Sabtu, 30 Juli 2011

OLD and WISE


To be seventy years young is sometimes far more cheerful and hopeful than to be forty years old (Oliver Wendell Holmes, Jr- wisdomquotes.com)

It is easier to be wise for others than for ourselves (Francois De La Rochefoucauld -  inspirationalquates.com)
Hari ini – 30 Juli 2011- bertambah satu tahun umurku. Yah waktu berjalan merambat pelan. Hampir 50 tahun tak terasa perjalanan hidupku. Bertambah umur di  usia akhir 40 an membuatku merasa gamang. Ternyata tanpa disadari aku sudah tua  bin tuwir. Gimana mau  sadar, perasaan selama ini  serasa masih di usia 20 an.  
Di ultahku ini aku mau melakukan refleksi dan sekaligus evaluasi atas perjalanan hidupku dan apa yang telah kudapatkan selama ini? Bukan dari sisi materi ,  karena kalau ukurannya materi sepertinya tidak ada yang bisa kupamerkan. Maka aku coba mengukur dari sisi nonmateri yakni kebijaksanaan. Orang bilang tambah umur tambah bijaksana atau orang Jawa bilang tambah sumeleh. Apa aku tambah bijaksana ya? Ukuran bijaksana itu apa  dan bagaimana cara untuk menjadi bijaksana?

WIKIHOW memberikan jawaban semua pertanyaan itu. Kebijaksanaan tidak bisa diperoleh hanya dari membaca buku atau didapatkan lewat proses instan melainkan melalui proses pembelajaran yang butuh waktu, pengalaman, dan keinginan untuk berpikir terbuka tentang dunia dan manusia penghuninya. Untuk bisa berpikir terbuka orang harus membersihkan pikirannya dari segala prasangka dan terus menerus merefleksi dan mempertanyakan ide dan nilai-nilai yang diyakininya. Inti dari kebijaksanaan adalah kondisi dimana seseorang bersikap dan berperilaku tenang dan berpikir sebelum bertindak atau bahasa Jawanya "ora grusa grusu". Seiring berjalannya waktu, orang yang bijaksana akan semakin tinggi dan dalam ilmu  pengetahuannya namun dia tidak akan menyimpan ilmunya sebagai milik pribadi; sebaliknya dengan senang hati dia akan membagikan ilmunya agar orang lain juga bertumbuh pemikiran dan wawasannya.

Wikihow menunjukkan jalan atau cara menjadi bijaksana,  di antaranya adalah:
1. Kenalilah diri sendiri (know yourself)
Lebih mudah mengenali segala sesuatu dan orang lain dibanding mengenali diri sendiri. Untuk tahu siapa dirinya, seseorang harus menjelajahi ke dalam dirinya untuk merenungkan  apa yang menjadi ide, keyakinan, opini, bias-bias, dan prasangka yang ada di pikiran dan hatinya. Tanpa mengetahui dan menerima apa kekuatan dan kelemahannya, seseorang sulit untuk menjadi bijaksana. Dengan mengenali diri sendiri, orang akan bisa menerima kelemahan dan kesalahannya, dapat bertumbuh dan  memaafkan dirinya sendiri.

2. Sadar kalau hanya memiliki pengetahuan sedikit (realize that you know nothing)
Orang yang paling bijaksana adalah orang yang menyadari kalau sesungguhnya mereka hanya mempunyai sedikit pengetahuan meskipun telah belajar dan melakukan refleksi bertahun-tahun. Semakin orang berpikir tentang orang, segala hal, dan peristiwa, semakin dia paham bahwa masih  ada banyak hal yang perlu dipelajari. Penerimaan akan keterbatasan pengetahuan menjadi kunci menuju kebijaksanaan. Orang yang bijaksana berbeda dengan pakar atau expert. Pakar adalah orang yang pandai (dibuktikan dengan sertifikat) atau memiliki keahlian di bidang tertentu. Pakar belum tentu orang yang bijaksana. Orang bijaksana mempunyai kemampuan melihat gambaran kehidupan secara lebih luas dan dengan responsif menanggapi segala hal yang terjadi di diri dan lingkungannya. Menjalani kehidupan dengan tenang karena tahu dan sadar tujuan hidupnya, bisa menerima dan berdamai serta merasa nyaman dengan realitas apa pun yang dialaminya.

3. Tidak ada akhir dalam proses pembelajaran (accept that there will never be an end to learning)
Proses belajar tidak berhenti saat meraih gelar sarjana. Ide pembelajaran lebih luas ketimbang teksbook dan apa yang diajarkan guru dan dosen. Belajar adalah proses terus menerus  mempertanyakan segala hal yang terjadi dalam kehidupan. Proses belajar akan berhenti kalau otak kita memutuskan untuk berhenti atau menolak untuk bertumbuh dengan menutup perspektif atau wawasan apa pun selain ide-ide yang kita miliki dan yakini. Ide dan pemikiran sendiri yang paling benar, ide dan pemikiran orang lain salah.

4. Luangkan waktu untuk kontemplasi (take time to contemplate)
Kebijaksanaan tidak bisa diperoleh secara cepat dan tidak bisa tumbuh dari pikiran yang dipenuhi budaya pop dan cara hidup serba cepat dan instant. Perlu waktu khusus untuk lepas dari hiruk pikuk kehidupan sehari-hari agar dapat berpikir dan merefleksikan apa saja yang telah dilakukan dan terjadi dalam hidup seseorang dan  dunia sekelilingnya. Jika tidak dibiasakan berkontemplasi, orang akan cenderung bertindak reaktif bukan proaktif, malas berpikir kontemplatif dan tidak mau tahu dunia sekitar dan memilih bersenang-senang mengikuti arus kehidupan.

Setelah membaca tulisan  Wikihow ini aku menyimpulkan ternyata aku tahu sedikit sekali tentang ilmu kehidupan. Untuk menjadi bijaksana bukan hal yang mudah dan sederhana. Tidak ada tujuan akhir bernama kebijaksanaan. Kebijaksanaan adalah proses menjadi dan menjadi secara terus menerus, proses pembelajaran sepanjang kehidupan manusia. Dan otak manusia ternyata merupakan space yang sangat luaaas sekali.  Diisi dengan ilmu, buku-buku, ide dan ajaran apa pun tidak akan pernah menjadi penuh. Untuk menjadi bijaksana dan bisa melihat cakrawala kehidupan yang sangat luas dan indah, kita tidak bisa menutup pintu ide dan pikiran. Sekali orang puas dengan hanya satu visi dan satu perspektif sulit baginya  untuk menuju bijaksana. Kehidupan yang multidimensi apabila dilihat  dari kaca mata satu dimensi akan kehilangan kekayaan warna dan maknanya.

Akhirnya, dengan bertambahnya usia satu tahun di hari ini bertambah lagi pemahamanku akan ilmu kehidupan.   Menjadi tua tidak harus otak atau cara berpikir ikut menjadi jaman dulu atau 'jadul'. Hidup di usia berapa pun tidak menjadi masalah sepanjang kita mengisi kehidupan dengan pandangan terbuka dan mencintai kehidupan. Hidup dan kehidupan nampak indah dan warna-warni kalau kita melihatnya dengan mata dan hati penuh ceria dan bahagia. Bertambah tua itu pasti, tapi menjadi bijaksana adalah suatu pilihan. Dan aku memilih menjadi bijaksana. Ini harapan dan doaku. Semoga Tuhan mengabulkan. Amin.
Lagu "Old and Wise" dari band rock progresif Inggris di tahun 1975-1990 - The Alan Parsons Project -cocok sekali untuk mengiringi perenungan tentang menjadi  tua. Saat semakin tua namun semakin bijaksana, segala hal akan diterima dan dijalani tanpa beban, ringan dan nyaman. 

And oh, when I'm old and wise
Bitter words mean little to me
Autumn winds will blow right through me
And someday in the midst of time
When they asked me if I knew you
I'd smile and say you were a friend of mine
And the sadness would be lifted from my eyes
Oh, when I'm old and wise

Link : http://www.youtube.com/watch?v=NLtFsiOFn-4


Gambar : thechronicleofdianathetruth. blogspot. com


Selasa, 26 Juli 2011

Fashion : Membebaskan atau Menindas Perempuan ?

Your clothes conceal much of your beauty, yet they hide not the unbeautiful (Kahlil Gibran)
 

Fashion menunjuk pada  gaya berbusana yang meliputi pakaian, alas kaki, dan aksesoris yang menjadi mode atau trend atau cara berbusana dan berdandan yang dianggap indah menurut cita rasa suatu kelompok atau komunitas.
Bagi manusia, pakaian tidak hanya mempunyai nilai fungsional (untuk melindungi tubuh dari cuaca dingin dan panas atau ancaman binatang buas).  Pakaian dan aksesoris yang dikenakan manusia merupakan simbol identitas gender, agama,  dan status sosial.  Pakaian bisa juga menjadi alat ekspresi diri. Baju  hitam , misalnya, biasa dikenakan orang yang sedang kesusahan. Model dan cara berpakaian juga bisa dijadikan media untuk mengekspresikan pemberontakan pada kemapanan atau semangat untuk lepas dari keseragaman . Ini biasa dilakukan oleh kelompok yang anti kemapanan seperti komunitas punk dan para seniman . Bagi masyarakat adat atau kelompok religius, pakaian mempunyai nilai sakral dan suci karena menjadi bagian dari ritual adat atau ibadah agama. Misalnya, baju hitam orang Badui, kain kotak-kotak putih dan hitam orang Bali, atau jilbab wanita muslimah dan kerudung biarawati.
Ternyata pakaian itu di tangan manusia bisa menjadi sangat rumit dan politis.
Pakaian dan aksesorisnya menjadi semakin kompleks  pabila dilekatkan ke tubuh perempuan. Busana bagi perempuan tidak akan pernah hanya sebagai selembar kain penutup tubuh. Pakaian perempuan sarat dengan berbagai simbol yang disitu melekat banyak sekali nilai.  Pakaian yang menempel di tubuh perempuan merupakan representasi banyak kepentingan : status sosial, ekonomi, politik, norma, etika dan estetika. Banyaknya simbol dan nilai yang dilekatkan pada busana perempuan menjadikan fashion dan tubuh perempuan menjadi perdebatan yang tidak ada matinya.
Sejarah mencatat betapa tubuh perempuan menanggung beban berat karena simbol-simbol yang dilekatkan kepadanya. Penggunaan korset pada zaman Victoria di Inggris, pengecilan kaki (foot binding) di Cina atau gelang-gelang leher perempuan suku Karen di Thailand menjadi bukti nyata sejarah penindasan fashion kepada kaum perempuan atas nama kepentingan identitas , status sosial ataupun kecantikan (Wikipedia).
Mode pakaian perempuan pada zaman Victoria memaksa perempuan menyiksa tubuhnya dengan mengenakan korset  agar pinggangnya kelihatan ramping sehingga mode baju yang trend saat itu semakin kelihatan indah. 


Foot binding di Cina mulai dipraktekkan sejak abad 10 hingga tahun 1900an. Pengecilan telapak kaki perempuan dilakukan dengan mengikat kuat telapak kaki hingga menekuk ke tumit yang dilakukan sejak anak berumur sekitar 5 tahun. Proses ini sangat menyakitkan dan berlangsung hampir sepanjang hidup seorang perempuan. Foot binding  diberlakukan bagi perempuan dari keluarga kaya dengan tujuan untuk menunjukkan bahwa mereka nantinya tidak akan melakukan pekerjaan kasar (manual). Kaki yang kecil dianggap indah dan membuat gerakan perempuan menjadi lebih feminin serta anggun , terlebih lagi apabila kaki kecil itu mengenakan sepatu sutera yang sangat indah.
Lain lagi ukuran kecantikan perempuan suku Karen di Thailand. Perempuan Karen yang cantik adalah perempuan dengan leher yang panjang seperti jerapah dan untuk membentuk leher yang panjang pada leher perempuan dilekatkan gelang-gelang besi yang jumlahnya semakin lama semakin bertambah banyak. 


Yang lebih ekstrim lagi adalah ukuran kecantikan suku Mursi di Sudan Afrika. Cantik bagi orang Mursi dicirikan oleh mulut yang lebar sehingga bisa untuk tempat meletakkan piring. Proses untuk membentuk mulut yang lebar itu sama menyakitkannya dengan proses membentuk kaki yang kecil di Cina. Perempuan dengan mulut yang lebar akan dihargai tinggi oleh laki-laki yang akan melamarnya sehingga menguntungkan orang tuanya (Wikipedia)
Benar sekali ungkapan yang menyatakan “Beauty is in the eye of the beholder”, ukuran cantik itu bisa sangat subyektif tergantung pada selera mata dan hati orang yang melihatnya. Bagaimana bisa kaki yang dibuat cacat justru menandakan status sosial yang tinggi, leher yang seperti jerapah dan mulut yang tidak “umum” justru dibilang cantik. Manusia memang makhluk yang unik dan aneh !
Mungkin ada yang berpendapat bahwa praktek menyiksa diri untuk memperoleh sebutan cantik itu hanya dipraktekkan oleh masyarakat suku primitif. Ternyata perkiraan ini tidak benar. Praktek yang sama ternyata juga ditempuh oleh para perempuan modern dan berpendidikan tinggi. Operasi plastik atau suntik silicon untuk mendapatkan wajah dan tubuh yang cantik dan indah adalah bagian dari gaya hidup wanita kaya zaman sekarang. Bahkan manipulasi untuk mempermak bagian-bagian tubuh agar menjadi “cantik” di zaman ini semakin canggih. Banyak perempuan yang rela kesakitan demi mendapatkan “kecantikan” yang diidamkan. Tentang aksesoris bahkan bisa lebih gila lagi. Coba lihat koleksi sepatu Lady Gaga ini.


Ternyata dalam hal fashion sesungguhnya pada dasarnya semua perempuan itu sama nalurinya, tidak ada banyak perubahan pada perempuan zaman Victoria hingga zaman Lady Gaga. Yang membedakan hanya di bentuk simbol-simbol kecantikannya saja. Kalau demikian halnya, apakah fashion itu menjadi symbol ekspresi kebebasan atau justru sebaliknya malahan membelenggu dan menindas perempuan ?


Sabtu, 16 Juli 2011

Tentang Niat Baik

If you are honest and frank, people may cheat you
Be honest and frank anyway
(The Final Analysis - Mother Teresa)

Baru saja kemarin – Jum’at  15 Juli 2011- aku mendapatkan pelajaran berharga dari dinamika kehidupan sosial bertetangga.  Kejadiannya  saat aku habis pulang kerja, ada seorang laki-laki dewasa usia akhir 30-an hilir mudik di depan jalan rumahku. Ternyata orang itu kakaknya tetangga depan rumah persis,   yang kebetulan saat itu sedang ke rumah mertuanya yang punya hajatan menikahkan adiknya. Karena orang itu jauh-jauh datang dari Semarang maka kupersilahkan masuk rumahku dan kuajak bicara.
Dari ngobrol basa-basi sebentar, dia kemudian minta tolong untuk meneleponkan adiknya itu. Saat itu sebenarnya aku agak curiga kenapa di jaman semua orang punya HP dia tidak punya nomor HP adiknya. Tapi karena kasihan ya aku keluar cari tahu ke tetangga karena kebetulan aku juga tidak punya nomor HPnya. Saat aku keluar, aku minta  ibuku menemaninya ngobrol, karena saat itu anak-anakku sibuk di kamarnya masing-masing. Setelah kesana kemari mencari tahu ternyata tidak ada yang punya nomor  HP adiknya, yang diketahui hanya alamat rumah mertuanya yang sedang punya hajatan itu.
Tak lama kemudian aku lihat ibuku menyusulku keluar dan bilang kalau orang itu mau ke tempat saudaranya , tapi kehabisan uang dan minta pinjam. Langsung saja aku kembali ke rumah dan kuberi Rp50 ribu dan kutawarkan bantuan untuk memanggilkan taksi. Tapi buru-buru dia jawab tidak usah, mau naik bis saja dan buru-buru minta pamit sepertinya tergesa-gesa banget. Ya sudah,  uangnya aku berikan. Orang itu langsung saja jalan dengan cepat sekali.
Habis orang itu pergi, aku menjadi merasa tidak  enak. Dan benar saja ada sesuatu yang terjadi dan  hal itu baru kuketahui saat suamiku pulang kerja dan menanyakan HPnya yang hari itu ketinggalan di rumah . Aku jawab tadi pagi ada di tempat biasanya yaitu dekat telepon rumah. Ternyata HP itu tidak ada. Aku jadi curiga orang itu pasti mengambilnya saat ibuku meninggalkannya sendirian di ruangan. Karena orang itu satu-satunya yang bertamu ke rumahku hari itu.
Aku tidak menyalahkan ibuku yang tidak menaruh curiga dan berprasangka baik pada orang itu.  Aku sendiri pun juga yakin kalau dia saudaranya tetanggaku, karena fisiknya dengan jelas menunjukkan ciri etnis yang sama dengan tetangga depan rumahku. Etnis apa itu, saya kira tidak etis untuk menyebutkannya disini. Aku juga tidak  mau berpikiran rasialis dan men-judge orang secara stereotip. Selain itu, selama ini hubunganku dengan tetangga depan rumahku itu juga baik-baik saja. Orangnya bukan orang yang sulit atau orang yang suka ribut dengan tetangga.
Malam harinya,  langsung saja aku dan suamiku  mencari rumah orang tua tetanggaku yang beralamat di kampung di kotaku yang dikenal sebagai kantung komunitas etnis tertentu.  Di sana aku hanya menemui kerabat yang menunggu rumah, karena semua keluarga ada di gedung resepsi. Setelah memperkenalkan diri aku menyampaikan maksud kedatanganku yaitu  memberitahukan dan sekaligus meminta konfirmasi apakah benar orang bernama A dengan ciri-ciri fisik tertentu adalah kakak tetanggaku. Disitu akhirnya aku memperoleh informasi yang kuinginkan. Orang itu benar kakaknya tetanggaku, tapi namanya bukan A tapi B. Dia itu biang kerok di keluarganya. Dulunya pernah menjadi pecandu narkoba dan orang tuanya telah menghabiskan banyak uang untuk mengobatinya. Dia juga pernah tinggal di kampung situ, tapi karena sering menipu akhirnya pernah mau dikeroyok oleh orang sekampung. Jadi orang di kampung itu sudah tahu track record buruk tamuku tersebut.
Akhirnya, aku bilang ke suamiku untuk merelakan HPnya. HP tersedia banyak di toko  dan bisa dibeli. Tapi dia tidak berhenti menyesali HPnya itu. Aku tidak menyalahkannya. Memang nilai sebuah HP bukan diHPnya , tapi pada file dan nomor-nomor telepon  di dalamnya dan itu yang membuat suamiku ‘gelo’ bukan main.
Yah, ternyata untuk berbuat lumrah menurut etika bermasyarakat sekarang ini orang harus berpikir keras. Spontanitas bertindak menurut kata hati yang ingin sekedar menolong tetangga justru dimanfaatkan orang yang punya niat jahat. Pepatah Jawa yang pas untuk kejadian  ini adalah ‘ditulung menthung’  - ditolong malahan memukul (menyakiti atau mencelakakan yang menolong).
Dengan adanya kejadian semacam ini, apakah kita harus berpikir ulang untuk berbuat baik? Apakah kita harus meninggalkan hidup bertetangga yang guyup saling tolong menolong dalam kebersamaan  yang  semua itu sudah diajarkan dan dipraktekkan nenek moyang kita sejak dulu? Apakah kehidupan modern harus memaksa kita membangun tembok keamanan dan sekat-sekat berdasarkan kesamaan kepentingan atau kesamaan identitas?  Haruskah kita membentengi diri dengan senantiasa memelihara kecurigaan? Betapa paranoidnya orang semacam ini.
Tindakan yang sebaiknya diambil menurutku adalah seperti yang dinasehatkan oleh Bunda Teresa dalam puisinya yang berjudul  The Final Analysis yang intinya menyatakan perbuatan baik yang kita lakukan belum tentu  membawa akibat  yang baik pula. Niat baik terkadang masih dicurigai ketulusannya atau dianggap mempunyai motif terselubung. Bahkan apabila kita berusaha bertindak baik , jujur dan terus terang mungkin orang akan menipu daya kita. Meskipun begitu janganlah kita berhenti untuk berbuat baik, jujur dan berterus terang. Karena perihal ketulusan dan niat baik manusia yang paling tahu adalah Tuhan sendiri. Penilaian terakhir (final analysis) ada padaNya, bukan antara kita dengan mereka (manusia).  Inilah terjemahan The Final Analysis  selengkapnya :
“PADA AKHIRNYA” (The Final Analysis)

People are often unreasonable,illogical,and self-centered
Forgive them anyway
Orang seringkali kurang bijaksana, tak bisa berpikir jernih, bahkan cenderung egois
Tetaplah ampuni mereka

If you are kind, people may accuse you of selfish, ulterior motives
Be kind anyway
Jika engkau berupaya menjadi orang yang baik, engkau mungkin dituduh egois dan punya motif terselubung
Tetaplah berusaha menjadi baik

If you are successful, you win some false friends and some true enemies
Succeed anyway
Jika engkau sukses, banyak orang akan berusaha memanfaatkan bahkan memusuhimu
Tetaplah berupaya meraih sukses

If you are honest and frank, people may cheat you
Be honest and frank anyway
Jika engkau jujur dan berterus terang, engkau mungkin akan sering ditipu
Tetaplah jujur dan berterus terang

What you spend years building, someone could destroy overnight
Build anyway
Apa yang kaubangun dengan kerja keras selama bertahun-tahun mungkin bisa hancur dalam semalam
Tetaplah berusaha membangunnya

If you find serenity and happiness, they may be jeolous
Be happy anyway
Jika engkau hidup bahagia dan sejahtera, mereka mungkin akan cemburu
Tetaplah berbahagia

The good you do today people will often forget tommorrow
Do good anyway
Perbuatan baik yang kaulakukan hari ini seringkali sudah akan terlupakan besok
Tetaplah berbuat baik

Give the world the best you have, and it may never be enough
Give the world the best you've got anyway
Berikan yang terbaik kepada dunia, sekalipun mungkin takkan pernah cukup
Tetaplah berupaya memberi yang terbaik

You see, in the final analysis, it is between you and GOD
It was never between you and them anyway
Pada akhirnya, yang tinggal hanyalah antara engkau dan TUHAN
Bukan antara engkau dan mereka

Antara Kita dan ‘DIA’, Bukan ‘Mereka’


(terjemahan bahasa Indonesia dikutip dari SINI )


Sabtu, 09 Juli 2011

Tentang Imajinasi Manusia


There is nothing so disobedient as an undisciplined mind, and there is nothing so obedient as a disciplined mind  (Budha) 

 
Ada pendapat yang menyatakan bahwa kemampuan manusia untuk membayangkan, menafsirkan dan membangun gagasan itu laksana lautan – luas dan tidak ada batasnya. Khayalan, imajinasi dan daya kreasi otak manusia itu bisa mengembara menjelajah ke wilayah mana pun.
Apakah berimajinasi itu hanya kemampuan yang dimiliki manusia? Apakah binatang itu bisa melamun, bisa berimajinasi seperti manusia? Apakah binatang mampu meramal? Jawabnya jelas tidak. Perilaku hewan hanya didorong oleh naluri atau instingnya untuk bertahan hidup atau kebutuhan prokreasi. Berpikir dan berimajinasi itu spesifik kemampuan manusia. Manusia adalah makhluk imajinatif – imaginative animals.
Karena itulah, sikap dan perilaku  manusia itu tidak semata didorong oleh naluri atau instingnya tapi ditentukan  oleh cara berpikirnya. “You are what you think” atau “It is all in the mind”. Imajinasi dan pikiran manusia menentukan cara memahami dan memaknai suatu realitas. Pemaknaan akan menentukan cara mempersepsikan atau cara pandang, dan selanjutkan cara pandang akan menggerakkan bagaimana manusia akan bertindak dan berperilaku.
Persoalannya manusia seringkali menyalahkan atau mengkambinghitamkan factor-faktor di luar dirinya sebagai penyebab dilakukannya suatu tindakan padahal sesungguhnya pemicunya ada di otak atau pikiran manusia itu sendiri.
Contoh umum adalah kecenderungan menyalahkan perempuan dalam peristiwa pelecehan seksual. Dalam tindak pelecehan seksual terhadap perempuan biasanya orang memvonis kejadian itu terjadi karena si perempuan yang memamerkan daya tarik tubuhnya, berpakaian tidak sopan atau berperilaku genit sehingga menggoda laki-laki. Jarang orang berpikir sebaliknya, pelecehan seksual terhadap perempuan terjadi karena laki-laki tidak mampu mengontrol syahwatnya.
Laki-laki yang tidak bisa mengontrol nafsunya akan berkilah, salahnya sendiri mengapa memancing nafsu lelaki, tahu sendiri kan lelaki itu mudah tergoda jadi ya jangan menggoda. Tidakkah terpikir dengan menggunakan alasan ini sebenarnya laki-laki menempatkan dirinya tak ubahnya dengan binatang yang hanya punya naluri dan insting kalau ada umpan atau mangsa di depannya tanpa banyak berpikir ya langsung tubruk dan terkam saja.
Manusia itu berbeda dengan binatang karena daya pikirnya. Nalar atau pikiran manusia yang mengendalikan naluri dan instingnya. Manusia bersikap, berperilaku dan bertindak tidak secara spontan dipicu dorongan naluri, tapi dilandasi oleh pemikiran tentang apa untung ruginya, baik buruknya bagi dirinya sendiri maupun orang lain. Ini yang menjadi keunikan manusia.
Kalau untuk mencegah tindak pelecehan terhadap perempuan, kemudian perempuannya yang harus dikawal dan dikurung, sesungguhnya ini merupakan pelecehan terhadap laki-laki seolah-olah laki-laki itu tak ubahnya binatang ganas dan liar yang kalau melihat mangsa yang menggairahkan langsung terkam dan embat. Seolah-olah laki-laki itu tidak bisa mengontrol syahwatnya sehingga perempuan harus dipisahkan sejauh mungkin dari laki-laki.
Apakah ada jaminan kalau perempuan ditutup rapat dan dijauhkan dari laki-laki , terus para lelaki akan menjadi laki-laki baik-baik dan lebih setia pada  istrinya ? Laki-laki tidak akan lagi tergoda atau berzinah dengan  perempuan lain?
Ada yang terlupa disini, siapa yang bisa mengontrol pikiran manusia? Siapa yang bisa membatasi daya imajinasi manusia? Siapa bisa membersihkan pikiran kotor manusia?

Tentang pikiran manusia kata-kata bijak Budha mengatakan demikian : "" You can close the windows and darken your room, and you can open the windows and let light in. It is a matter of choice. Your mind is your room. Do you darken it or do you fill it with light?".  Intinya, yang membuat kotor (gelap) atau bersih (terang) pikiran manusia adalah manusia itu sendiri. Pikiran seumpama sebuah kamar. Kamar menjadi terang kalau kita membuka jendela dan membiarkan cahaya meneranginya. Sebaliknya kalau jendela itu selalu tertutup, cahaya tidak bisa memasukinya.   
Karena itu selama masih ada laki-laki yang tak bisa mengontrol pikiran dan imajinasinya, maka  bagi perempuan tak ada pilihan lain kecuali hati-hati menjaga tubuhmu karena ancaman bisa datang darimana saja.
Cerpen “Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi”  karya Seno Gumira Ajidarma  ini dengan cerdas dan kritis menunjukkan betapa luas dan liarnya  imajinasi manusia
gambar : dilibrary.acu.edu.au