian , itu sudah tanda-tanda mengalami adiksi konsumsi.  Terlebih lagi, kalau nanti sudah memilikinya, terus aktivitas sehari-hari tersita untuk utak-atik BB. Gejala ini sudah saya lihat di orang-orang terdekat di sekeliling saya. Kalau sudah memegang BB, mereka seperti orang autis yang asyik dengan dunianya sendiri, tidak ingat sekelilingnya dimana pun mereka berada. Jika sudah demikian, hati-hati lho. Jangan sampai BB itu menjadi cult brand – pengkultusan benda bermerek. Kalau suatu benda itu menjadi kultus artinya dia menjadi pemujaan. Apa sebutan untuk benda yang dipuja? Berhala dong ! Iya, Benar. Di jaman modern ini, yang namanya berhala itu bukan lagi sekedar patung yang disembah lho. Kalau saingan monotheisme  itu hanya sekedar patung,  itu mudah dihancurkan. Tapi musuh monotheisme sekarang ini tidak sekedar benda mati, tapi sesuatu yang justru tumbuh di dalam diri manusia sendiri yakni adiksi konsumsi dan materialisme. Pemujaan pada materi dan hasrat mengkonsumsi barang bermerek bila tidak disertai kemampuan untuk mendapatkannya bisa membuat manusia lupa pada larangan Tuhannya  – dengan melakukan korupsi atau menjual diri, atau bahkan melakukan tindakan kriminal.

Jadi, sekali lagi hati-hati karena ternyata adiksi konsumsi tidak kalah bahayanya ketimbang adiksi narkoba. Dua-duanya sama-sama merusak manusia dan kehidupan.  

Bicara tentang nafsu konsumsi paling pas sambil mendengarkan lagu PRICE TAG dari Jessie J 

  
Jika ingin ikut bernyanyi ini LIRIKNYA

Gambar : blog.chron.com

Senin, 21 November 2011

Ora Et Labora, Prinsip dalam Kompetisi Olah Raga

Ada kalimat yang sering saya dengar saat lihat pertandingan olah raga yang sering diucapkan presenter atau komentator di TV, terutama saat-saat menegangkan ketika tim atau atlit Negara kita tanding dengan atlit Negara lain : “Mari kita berdoa saudara-saudara ! Mohon Tuhan memberikan yang terbaik bagi Tim kita”. Pernah dengar kalimat seperti ini kan? Ingin tahu contoh  doa dalam pertandingan olah raga?  Lihat daftar doa-doa  ini :

Segala puji bagiMu, Yang Maha Merasa Getar Hati Setiap Manusia. Syukur kami atas segala rakmat yang Engkau berikan kepada bangsa ini. Kami tidak akan mendustakan segala nikmat itu, tapi ada satu nikmat kebahagian yang sudah lama kami rindukan. Kebahagian karena timnas sepakbola kami menjadi juara ( kompasiana.com/)

 "Semoga doa kita sesama warga negara Indonesia di perantauan ini terkabulkan," kata Wiwi, yang bekerja di sebuah perusahaan di Malaysia.
"Kalau menang, kita bikin nasi kuning deh biar nanti dimakan rame-rame," tambahnya.
(bola.net)


Warga Sukoharjo gabungan dari pedagang dan pengemudi becak yang biasa menggelar usahanya di kompleks Pasar Sukoharjo Kota menggelar doa bersama untuk Timnas Sepakbola U-23 Indonesia, Senin (21/11).
“Indonesia harus bisa mengalahkan Malaysia dalam final sepakbola Sea Games 2011,” ujar Kokor di sela sela acara, Senin (21/11).
Meskipun Indonesia telah dipastikan menjadi juara umum perolehan medali emas, perak, dan perunggu dalam Sea Games tahun ini, dia mengatakan kemenangan ini tidak akan lengkap dengan perolehan emas di cabang olahraga sepak bola.

Dan bagaimana reaksi kita setelah kekalahan tim sepakbola dalam laga final Sea Games 2011 semalam? Ini beberapa contohnya :

Tuhan, kalaulah negeri kami terlalu kotor untuk sekedar sebuah doa sederhana, doa bagi kemenangan tim nasional kami, kenapa tidak kepedihan ini Kau tumpahkan saja pada mereka yang telah merusak negeri ini dengan laku culasnya. Mengapa tak kau beri peringatan saja langsung pada mereka yang meluluhlantakkan alam yang Kau titipkan pada kami, mereka telah membantai bumi kami dengan keserakahan tak terperih. Hutan luluh lantak, perut bumi mereka kunyah tanpa henti. Mengapa harus Kau timpahkan kesedihan pada kami dan anak-anak muda yang telah mengorbakan diri mereka setengah mati demi sebuah kemenangan, ini sederhana saja Tuhan. Tapi kutahu, pasti Engkau punya rencana lain untuk kami” (kompasiana.com)

sesuai pengalaman pertandingan sebelumnya, kalau Indonesia menang, bangku-bangku itu mungkin terisi penuh. Rasanya berat meninggalkan pemain dalam kemenangan karena itu juga adalah kemenangan saya. Akan tetapi, begitu mudah meninggalkan pemain dalam kekalahan disaat mereka sebenarnya begitu memelukan dukungan. Mungkin karena penonton merasa itu adalah kekalahan mereka. Kita perlu banyak belajar dari negeri Barat dalam hal apresiasi. Dalam pergantian pemain pun mereka memberi tepuk tangan sebagai ungkapan apresiasi usahanya di lapangan (kompasiana.com)

Melihat dan membaca perilaku para supporter atau penonton  olah raga Indonesia, saya jadi ingat pada ibu-ibu yang biasa datang ke rumah minta-minta uang dan baju bekas. Dua ibu-ibu mengaku dari tetangga desa, pertama kali datang pas menjelang Hari Natal, minta uang dan baju bekas katanya sebagai  sedekah Natal. Pertama kali datang, saya kasih uang dan baju cukup banyak. Eh,  satu bulan berikutnya datang lagi dengan permintaaan yang sama…demikian terus diulang setiap bulan. Akhirnya saya jadi jengkel, bukan karena jumlah uang dan baju bekas yang diminta, tapi karena sudah menganggu privasi karena biasanya mereka datang mengetuk pintu pada saat malam sekitar jam 20.00. Setelah itu, tiap kali datang dan minta-minta , saya tolak. Bagaimana reaksi mereka? Cemberut, tidak mengucapkan satu patah kata pun. Padahal saat minta-minta ngomong dengan bahasa halus, duduk di lantai dengan sopan. Begitu keinginan mereka tidak saya penuhi. Hilang deh semua sopan santun itu. 

Perilaku yang sama juga saya dapatkan pada seorang pedagang makanan keliling yang sering menawarkan jualannya. Kalau pas menaarkan dagangan ngomongnya halus, tapi begitu saya menolak membeli, dia berlalu begitu saja …hilang wajah ramahnya…

Sepertinya, kita sudah berperilaku sama dengan ibu-ibu peminta-minta dan tukang jualan itu. Kita mohon Tuhan dalam doa yang manis dan sepenuh hati. Namun begitu, doa itu tidak terkabul lupa deh kita mengucapkan terima kasih pada Tuhan. Gimana tho ? Nggak diberi kok terima kasih. Lha memangnya Tuhan itu siapamu ? Yah kita ternyata sibuk dengan segala keinginan kita sendiri, maunya tim sepakbola kita menang. Kalau mereka menang, hati  kita jadi senang. Kita sanjung-sanjung mereka, kita hujani dengan segala hadiah. Tapi kalau kalah, mereka telah membuat kita jadi kecewa , sedih. Ya sudah rasakan sendiri itu kekalahan, jangan ngajak-ngajak kita untuk ikut merasakan.

Tulisan ini tidak saya maksudkan untuk merendahkan makna penting sebuah doa dalam kompetisi olah raga. Bagaimana pun , Indonesia adalah bangsa yang religius yang sadar akan campur tangan Tuhan dalam setiap langkah kehidupannya. Saya hanya ingin mengkritisi perilaku beragama yang berlebihan dan kurang tepat menurut pemikiran saya. Dalam kompetisi olah raga, kinerja atlit adalah kunci utama. Kinerja artinya kerja keras, giat berlatih dan bertanding guna memperoleh kemampuan fisik yang maksimal. Doa adalah penunjang. Tidak akan ada keajaiban semata dalam kompetisi olah raga tanpa kerja keras. Karena itu, prinsip dasar adalah Ora Et Labora , Bekerja dan Berdoa. Doa saja tidak cukup, tanpa kerja keras.

Membaca doa dan harapan para supporter olah raga Indonesia, sepertinya mereka berdoa sekedar memohon atau tepatnya setengah memaksa Tuhan untuk mengabulkan keinginan mereka. Memangnya, Tuhan itu Dora Emon yang punya kantong ajaib yang bisa dengan senang hati memenuhi segala permintaan kita? Tidakkah kita juga berpikir lawan tanding tim kita itu juga memohonkan doa yang sama pada Tuhan? Terus keinginan atau isi doa mana yang akan dikabulkan oleh Tuhan? Kalau ternyata tim kita yang kalah, apa terus berarti Tuhan lebih memihak tim lawan kita? Tentu saja tidak demikian. Karena itu jangan libatkan Tuhan dalam hal-hal yang sepele dan duniawi. After all, it’s only a game. Please, deh jangan lebay !

 Gambar :wallcoo.net



Sea Games 2011: Antara Patriotisme, Kepentingan Bisnis dan Pencitraan Bangsa

Sejak dibuka pada tanggal 11 November 2011, pesta olah raga se Asia Tenggara Sea Games telah mampu membuat masyarakat Indonesia sejenak melupakan hiruk pikuk  persoalan politik . Lewat media TV yang memberitakan acara Sea Games sejak dari pembukaan sampai ke cabang-cabang olah raga yang dipertandingkan, mata kita melihat bagaimana perjuangan keras para atlit untuk menundukkan lawan dan tangis haru mereka saat berhasil mempersembahkan medali bagi Indonesia.   Jatuh bangun para atlit dalam meraih puncak prestasi demi keharuman nama Negara menjadi media penanaman nilai-nilai kepahlawanan atau patriotism yang riil, tidak sekedar lewat kata-kata.
Olah raga di era global, selain menjadi media untuk menumbuhkan patriotism juga  bisa menjadi wahana yang ampuh bagi pencitraan suatu bangsa. Melalui layar televisi dan internet yang bisa diakses di seluruh dunia, Negara penyelenggara suatu event olah raga dapat memanfaatkan kesempatan itu untuk menunjukkan ke masyarakat dunia betapa hebat dan mumpuninya atlet-atletnya.

Bagi para pemilik stasiun TV, siaran olah raga yang diminati banyak orang berarti tambang untuk mengeruk keuntungan melalui iklan yang berderet tanpa henti. Gabungan antara olah raga dan tehnologi media telah merubah ajang perlombaan olah raga tidak sekedar kompetisi kekuatan fisik saja, namun disitu berkelindan antara kepentingan bisnis, media dan politik . Di abad kapitalisme global, apa saja bisa dimanfaatkan untuk kepentingan apa saja. Olah raga kawin dengan tehnologi media melahirkan bisnis pertunjukkan olah raga yang sekaligus berfungsi sebagai papan iklan yang luar biasa menguntungkan. Lihat saja banner, baliho dan media iklan canggih lainnya yang berseliweran saat siaran langsung kompetisi olah raga, khususnya olah raga popular seperti sepak bola, tennis atau racing.

Bagi suatu Negara, kompetisi olah raga antar bangsa yang disiarkan lewat TV ke seluruh dunia merupakan media image building yang ampuh. Kesuksesan dalam menyelenggarakan event olah raga berkelas internasional merupakan bukti kesuksesan suatu Negara , secara khusus kesuksesan rezim yang sedang berkuasa.  Tidak heran banyak Negara yang berkompetisi agar negaranya mendapatkan kesempatan sebagai penyelenggara Olimpiade. Biaya yang luar biasa mahal, tidak jadi halangan.  Sebagai Negara penyelenggara Olimpiade tahun 2008, China rela mengeluarkan biaya $ 58,5 milyar. Melalui event ini China ingin menunjukkan pada dunia sebagai Negara dengan kekuatan baru, ajang olimpiade digunakan oleh rezim yang berkuasa sebagai proyek mempercantik wajah atau  “face projects”( epiac1216.wordpress.com / ).

Berapa biaya yang dikeluarkan Pemerintah Indonesia untuk menyelenggarakan Sea Games 2011? Dari APBN Indonesia 2010, dianggarkan total biaya sebesar 350 miliar rupiah (± 38,7 juta dolar AS), sementara dari APBN Indonesia 2011 dianggarkan total biaya senilai 2,1 triliun rupiah  atau ± 230 juta dolar AS (wikipedia). Khusus untuk pembukaan Sea Games tanggal 11 November yang lalu saja menghabiskan sekitar Rp.150 milyar (www.bola.net/). Nilai sebesar ini menjadi terabaikan saat melihat betapa spektakulernya  pembukaan Sea Games 2011. Kemegahan dan kekayaan alam dan keberagaman budaya Indonesia benar-benar dipertontonkan dengan begitu indahnya.

Bagi saya yang hanya bisa melihat lewat TV,  terpaksa harus menonton sambil mengumpat jengkel karena kenikmatan saya melihat  siaran pembukaan itu harus diselingi oleh iklan yang banyaknya minta ampun,  lebih lama ketimbang siarannya. Sudah begitu,  siaran juga dimonopoli satu stasiun TV swasta tertentu. Ternyata patriotisme kalah oleh kepentingan bisnis pemilik stasiun TV.

Saat ini , saya  tidak mau nyinyir dengan memperpanjang masalah  monopoli siaran TV atau soal anggaran Sea Games, melihat betapa spektakulernya pembukaan Sea Games 2011   dan kegembiraan warga Indonesia mendapatkan tontonan olah raga dan ditambah kebanggaan kalau nanti akhirnya Indonesia berhasil meraih medali terbanyak, anggaran yang sampai trilyunan itu seperti terlupakan. Saya juga tidak perduli apabila nanti akan ada tuduhan ajang Sea Games digunakan sebagai politik pencitraan pemerintah yang sedang berkuasa. Melihat wajah-wajah rakyat Indonesia saat melihat timnya menang , jelas tergambar disitu betapa mereka haus akan cerita sukses. Mereka mempunyai semangat cinta bangsa yang luar biasa. Kita semua mencintai Indonesia. Kita ingin merasa bangga sebagai warga negara Indonesia. Yah, ternyata patriotisme dan rasa cinta dan bangga pada negara dan bangsa itu terkadang harus dibayar mahal, tidak hanya dengan nyawa tetapi juga anggaran yang sampai trilyunan.

Bagi penggemar sepak bola, selamat menonton kesebelasan kita lawan negara tetangga  - Malaysia -  yang akan disiarkan malam ini. Karena tidak suka olah raga, saya memilih untuk mendengarkan lagu yang dinyanyikan dalam pembukaan Sea Games 2011 : Together We Will Shine dan To  Be  One. Kedua lagu ini tidak hanya enak didengar dan didendangkan, tapi liriknya mampu membuat saya semakin cinta Indonesia. Indonesia – cinta tanpa syarat saya.

Together We Will Shine
Now is the time to embrace the dream
Share all our love with happiness
Together we’ll strive to find the longest stars
All dreams and wishes will come true

Come so high up above the sky
Rise and fly and reach the stars
By the power of unity
I believe our hearts will lead to victory
Together we will shine

And now is the moment
We’ve come so long (we’ve come so long)
Every gazing child, that makes us strong (that makes us strong)
With all our hearts I know we won’t fall
Keep the spirits up and we’ll stand tall

Come so high up above the sky
Rise and fly and reach the stars
By the power of unity
I believe our hearts will lead to victory
Together we will shine

Spread the love, the peace
We’ll find the way
We are here in this paradise

Come so high up above the sky
Rise and fly and reach the stars
By the power of unity
I believe our hearts will lead to victory
Together we will shine

(Lagu ini  diciptakan oleh Jozef Cleber)


To Be One

I see rainbow in the sky
Colors that brighten my world
I hear the humming birds
Singing a beautiful song

The song of love and laughter
The song of peace and hope
I don’t want this to end
I want this to be forever

Even though we’re not the same
Different ways
And we walk on different path
Different road in this life
Can we hold each other’s hand
Together in this world
And be as one

It will be a better place
Better home
Place that gives us peace of mind
Filled with love
No more tears
Place where you and I can laugh
No more cry, only smile
The place for us to be one

(Lagu ini merupakan salah satu lagu dalam album pertama Gita Gutawa. Dalam Sea Games 2011 lagu ini dinyanyikan dengan bagus sekali oleh Judika)

Gambar : fineartamerica.com


Minggu, 06 November 2011

Pahlawan : Apa dan Siapa ?

fineartamerica.com

Sebentar lagi tanggal 10 Nopember  kita akan memperingati hari pahlawan. Di Indonesia ada figur-figur yang diperingati secara khusus dalam suatu hari peringatan, ada Hari Kartini , ada  Hari Ibu, Hari Buruh, Hari Anak, dan Hari Pahlawan. Mengapa kita perlu memperingati  hari pahlawan ?Pernahkah kita merenungkan apa arti penting pahlawan  dalam kehidupan pribadi maupun berbangsa dan bernegara? Siapa itu pahlawan ? Apa yang membuat seseorang itu disebut sebagai pahlawan?
Setiap orang pasti mempunyai gambaran ideal tentang sosok seorang pahlawan. Apa dan siapa pahlawan bisa berubah-ubah sepanjang perjalanan hidup seseorang.  Ketika masih kecil, ketika belum punya wawasan yang luas tentang siapa itu pahlawan., maka pahlawan adalah sosok idola yang dicari dari orang-orang terdekat yang dianggap bisa membahagiakan seperti yang ramah, tidak galak, lucu, dan ini yang paling penting : suka memberi hadiah.
Begitu menginjak bangku sekolah sosok idola mulai bergeser ke  para guru yang menjadi figur sentral di dalam kelas. Apa dan bagaimana seorang guru di kelas dan bagaimana caranya memperlakukan muridnya akan tertanam di benak kita. Guru yang menjadi sumber inspirasi, panutan dan idola adalah guru yang tidak hanya pintar tapi juga  ramah, tidak galak, lucu, tidak pelit dalam memberi nilai, dan suka memberi hadiah. Hadiah tidak mesti yang mahal, mungkin bisa berupa pensil, serutan, penghapus atau buku yang lucu yang diberikan saat kita mendapatkan nilai terbaik di kelas. Hadiah dari guru yang membahagiakan itu bisa juga sekedar berupa pujian di depan kelas yang bisa membikin hati bangga. Siapa sih yang tidak senang dipuji? Kini ketika tehnologi hiburan berkembang luar biasa canggih , nampaknya anak jarang yang menjadikan guru sebagai sosok idola , entah karena krisis panutan di kalangan guru ataukah karena tehnologi entertainment telah mengambilalih porsi guru sebagai sosok pahlawan, sehingga pahlawan adalah superhero seperti Ultraman, Spiderman, atau man-man lainnya.
Beranjak ke usia remaja, sosok idola   beralih ke figur yang tidak jauh dari dunia anak muda  :  bintang film atau penyanyi. Kekaguman pada figur artis  bisa karena talenta seni akting dan suaranya atau daya tarik fisik mereka. Remaja biasanya   belum bisa membedakan antara daya tarik karismatik seorang artis dengan kepribadian si artis sesungguhnya. Sehingga kalau mengidolakan seorang artis, yang dijadikan obyek kekaguman bukan sekedar performance-nya tapi juga segala hal yang menyangkut kehidupan pribadi si artis. Jadi jangan heran kalau di TV kita lihat ABG yang menangis bombay ketika tahu vokalis idolanya keluar dari band favoritnya atau bereaksi emosional saat ada gossip yang menjelek-jelekkan si artis idola. Saya belum pernah melihat di TV ada seorang remaja yang menangis emosional ketika mendengar seorang politisi atau pejabat Negara yang dilengser dari jabatannya.
Nampaknya, pahlawan di mata anak lebih mudah didefinisikan, pahlawan adalah sosok idola, sosok yang dikagumi karena pribadinya yang ramah dan menyenangkan atau karena daya tarik talenta seni dan tampilan fisikalnya. Pahlawan yang diperingati sebagai hari nasional tentu saja  bukan pahlawan semacam ini.
Hari Pahlawan memperingati Pertempuran Surabaya yaitu peristiwa sejarah perang antara pihak tentara Indonesia dan pasukan Belanda. Peristiwa besar ini terjadi pada tanggal 10 November 1945 di Kota Surabaya, Jawa Timur. Pertempuran ini adalah perang pertama pasukan Indonesia dengan pasukan asing setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan satu pertempuran terbesar dan terberat dalam sejarah Revolusi Nasional Indonesia yang menjadi simbol nasional atas perlawanan Indonesia terhadap kolonialisme (Wikipedia). Untuk mengetahui lebih dalam peristiwa 10 Nopember 1945 di Surabaya bisa dibaca DISINI.
Pahlawan yang diperingati sebagai hari nasional adalah mereka yang berkorban demi memperjuangkan keberadaan dan keutuhan Negara, sehingga pahlawan identik dengan mereka yang maju perang mempertahankan eksistensi Negara. Dari sisi perspektif negara, sosok pahlawan terbatas pada mereka yang meninggal demi membela Negara atau ideologi Negara  seperti pahlawan kemerdekaan atau  pahlawan revolusi yakni gelar yang diberikan kepada 7 orang pahlawan yang meninggal akibat  peristiwa G30S PKI. Peringatan hari pahlawan dimaksudkan untuk mengenang jasa para pahlawan yang telah mengorbankan nyawa bagi kedaulatan Negara dan sekaligus sebagai sarana  nation building atau upaya menanamkan nilai-nilai dan spirit cinta bangsa, sebab hanya bangsa yang menghargai jasa-jasa para pahlawannya yang bisa tumbuh menjadi bangsa yang besar.
Pertanyaannya : apakah sebutan pahlawan hanya berlaku bagi mereka yang telah mengorbankan nyawa atau berjasa bagi eksistensi suatu Negara atau mereka yang bertaruh nyawa demi ideologi Negara? Jika demikian, pahlawan itu akan sangat terbatas sekali , karena label pahlawan hanya akan ditentukan berdasarkan kriteria-kriteria yang sah yang dibuat oleh penguasa Negara.
Selain itu,  kriteria pahlawan yang dilihat dari sisi kepentingan politik dan ideologis bisa menimbulkan persoalan yang sangat rumit. Siapa yang bisa menentukan siapa itu pahlawan dan siapa itu pemberontak? Ramman Kenoun (brainyquote.com) berpendapat seorang yang membunuh atas dasar motif pribadi akan disebut pembunuh, tapi bila seorang membunuh atas nama kepentingan Negara (politik) akan disebut pahlawan (A man who kills on his own is a murderer. A man who kills at his government's request is a national hero).  Siapa pahlawan dan pemberontak disini pemaknaannya sangat subyektif , bergantung pada kacamata siapa dan kepentingan politik apa yang melandasinya. Xanana Gusmao adalah pemberontak saat Timor Leste masih menjadi bagian Indonesia, tapi sekarang dia akan dicatat sebagai salah satu pahlawan bagi terbentuknya Negara Timor Leste. Nelson Mandela adalah pembangkang pada rezim apartheid, tapi sekarang dia dikenal sebagai tokoh simbol perdamaian. Memberikan gelar pahlawan bagi seorang tokoh Negara dan politik ternyata tidak mudah, terlalu banyak pertimbangan kepentingan politik  di dalamnya. Contohnya, di Indonesia pemberian gelar pahlawan pada mantan Presiden Soeharto akan menimbulkan kontroversi atau pro-kontra yang tak ada habis-habisnya.
Terus, sosok pahlawan seperti apa yang bisa diterima banyak orang? Yang jelas penghargaan atau pengakuan orang pada peran penting seseorang itu sesuatu yang genuine, sesuatu yang tulus keluar dari hati. Ciri pokok seorang pahlawan bukan di sosok fisiknya yang tinggi besar seperti superhero, bukan pada tindakannya yang berani mati atau heroik, bukan pada pengakuan oleh penguasa Negara, tapi lebih pada kesediaannya untuk berkorban demi tujuan luhur.  Kebetulan hari pahlawan kali ini berdekatan dengan hari korban –Idul Adha- jadi makna berkorban lebih menemukan momentumnya. Teladan Nabi Ibrahim yang rela mengorbankan anaknya demi kepatuhannya pada Allah menjadi cermin bahwa ada kepentingan lebih besar yang perlu diutamakan bukan sekedar kebahagiaan pribadi dan duniawi.  Kesadaran dan kesediaan untuk mengorbankan kepentingan pribadi demi tujuan yang lebih luhur menjadi ciri dari orang-orang besar, yang tidak sembarang orang memiliki karakteristik ini.  Karena itulah seorang pahlawan adalah seorang yang dengan tulus bersedia mengesampingkan kebahagiaan pribadinya demi  kepentingan yang lebih luas dan transedental.
Kalau pahlawan itu diukur dari kerelaan berkorban bagi banyak orang, maka pahlawan yang lebih diterima secara luas adalah pahlawan perdamaian dan kemanusiaan, bukan politik dan ideologis. Kepentingan politik dan ideologis bisa saja melahirkan sosok-sosok heroik yang berani mati demi ide dan nilai-nilai yang diyakininya, namun sosok pemberani ini seringkali meraih cita-citanya dengan menyingkirkan siapa saja yang dianggap menghambat atau bertentangan dengan ideologinya. Sosok semacam ini hanya akan menjadi pahlawan bagi kaumnya, namun tidak akan pernah menjadi  pahlawan bagi banyak orang. Mahatma Gandhi, Nelson,Mandela, Bunda Teresa adalah contoh figur yang diterima sebagai pahlawan secara luas. Bunda Teresa  diakui kontribusinya bagi kemanusiaan tanpa  dibatasi sekat-sekat kepentingan apapun. Mahatma Gandhi terkenal dengan prinsip ahimsa atau melawan kolonialis Inggris tanpa menggunakan kekerasan. Nelson Mandela tokoh dibalik rekonsialisi politik di Afrika Selatan dan sama seperti Gandhi tidak menerapkan politik balas dendam. Mereka inilah pahlawan perdamaian dan kemanusiaan.
Pahlawan perdamaian adalah mereka yang tanpa memperhatikan konsekuensi pribadi, merubah hambatan sebagai peluang untuk pertumbuhan, memanfaatkan rasa takut sebagai alat untuk menunjukkan keberanian, melindungi dan menjaga martabat lawan mereka, menyuarakan  jeritan  mereka yang tidak dapat berbicara untuk diri mereka sendiri, dan merayakan keragaman untuk pengayaan umat manusia (modelingfutureheroes.com).

Bercermin pada figur-figur tokoh kemanusiaan , saya jadi merindukan hadirnya tokoh sekaliber Nelson Mandela atau Mahatma Gandhi lahir dari bumi Indonesia. Mengapa ya Indonesia tidak atau belum bisa menghadirkan sosok pahlawan kemanusiaan yang dicintai di hati semua orang ? Apakah saat ini  tengah terjadi krisis kepahlawanan di Indonesia? Saya coba tengok-tengok siapa kira-kira pemimpin Negara atau politisi saat ini yang kelak akan dikenang oleh generasi penerus Indonesia sebagai tokoh pembaharu Indonesia menuju Indonesia Baru sebagaimana dicita-citakan dalam UUD 45.  Kalau ternyata tidak ada satu pun tokoh yang pantas dicatat di lembar sejarah sebagai pahlawan kemajuan Indonesia, apakah Indonesia akan habis, tamat dan bubar? Haruskan kita menggantungkan eksistensi Indonesia hanya pada penguasa politik dan pejabat Negara? Apakah predikat pahlawan itu hanya khusus bagi orang-orang besar?
Menurut saya, sesungguhnya tidak ada krisis kepahlawanan. Krisis terjadi kalau kita mendefinisikan pahlawan hanya pada ranah Negara dan politik. Jika kepahlawanan lebih dilihat sebagai karakter sebagai spirit, maka pahlawan itu  tidak mesti kita cari dari tokoh-tokoh besar, tapi dapat pula ditemukan pada orang-orang biasa , yang mau mengorbankan dirinya demi kepentingan umum. Bisa itu petugas pemadam kebakaran yang gagah berani menembus kobaran api demi menyelamatkan nyawa manusia atau seperti polisi di New York yang berani menembus asap runtuhan gedung saat peristiwa pengeboman WTC yang pada akhirnya ikut menjadi korban tertimbun reruntuhan. Mereka mungkin akan kita lihat hanya sebagai petugas atau aparatur publik yang sedang menjalankan tugas dan kewajibannya, tapi keberanian dan dedikasi mereka pada tugas dan tanggungjawab yang diembannya pantas membuat mereka disebut sebagai pahlawan, sekali pun mereka tidak dimakamkan di taman makam pahlawan. Selama etos kepahlawanan ini masih banyak ditemukan di jiwa manusia Indonesia, saya yakin Indonesia akan tetap eksis.
Selama ini, kita selalu mencari sosok pahlawan pada orang besar dan orang lain. Kita tidak pernah berusaha mencari spirit itu di diri kita sendiri. Memang kita bisa menjadi pahlawan? Bisa kok. Coba kita dengar apa kata lirik lagu HERO–nya Mariah Carey.  Lirik lagu ini mengatakan bahwa semua orang dalam dirinya memiliki kapasitas untuk menjadi pahlawan- setidaknya untuk orang-orang terdekat dan untuk dirinya sendiri....ada jiwa kepahlawanan dalam diri tiap orang…  a hero lies in you.
Kata-kata dalam lirik lagu Hero bisa memotivasi orang agar mempunyai rasa percaya diri dan berusaha menemukan semangat kepahlawanan dalam dirinya. Menjadi pahlawan untuk diri sendiri adalah dengan menjadi independen, tidak menggantungkan nasibnya  pada orang lain atau dikendalikan hidupnya oleh orang lain. …ayo bangkit…temukan siapa dirimu. apa yang bisa kamu lakukan….kamu pasti bisa menjadi pahlawan untuk dirimu sendiri…
Untuk merubah nasib suatu bangsa, tidak harus menunggu kehadiran pahlawan, kita bisa memulainya dari diri sendiri, demikian kira-kira makna kata-kata bijak Bunda Teresa : “Do not wait for leaders; do it alone, person to person”. Apabila dalam diri setiap orang Indonesia mempunyai semangat untuk berbuat yang terbaik untuk dirinya dan orang-orang terdekatnya ataupun dimana saja dia ditempatkan , saya yakin segala karut marut persoalan  sosial, ekonomi dan politik yang dihadapi Indonesia akan bisa dipecahkan. Dengan begitu Hari Pahlawan tidak lagi sekedar memperingati momen peristiwa bersejarah tapi juga memperingati semangat atau etos kepahlawanan yang tumbuh di jiwa setiap bangsa Indonesia.
Akhirnya, selamat Hari Pahlawan dan marilah bersama-sama kita tumbuhkan  semangat juang kepahlawanan dalam diri kita masing-masing.
Look inside you and be strong
And you'll finally see the truth
That a hero lies in you