Jumat, 30 Desember 2011

Renungan Akhir Tahun : Tentang Waktu , Perjalanan Hidup Manusia dan Selebrasi

“He has made everything beautiful in its time. Also he has put eternity in their hearts, except that no one can find out the work that God does from beginning to end.”  
        - Ecclesiastes 3:11 


Desember adalah bulan terakhir dalam rentang waktu satu tahun. Akhir bulan Desember  adalah saat yang pas untuk merenungkan tentang makna waktu dalam perjalanan hidup seorang manusia. 

Perjalanan hidup manusia adalah persinggahan dari suatu waktu atau momen ke suatu waktu atau momen lainnya. Waktu selalu berganti. Waktu selalu bergerak, tidak tinggal tetap.  Suka- duka, gagal- sukses, sehat- sakit, cinta- benci, konflik- rekonsiliasi, perang- damai  adalah dinamika  perjalanan hidup manusia.

Tahun hanyalah durasi waktu. Waktu satu tahun terbagi dalam bulan. Bulan terbagi dalam minggu dan minggu ke dalam  hari. Satu hari adalah durasi waktu yang dibutuhkan Bumi untuk berputar pada porosnya. Satu tahun adalah durasi waktu bagi Bumi untuk berotasi mengelilingi matahari. 

Jika dipahami sebagai fenomena alam sesungguhnya memperingati pergantian tahun sama saja dengan memperingati Bumi yang telah berhasil berotasi mengelilingi matahari dengan selamat tidak ada gangguan sekecil apa pun – (amit-amit jangan sampai terjadi deh,  kalau terjadi gangguan sekecil apa pun itu sudah dapat dikatakan  kiamat)

Kalau tahun hanyalah masalah durasi waktu yang merupakan suksesi dari detik, menit, jam, hari, minggu, bulan ke tahun, mengapa pergantian durasi waktu satu tahun menuju tahun berikutnya menjadi begitu penting bagi manusia sehingga perlu dirayakan sedemikian hebohnya?  

Bagi manusia perubahan durasi waktu ke durasi waktu bukanlah sekedar hitungan pergantian dari hari ke bulan, bulan ke tahun. Waktu satu tahun dalam hitungan usia hidup manusia adalah jangka waktu yang cukup lama.  Pergantian tahun berarti bertambah satu tahun usia perjalanan hidup manusia di bumi dimana selama itu banyak peristiwa yang terjadi dan mewarnai perjalanan hidupnya. Manusia adalah makhluk selebrasi– segala sesuatu yang dianggap penting dan menentukan jalan hidupnya akan dijadikan momen peringatan yang dikenang dalam bentuk ritual perayaan. 

Sejarah perayaan Tahun Baru pada dasarnya berasal dari berbagai cara kuno yang digunakan masyarakat untuk menyambut musim panen baru.  Asal-usul adat istiadat yang terkait dengan perayaan Tahun Baru, mengambil akar dalam cara-cara masyarakat kuno memaknai Tahun Baru yang diamati tidak jauh dari kegiatan pertanian. Untuk orang Indian Creek, misalnya, pematangan jagung pada bulan Juli atau Agustus menandai berakhirnya satu tahun dan awal datangnya tahun yang baru (theholidayspot.com/).

Suku Indian asli,  Iroquois, memulai tahun baru pada bulan Januari, Februari atau Maret dengan melakukan upacara pengusiran roh jahat. Untuk mengusir roh-roh jahat yang berbondong-bondong datang pada  bulan-bulan pergantian tahun, mereka  membuat membuat bunyi-bunyian yang memekakkan telinga seperti meniup terompet dan memukul drum. Cara ini nampaknya menjadi ide yang melandasi mengapa di tengah malam pergantian tahun kita mendengar suara hiruk-pikuk yang memekakkan telinga seperti sirene, klakson mobil, peluit kapal, terompet, lonceng gereja, drum, panci - dan apa saja yang dibunyikan bareng-bareng saat puncak pergantian tahun.  (theholidayspot.com/) 

Sejak tahun 1900an mulai berkembang kebiasaan menghabiskan malam akhir tahun dengan berkumpul bareng-bareng di satu tempat (umumnya di hotel, tempat wisata atau turun ke jalan). Atribut dan pernak-pernik pesta seperti membunyikan terompet atau bunyi-bunyian lainnya, pesta kembang api dan begadang semalam suntuk menghabiskan sisa hari di akhir tahun  menjadi penanda perayaan penutup tahun sekaligus menyambut tahun yang baru. (wikipedia.org/). Budaya yang semula hanya dipraktekkan di Negara-negara Amerika dan Eropa , di abad globalisasi dan tehnologi komunikasi saat ini telah menyebar dan diadopsi sebagai budaya masyarakat global.  Pesta perayaan akhir tahun untuk menyambut pergantian kalender Masehi menjadi ritual tahunan yang rutin dijalani oleh manusia di hampir semua Negara di dunia, khususnya mereka yang tinggal di wilayah perkotaan. 

Para warga kaya di kota-kota besar yang terintegrasi dalam budaya atau gaya hidup global  akan merayakan malam tahun baru dengan berpesta pora menghabiskan anggaran jutaan hingga milyaran. Hura-hura pesta akhir tahun ,khususnya yang dirayakan di hotel-hotel dan resort-resort mewah di seluruh kota besar dan destinasi wisata di dunia merupakan bagian dari gaya hidup hedonistis manusia kaya yang memang telah cukup bahkan berlimpah secara finansial, sehingga mengeluarkan uang puluhan atau ratusan juta hingga milyaran untuk membiayai gaya hidup yang konsumtif merupakan hal yang enteng. Selebrasi akhir tahun adalah saatnya membahagiakan diri, saatnya bersenang-senang menikmati hidup , melepaskan diri dari kejenuhan dan kepenatan fisik dan psikis akibat tekanan pekerjaan  selama satu tahun bekerja. 

Jika dulu biasanya orang menyambut tahun baru dengan tirakatan, perenungan,  dzikir, atau dengan melakukan puasa. Sekarang ini orang yang memilih cara bersunyi sepi dalam meditasi dan kontemplasi tidak lah banyak. Sebagian besar kita memilih larut dalam suasana selebrasi penuh kegembiraan. Setiap orang bebas untuk memilih cara apapun untuk memaknai pergantian tahun. Ada yang sudah jenuh dengan kebisingan hiruk pikuk dan carut marut kehidupan yang semakin materialistis-konsumtif dan merindukan suasana yang tenang, sunyi sepi untuk mendapatkan  kembali ketenangan dan kepuasan batin melalui jalan meditasi dan refleksi. Ada yang sudah lelah dengan tuntutan dunia kerja yang semakin keras dan sangat kompetitif, dan membutuhkan suasana bebas, lepas, dan penuh keceriaan.  Kelompok terbesar adalah mereka yang merayakan tahun baru karena terseret eforia massa yakni hasrat berkumpul dan bergembira bersama memperingati suatu yang sungguh abstrak  -pergantian satu durasi waktu : satu tahun.  Ada lagi kelompok yang tak tahu atau tak mau tahu atau tak perduli dengan waktu. Manusia yang tidak sadar waktu adalah mereka yang menjalani hidupnya mengalir apa adanya, jauh dari jamahan tehnologi dan gaya hidup modern.  Tantangan dan problem kehidupan hanya seputar diri, keluarga dan komunitasnya. Mereka bahkan mungkin tidak mengenal apa itu detik, menit, jam, minggu, bulan dan tahun. Tidak ada jam dan kalender di dinding rumahnya. Apa itu tahun baru dengan segala eforianya, tidak pernah terlintas di benak mereka. 

Setiap manusia mempunyai beban persoalan sendiri-sendiri yang butuh pelepasan sesuai dengan cara yang diinginkannya . Cara apapun yang dipilih tentunya itu yang dianggap paling memuaskan dan paling bisa memberi kebahagiaan batin. Setelah sepanjang tahun menjalani kehidupan yang keras dan kejam, manusia butuh keseimbangan. Selebrasi tahun baru – dengan cara apapun – adalah media untuk mencapai keseimbangan. 

Menurut saya, yang paling bahagia adalah manusia yang tidak mengenal jangka waktu dan dibelenggu oleh waktu dan tenggat waktu. Setiap saat, setiap momen, setiap hari adalah hari-hari baru dengan semangat baru. Hidup adalah persinggahan sementara manusia ke bumi. Bagaimana kita mau mengisi kunjungan itu tergantung pada diri kita masing-masing. Waktu adalah kesempatan yang diberikan oleh Tuhan. Kita tidak bisa memperpanjang waktu yang diberikan pada kita, tetapi kita dapat menggunakannya dengan bijaksana atau sebaliknya mengisinya dengan hal-hal yang sia-sia. Keputusan sepenuhnya ada di tangan kita.

Apa pun cara yang dipilih untuk menghabiskan akhir tahun 2011 saya berharap semoga itu bisa mendatangkan kebahagiaan dan keseimbangan hidup bagi anda semua. Akhirnya saya ucapkan : Selamat Tahun Baru 2012 ! God Bless Us !

Untuk  menyambut Tahun Baru 2012, lagu Enya "ONLY TIME " saya rasa cocok untuk menemani perenungan soal waktu dan perjalanan hidup manusia.


Gambar : ridgepointeseniorliving. com


Kamis, 15 Desember 2011

Tentang Ibu dan Hari Ibu


I love my mother as the trees love water and sunshine - she helps me grow, prosper, and reach great heights.  ~Terri Guillemets (quotegarden.com)

Kasih ibu......hanya memberi, tak harap kembali. Bagai sang surya menyinari dunia (bagian  lirik lagu Kasih Ibu)

Beberapa hari lagi - tanggal 22 Desember - kita akan memperingati Hari Ibu.  Untuk menyambut hari ibu mari kita mengenali sejarah dibalik peringatan Hari Ibu dan  merenungkan seberapa penting peran seorang ibu sehingga kita merasa perlu menghargainya dalam suatu perayaan khusus.

Hari Ibu adalah perayaan untuk menghormati sosok ibu dan peran ibu dalam keluarga. Perayaan Hari Ibu diperingati di banyak Negara dengan tanggal dan bulan yang berbeda-beda, pada umumnya di sekitar bulan Maret, April, Mei. Peringatan Hari Ibu dengan tanggal yang berbeda-beda menunjukkan bahwa tiap-tiap Negara memiliki motif dan latar belakang historis yang berbeda-beda dalam memaknai hari ibu. Di Negara-negara Barat,  Hari Ibu atau Mother’s Day diperingati di minggu kedua bulan Mei. Dilihat dari sejarahnya, peringatan Hari Ibu di Barat bersumber pada festival atau perayaan di zaman Romawi untuk memperingati Cybele – dewi Yunani ibu dari para dewa termasuk Zeus (mothersdaycentral.com). 

Di Negara-negara Arab, Hari Ibu diperingati pada tanggal 21 Maret, di Afghanistan tanggal 12 Juni, di Banglades pada minggu keempat bulan Mei. Di Jepang Hari Ibu diperingati pada tanggal 6  Maret untuk menghormati ibu dari Kaisar Akihito. Bagaimana dengan di Indonesia? Di Indonesia Hari Ibu diperingati pada tanggal 22 Desember, tanggal ini diambil dari tanggal saat dilaksanakan Konggres Perempuan Indonesia yang pertama yang diselenggarakan di Dalem Jayadipuran Yogyakarta ( sekarang menjadi kantor Balai Pelestarian Sejarah dan dan Nilai Tradisional)  pada tanggal 22 – 25 Desember 1928. Konggress ini diikuti oleh 30 organisasi perempuan di Pulau Jawa dan Sumatera.  Ide untuk menjadikan tanggal 22 Desember sebagai Hari Perempuan muncul saat Konggres Perempuan yang Ke-3 dan kemudian disetujui oleh Presiden Soekarno melalui Dekrit Presiden No. 316  Tahun 1959. Tujuan utama peringatan Hari Ibu di Indonesia adalah untuk memperingati atau menghargai semangat para perempuan Indonesia yang berjuang demi bangsa dan Negara (wikipedia.org)

Sebenarnya kalau peringatan Hari Ibu di Indonesia mengambil momen Konggres Perempuan Indonesia yang pertama dan semangatnya untuk menghargai peran perempuan dalam kehidupan bangsa, maka lebih cocok bila disebut Hari Perempuan atau Women's Day ,  bukan Mother's Day yang ditujukan untuk merayakan peran ibu rumahtangga (motherhood). Saat ini, peringatan Hari Ibu di Indonesia tidak jauh berbeda dengan di Negara Barat, dirayakan untuk mengekspresikan rasa sayang dan hormat pada sosok ibu.  Ekspresi rasa sayang ibu ini dinyatakan dengan menghadiahi para ibu dengan bunga , pesta-pesta, atau dengan menyelenggarakan lomba-lomba yang tak beda jauh dengan perayaan hari Kartini seperti lomba memasak, berkebaya atau memanjakan para ibu dengan membebaskan mereka dari beban tugas rumah tangga sehari-hari. 

Di Amerika Serikat, Hari Ibu merupakan hari libur nasional sehingga dirayakan besar-besaran oleh banyak orang. Sebagai suatu perayaan, Hari Ibu seperti halnya perayaan lainnya tidak dapat steril dari komersialisasi. Menurut IBIS World , penerbit riset bisnis, orang Amerika membelanjakan $ 2,6 milyar untuk membeli bunga, $ 1, 53 milyar untuk hadiah lain-lain dan $ 68 juta untuk kartu ucapan. Komersialisasi yang berlebihan terhadap perayaan Hari Ibu telah membuat pencetus Hari Ibu di Amerika, Anna Jarvis , menyesal telah mengusulkan ide Hari Ibu  (  “wished she would have never started the day because it became so out of control ..." - Wikipedia).
 
Di Indonesia, kritik atau penolakan pada perayaan Hari Ibu juga dilontarkan oleh sebagian masyarakat dengan alasan mengingat sejarah peringatan Hari Ibu di Barat yang bersumber pada penghormatan atau penyembahan pada sosok dewi Cybele atau Dewi Rhea – ibu para dewa. Alasan ini tentunya tidak tepat karena ternyata latar belakang historis Hari Ibu di Indonesia jauh berbeda dengan Hari Ibu di Eropa.  Selain karena alasan historis,  mereka yang tidak setuju dengan peringatan Hari Ibu juga berpendapat bahwa untuk menghormati sosok ibu bisa dilakukan setiap saat, setiap hari, sehingga tidak dibutuhkan satu perayaan khusus. 

Menyimak kontroversi seputar peringatan Hari Ibu, jadi  timbul pertanyaan : Penting nggak sih kita memperingati Hari Ibu? Apakah para ibu masih butuh pengakuan atas kontribusi mereka dalam kehidupan keluarga dalam bentuk perayaan khusus bagi mereka?
 
Saya kira  kinerja riil perempuan yang disebut ibu dalam mengelola kehidupan sebuah keluarga sudah menjadi bukti yang tak terbantahkan. Seribu hari peringatan untuk menghargai jasa para ibu belum cukup untuk mengimbangi pengabdian mereka. Karena itu, benar kalau ada yang berpendapat bahwa sesungguhnya kita tidak butuh satu hari khusus untuk menghargai jasa seorang ibu. Penghargaan pada ibu seharusnya dilakukan setiap hari. 

Namun, sudahkah kita semua setiap saat menyadari dan  menghargai kontribusi seorang  ibu ?

Tidakkah rutinitas kerja dan aktivitas sehari-hari telah menyita hampir sebagian besar waktu manusia sehingga tiap-tiap anggota keluarga sibuk dengan urusannya sendiri-sendiri, semakin banyak waktu mereka yang dihabiskan di luar rumah dengan komunitasnya sendiri-sendiri.  Seorang ibu rumah tangga yang murni mengabdi pada keluarga menjadi tak ubahnya pembantu rumah tangga yang mengerjakan hampir semua  urusan domestik anak-anak dan suaminya. Apakah setiap saat kita menyadari kerja keras seorang ibu? Tidakkah kita cenderung menganggap makanan yang tersaji di meja makan, rumah dan baju yang bersih dan rapi sebagai hal yang sudah tersedia begitu saja tanpa menyadari bagaimana proses untuk menyiapkan semua itu? 

Kalau selama ini pikiran dan waktu kita habis untuk kegiatan kita sendiri-sendiri di luar rumah, maka kita memang butuh meluangkan sekedar satu hari khusus untuk merenungkan apa makna dan kontribusi ibu dalam hidup kita. Satu hari saja, pikiran dan mata hati kita disegarkan kembali untuk bisa memahami kerja keras seorang ibu. Satu hari saja kita bebaskan para ibu untuk lepas dari rutinitas domestiknya. Kita bahagiakan mereka dengan sekedar memberikan surprise atau bahkan sekedar peluk hangat penuh kasih sayang : Selamat Hari Ibu, Mama/Bunda/Ibu! 

Saya kira ibu yang sejati tidak butuh pengakuan, penghargaan atau imbalan untuk apa yang dilakukannya bagi keluarga. Tapi hati mereka akan berbunga-bunga dan matanya akan berkaca-kaca kalau dia mendapatkan pelukan hangat penuh cinta dari anak dan suami , terlebih kalau peluk sayang itu diberikan tiap hari tidak hanya di Hari ibu saja.  Mildred B. Vermont (quotegarden.com) menyebut cinta yang tulus dan murni  sebagai upah tak ternilai bagi seorang ibu  : Being a full-time mother is one of the highest salaried jobs in my field, since the payment is pure love (menjadi ibu rumah tangga sepenuhnya adalah pekerjaan dengan gaji paling tinggi, karena upahnya cinta yang murni).

Menyambut hari Ibu ini,  mari kita simak renungan dan lirik lagu yang mengekspresikan  rasa cinta pada sosok seorang ibu dan  betapa mulia peran yang dijalankannya. Gambaran tentang sosok ibu dan misi yang diembannya dapat ditemukan dalam percakapan yang indah dan mengharukan berikut ini :

The child asked God, "They tell me you are sending me to Earth tomorrow, but how am I going to live there being so small and helpless?"
God said, "Your angel will be waiting for you and take care of you."

The child further inquired, "But tell me, here in heaven I don't have to do anything but smile and sing to be happy."
God said, "Your angel will sing for you and also will smile for you. And you will feel your angel's love and be very happy."

Again the child asked, "And how am I going to be able to understand when people talk to me if I don't know the language?"
God said, "Your angel will tell you the most beautiful and sweet words you will ever hear, and with much patience and care your angel will teach you how to speak."

"And what am I going to do when I want to talk to you?"
"Your angel will place your hands together and teach you how to pray."

"Who will protect me?"
"Your angel will defend you even if it means risking it's life."

"But I will always be sad because I will not see you anymore."
God said, "Your angel will always talk to you about me and will teach you the way to come back to me, even though I will always be next to you."

At that moment there was much peace in heaven, but voices from Earth could be heard and the child hurriedly asked, "God, if I am to leave now, please tell me my angel's name."
"You will simply call her "Mom."  (Author Unknown- angelfairy.us)

Dan ini visualisasi dalam BAHASA INDONESIA dari dialog di atas.



Apa dan siapa seorang perempuan yang disebut ibu juga dituliskan dalam lirik-lirik lagu berikut ini :

Ibu itu bak malaikat tak bersayap bagi anak-anaknya - dituliskan dalam lirik lagu Dewi Lestari - MALAIKAT JUGA TAHU .

Ibu itu seorang perempuan yang kuat bak superhero -  dituliskan dalam lirik lagu SUPER WOMAN

Ibu itu akan selalu mendoakan kebahagiaan anak-anaknya sehingga DI DOA IBU nama kita akan selalu disebut. 



Ibu adalah orang terdekat tempat kita berbagi rasa , sahabat paling dekat yang siap setiap saat menampung curahan hati kita. Karena itu, selagi ibu masih di sisi kita , dimana pun dia berada hendaknya kita senantiasa menjalin  komunikasi dengannya untuk mengabarkan  hal-hal kecil dan pribadi sekalipun , misalnya  memberitahukan siapa calon menantunya ...seperti lirik lagu  MOTHER HOW ARE YOU TODAY  
 

Akhirnya, menjelang Hari Ibu   mari bersama-sama kita renungkan pertanyaan di bawah ini :

Sebagai ibu apakah saya bisa menjadi sosok ibu sebagaimana ditulis dalam prosa dan lirik lagu-lagu di atas?

Sebagai  anak apakah saya bisa menghargai peran penting  ibu dalam hidup saya? 

Apakah kita telah membalas semua kerja keras dan kasih sayang ibu dengan cinta kasih yang murni (pure love)? Kalau belum, yuk di Hari Ibu ini kita hadiahi para ibu dengan pelukan sayang (sebagai ibu saya akan menunggu hadiah indah ini – sekedar ucapan atau pelukan akan membuat hati saya bahagia )

Gambar : GM Sudarta - imronspiritlife.blogspot.com

Sabtu, 03 Desember 2011

Lagi-lagi Tentang Kesetiaan


Di tulisan saya “Tentang Kesetiaan” saya mengulas tentang tingginya angka perceraian di Indonesia dan salah satu factor penyebabnya yakni perselingkuhan. Kali ini kembali saya ingin mengangkat isu tersebut. Mengingat begitu banyaknya kasus itu terjadi di lingkungan orang-orang terdekat dan di depan mata saya. 

Perselingkuhan atau infidelity  sudah menjadi hasrat bawaan manusia. Ada pendapat mengatakan bahwa manusia itu punya kecenderungan poligami ketimbang monogami. Monogami, setia pada satu pasangan merupakan perjuangan terus-menerus untuk mengendalikan godaan nafsu berselingkuh. Ini tidak mudah.  Terlebih di zaman tehnologi komunikasi yang memberi kemudahan luar biasa bagi manusia untuk melakukan perselingkuhan. Berita tentang perselingkuhan lewat facebook banyak sekali tersebar di internet dan dapat kita temui di teman, keluarga, bahkan suami atau istri kita sendiri. Dunia semakin gila. Zaman edan. 

Mungkin ada yang berpendapat sepanjang perselingkuhan itu tidak melibatkan kontak fisik atau seksual  itu bukan perselingkuhan yang sesungguhnya. Sepanjang rayuan gombal dengan mengumbar kata-kata mesra layaknya sepasang kekasih itu hanya di dunia maya atau lewat HP itu sekedar guyonan atau selingan saja, bukan perselingkuhan. Benarkah demikian? Bagaimana kalau yang mengobral rayuan gombal bak don juan itu suami atau istri kita sendiri? Suami yang di rumah mungkin menunjukkan suami yang setia dan  sayang pada istri atau anak-anaknya , tapi di dunia maya dia bisa berlagak bak ABG yang lagi kasmaran.  Mengumbar kemesraan lewat facebook sekalipun hanya lewat kata-kata sudah bentuk pengkhianatan, suatu “perselingkuhan emosional”. Karena tidak mungkin sapaan mesra itu dilontarkan tanpa melibatkan rasa sayang dan perhatian – ada emosi cinta bahkan mungkin nafsu di dalamnya. Ini jalan menuju perselingkuhan fisik, karena kalau perselingkuhan emosi itu sudah sedemikian intens atau mendalam merasuk ke hati tentu akan ada keinginan untuk bertemu di dunia nyata.  

Abad digital, era HP dan facebook telah memfasilitasi wabah perselingkuhan. Tidak semua pasangan yang dikhianati bisa menerima dengan kepala dingin, sekedar perselingkuhan kata-kata sekali pun. Karena itu berpisah atau bercerai sering dipilih sebagai solusi. Rasa sakit hati dikhianati tak mudah untuk disembuhkan, terlebih kalau kita selama ini telah berjuang untuk setia menerima apa adanya pasangan kita. Dia dengan mudahnya membalas semua kesetiaan  itu dengan  pengkhianatan. Mungkin waktu bisa melunturkan dendam, namun sakit hati itu akan menjadi trauma yang tertanam sepanjang hidup. Dan akibat fatal dari pengkhianatan atau perselingkuhan adalah hilangnya kepercayaan atau trust pada pasangan. Trust adalah rasa percaya yang disitu mengandung rasa hormat dan penghargaan pada integritas seseorang. Seorang yang telah berkhianat , menjadi kehilangan integritasnya di mata pasangannya. Ketidakpercayaan itu akan selalu menjadi prejudice menjadi syak wasangka, ketidakpercayaan pada janji dan ucapannya. Integritas dan rasa saling percaya adalah fondasi mendasar dalam perkawinan. Betapa bahayanya bila fondasi ini retak. 

Karena itu tidak heran banyak pasangan – terutama yang belum memiliki anak - yang akhirnya lebih memilih untuk berpisah, ketimbang terus bertahan dalam hubungan yang tidak ada lagi rasa hormat pada pasangan.  Namun, banyak juga yang memilih untuk bertahan dan mencoba memperbaiki mahligai yang retak itu semata demi anak-anaknya. Beberapa teman dekat perempuan yang mengalami dikhianati suaminya ada yang bertahan meskipun diduakan dan dengan ikhlas menerima dipoligami. Ajaran agama nampaknya menjadi sumber kekuatan yang sangat besar. Keyakinan bahwa semua itu sudah kehendak Tuhan membuat mereka percaya bahwa ketulusan hati menerima poligami merupakan bentuk ibadah kepada Tuhan. Bagi penganut agama yang melarang perceraian, bertahan dalam biduk rumah tangga yang retak akan dipahami sebagai komitmen pada sumpah setia yang diucapkan saat ikrar pernikahan di depan Tuhan. “Apa yang sudah disatukan oleh Tuhan, hendaknya tidak dipisahkan oleh manusia.”  Bagaimana perasaan dikhianati oleh pasangan dan tetap bertahan meski dalam rasa cinta yang tak lagi utuh , semata demi cintanya pada Tuhan tergambar dalam surat cinta di bawah ini :
   
Surat Cinta untuk JC

JC
Aku sungguh membutuhkanMu saat ini
Engkau telah berjanji akan berada  di sampingku saat ku dalam masalah
Aku yakin akan janjiMu itu
Kasih setiaMu padaku tidak akan pudar

JC
Aku dulu pernah berjanji dihadapanMu bahwa aku akan tetap setia menjaga cinta anugerahMu
Ikrar suci itu saat ini terasa berat sekali untuk aku pertahankan
Sungguh tidak mudah untuk bertahan pada satu cinta : sampai maut memisahkan kita
Tapi, sungguh aku bersyukur bukan aku yang merusak cinta itu
Sampai saat ini aku pegang teguh sumpahku padaMu
Kali inipun, aku coba pertahankan keutuhan cinta itu
Bukan karena cintaku padanya. 
Tapi karena cintaku dan sumpahku untuk setia selalu padaMu
 
Karena itu,  maafkanlah aku pabila cintaku padanya tidak bisa kembali  utuh
Aku akan tetap mencintainya, semata karena Engkau mengajariku untuk memaafkan kesalahan tujuh kali tujuh puluh, kali tujuh puluh,  kali tujuh puluh….sampai tak terhingga
Namun, sekali lagi ampunilah aku pabila aku tidak lagi bisa mencintainya seperti dulu

JC
I really need You now

untuk mereka yang tengah galau hatinya karena dikhianati pasangannya semoga lagu ini bisa memberi kekuatan untuk sepenuh hati berusaha bertahan pada janji atau ikrar cinta di hadapanNya



Kamis, 01 Desember 2011

Perayaan Natal : Selebrasi atau Refleksi?

Bulan Desember adalah bulan Natal. Bahkan tanda-tanda Natal itu sudah bisa saya lihat di mall-mall di akhir bulan Nopember. Pusat perbelanjaan selalu lebih bersemangat dalam menyambut suatu momen perayaan , terlebih lagi perayaan keagamaan yang  sudah pasti akan  dirayakan oleh banyak orang. Pohon Natal dengan segala pernak-perniknya, aksesoris Natal, boneka Natal, baju dan kado-kado Natal di pajang dan dipamerkan di dalam mall yang sengaja dihias dengan indah dan gemerlap. Siapa tidak tergiur untuk menikmati tontonan ini ?

Natal, suatu momen yang dirayakan untuk mengenang kelahiran Yesus di sebuah kandang domba di Kota Betlehem , suatu wilayah di Timur Tengah,  di mall berubah menjadi gemerlap pohon Natal dengan hiasan salju, Sinterklas dengan kereta salju dan rusa kutub. Memangnya di Timur Tengah ada salju ? Terus kenapa kok yang ditonjolkan itu Sinterklas yang suka bagi-bagi hadiah kenapa tidak suasana kesederhanaan tempat lahir Yesus di kandang domba?
Jawabannya bisa seperti ini (versi saya  yang sok tahu): Natal merupakan perayaan agama Kristen yang meskipun asalnya dari Timur Tengah namun  mayoritas penganutnya adalah masyarakat Barat (Amerika dan Eropa) sehingga budaya Barat sangat kental mewarnai perayaan Natal. Jadi mengapa aksesoris Natal tidak menggambarkan suasana Kota Bethlehem di Timur Tengah itu karena yang digambarkan adalah suasana Natal di Barat. Pohon cemara yang meskipun ditimbuni gumpalan salju namun tetap kokoh dan bertahan hidup di musim dingin adalah symbol kekuatan dan ketegaran manusia menghadapi godaan dan ujian kehidupan. Sinterklas  naik kereta salju  yang membawa banyak hadiah adalah mitos atau dongeng yang dibangun agar anak-anak senantiasa berbuat baik. Ini semua yang dijual sebagai hiasan Natal di mall-mall.

Tentang mengapa hiasan kandang domba jarang ada di mall, begini alasannya (lagi-lagi versi sok tahu) : Kandang domba adalah gambaran kesederhanaan dan solidaritas Yesus pada kaum miskin dan terpinggirkan. Kaum miskin adalah klas masyarakat yang tidak terbelenggu oleh tuntutan  gengsi dan status. Kalau kandang domba di pajang di mall, jelas ini paradoksal atau bertentangan dengan nilai yang diusung mall-mall di kota besar : gaya hidup konsumtif.  Pesan Natal yang ingin disampaikan oleh pemilik mall adalah : berbelanjalah…belanja …dan…. belanja. Simbol yang tepat untuk ini siapa lagi kalau bukan Sinterklas yang baik hati dan suka bagi-bagi hadiah.

Momen perayaan keagamaan menjadi ritual akbar pemilik mall untuk menghias rumahnya seindah dan segemerlap mungkin dan menawarkan diskon-diskon untuk menarik pembeli agar belanja sebanyak-banyaknya. Maunya pemilik mall, setiap hari itu sebagai hari perayaaan. Everyday is a celebration day.  Kalau hanya menunggu hari perayaan keagamaan, kesempatan menguras kantong konsumen akan terbatas karena dalam setahun jumlah perayaan keagamaan yang dirayakan besar-besaran paling hanya Idul Fitri sama Natal. Untuk itu perlu dikonstruksi (diciptakan) hari-hari perayaan lainnya untuk menarik konsumen datang berbelanja ke mall-mall. Bagi kalangan anak muda yang lagi masa-masanya tertarik dengan lawan jenisnya paling pas kalau mall-mall itu merayakan hari Valentine, dan untuk menjaring konsumen lebih banyak maka  Valentine diubah saja menjadi  Hari Kasih Sayang, kan kasih sayang itu tidak hanya pada pacar tapi bisa pada siapa saja. Perayaan tahun baru Masehi dan Imlek nampaknya juga tidak steril dari komoditisasi pelaku bisnis.

Sebagai suatu perayaan atau selebrasi (celebration), momen Natal  akan mengundang naluri bisnis pelaku ekonomi untuk meraih keuntungan sebanyak-banyaknya.   Komersialisasi dan komoditisasi perayaan hari besar keagamaan berpotensi merubah kesakralan momen spiritual menjadi perayaan konsumtivisme.   Ini telah terjadi pada perayaan keagamaan  seperti Natal dan Tahun Baru dan nampaknya gejala serupa juga mulai ditemukan dalam perayaan hari-hari suci keagamaan lainnya.

Selebrasi dan konsumsi adalah dua sisi dari keping mata uang. Selebrasi adalah pesta. Pesta adalah makan-makan, baju baru dan kegembiraan. Jadi selebrasi lekat dengan  suasana suka cita dan kebahagiaan. Memang salah ya merayakan Natal dengan suka cita, pesta dan bagi-bagi kado? Perayaan Natal adalah kesempatan setahun sekali untuk berbagi. Memasak masakan istimewa dan membeli kado-kado untuk dibagikan ke orang-orang terdekat di sekeliling kita atau membagikan rezeki yang berlebih untuk membahagiakan mereka yang kurang mampu. Semua ini tentunya tidak salah dan justru perlu dilakukan apabila kita memang mampu secara ekonomi. Yang perlu diingat adalah jangan sampai energi kita lebih terfokus pada konsumsi berlebihan sehingga substansi Natal yang terletak di nilai atau pesan spiritualnya  justru menjadi terlupakan.

Jika perayaan Natal lebih dikendalikan oleh kepentingan bisnis dan konsumsi  maka  ini menjadi tanda bahwa konsumtivisme dan materialism telah menjadi “agama” baru. Dalam masyarakat dengan tingkat konsumsi tinggi, mall  menjadi ibarat “gereja” yang mengontrol perilaku konsumsi. ''the essence of the mall is control . . . a potentially dangerous mistake,''  demikian pendapat Kowinski (http://www.nytimes.com).

Dalam “agama” konsumtivisme, hari Sabtu menjadi hari yang benar-benar suci. Orang-orang berbondong-bondong datang ke “katedral” (mall). Sebelum tengah hari , parkir mobil telah berderet-deret memenuhi mall-mall. Jika dulu keluarga datang untuk  berdoa bersama-sama di gereja, sekarang mereka datang ke mall untuk belanja bersama-sama (Saturdays have become the true holy day, parking lots being filled with shoppers before noon. Whereas it used to be said that the family that prays together stays together, nowadays it is the family that pays together stays together (http://www.trinity.edu). Gejala inilah yang disebut sebagai “cathedral of consumption”. Istilah katedral mengacu pada cara di mana konsumsi telah menggantikan agama sebagai 'modus yang dominan dari kehidupan publik kontemporer',  dan dengan demikian tempat belanja (mall), menjadi, 'tempat yang paling menggairahkan untuk mengadakan ‘social gathering’  ( cathedrals refers to the way in which consumption has replaced religion as ‘the dominant mode of contemporary public life’, and thus these consumption settings have become, like the religious cathedrals of old, ‘the most sensually satisfying social gathering places in the community’ (http://www.steeppath.com).

Perayaan Natal tak pelak lagi tiap tahun semakin menunjukkan wajahnya sebagai ‘cathedral of consumption”. Natal tidak lagi refleksi  suka cita umat Nasrani atas intervensi Tuhan dalam pergulatan hidup manusia, tapi sudah menjadi bagian dari gaya hidup kapitalisme global. Buktinya, Natal diperingati sebagai pameran konsumtivisme yang bisa ditemukan di banyak mall dan hotel-hotel mewah di kota-kota besar di banyak Negara. Natal tahun yang lalu pohon Natal termahal di dunia –senilai Rp 99 milyard - terdapat di sebuah hotel mewah di  Abu Dhabi. Di Jepang , hari Natal dirayakan besar-besaran lengkap dengan semua atributnya : pohon Natal, Sinterklas, kado dan lagu-lagu Natal. Hari Natal di Jepang menjadi kesempatan untuk kumpul-kumpul dengan sanak keluarga dan teman. Tidak ada kaitannya sama sekali perayaan Natal dengan iman Kristiani. Orang Jepang bukan penganut agama Kristen. Ini bukti bahwa Natal telah menjadi bagian integral dari  kebudayaan global yang disebarluaskan oleh  jaringan  mall di banyak negara. Sepanjang  yang ditularkan adalah pesan solidaritas Natal: keperdulian dan solidaritas pada sesama - khususnya kaum papa, perayaan Natal akan benar-benar menghadirkan dunia yang damai dan sejahtera. Namun apa ya pesan semacam ini  yang mau disebarluaskan oleh "secular cathedral" yang disebut mall itu. Jika misionaris  zaman dulu menyebarkan nilai-nilai cinta kasih, solidaritas dan pengendalian diri, maka "misionaris katedral sekuler" menyebarkan virus konsumtivisme.

Di tengah gempuran  gaya hidup yang semakin konsumtif, akhirnya bagaimana suatu perayaaan keagamaan akan dimaknai semua itu  kembali kepada diri kita sendiri.  Apakah kita akan merayakannya sekedar sebagai pesta hura-hura yang dangkal dan banal tanpa makna  ataukah menjadikannya sebagai momen  untuk merefleksikan , merenungkan dan merecharge kembali nilai pesan spiritual dibalik suatu momen keagamaan. Kalau kita menjadikan perayaan Natal hanya sebagai kegiatan selebrasi, sebagai perjalananan dari satu  pesta  ke pesta , sebagai momen bagi-bagi hadiah,  maka begitu momen Natal berlalu yang kita dapatkan sekedar perut kenyang, baju baru, dan setumpuk kado Natal. Kita hanya menjadi kenyang dan kaya secara fisik, namun secara rohani kita tetap miskin. Apakah kita bisa menemukan suasana Natal yang khusyuk dan syahdu seperti lirik lagu Natal  “Malam kudus, sunyi senyap. ..bintangMu gemerlap…” di tengah suasana pesta Natal yang gemerlap, berisik dan hedonistis ?

Natal sebagai selebrasi tidak  mendatangkan pencerahan. Natal sebagai pesta dan eforia massa sebagaimana ditampilkan di mall-mall, hotel dan di banyak pesta atau bahkan bisa saja di gereja-gereja,  tidak akan mampu memuaskan dahaga kita akan pencerahan dan penguatan spiritual yang sangat dibutuhkan di jaman yang penuh godaan dan tekanan hidup yang berat seperti sekarang ini.  Nilai-nilai yang terkandung dalam Pesan Natal sejatinya adalah  kesederhanaan, solidaritas dan pengorbanan. Nilai-nilai yang sangat dibutuhkan di zaman yang semakin kompetitif – konsumtif, namun semakin langka kita temukan di tengah  masyarakat yang dininabobokan oleh dunia selebriti dan selebrasi.

Salah satu yang saya rindukan dari momen Natal adalah lagu-lagu yang mengalun merdu bak nyanyian malaikat dari sorga, salah satunya adalah O HOLY  NIGHT yang dinyanyikan oleh Celine Dion ini. 


 
 Gambar :thebestpartydecorideas.onsugar.com

Minggu, 27 November 2011

Adiksi Konsumsi dan Berhala Baru

Konsumtivisme, Nafsu Memiliki Telepon Pintardemikian judul berita Harian Kompas hal. 1, Sabtu - 26 Nopember 2011. Berita ini mengulas tentang banyaknya orang yang terluka dan pingsan gara-gara antri membeli handphone Blackberry (BB) seharga Rp 4,6 juta yang didiskon 50% menjadi Rp 2,3 juta. Ahli filsafat ekonomi Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, B.Herry Priyono, mengatakan fenomena ini timbul karena masyarakat tak mampu mengambil jarak terhadap konsumsi. Masyarakat tidak mampu membedakan apa yang sungguh dibutuhkan dan yang diinginkan. ”Apakah saya sungguh membutuhkan atau menginginkan, campur aduk. Semua didikte iklan”. Gejala ini oleh B.Herry Priyono disebut  adiksi konsumsi. Keinginan mengkonsumsi sebuah produk sudah pada taraf seperti orang yang kecanduan narkoba. Karena konsumsi sudah memasuki tataran adiksi, orang tidak sanggup lagi menanyakan baik atau buruk. “Pokoknya secara kompulsif menginginkan itu. Seperti ketagihan heroin,” katanya .

Singkatnya, adiksi konsumsi itu  keinginan untuk memiliki suatu barang yang sudah  sampai pada taraf yang harus disalurkan.   Adiksi konsumsi ibarat nafsu syahwat yang membutakan rasionalitas manusia. Manusia jatuh pada obsesi untuk memiliki dan harus dilampiaskan. Kalau otak (rasionalitas) dikalahkan oleh nafsu, maka perilaku manusia mudah tergelincir menjadi tak ubahnya binatang yang perilakunya dikontrol oleh nafsunya. Buktinya jelas terlihat saat orang berdesak-desakan ingin merebut posisi terdepan dan lupa akan manusia lain, bahkan saat mereka menginjak atau melukai manusia lainnya yang terjatuh dan terpepet. Ini yang terjadi saat manusia merebutkan sesuatu yang sangat mereka inginkan  dan barang itu juga diperebutkan oleh banyak manusia lainnya. Barang yag diperebutkan tidak mesti berharga, bisa itu sekedar sedekah beras, gula atau mie instant atau bahkan sekedar uang Rp20.000, atau tiket nonton sepak bola, dan yang baru saja  terjadi -  ngantri mendapatkan BB diskonan.  

Saya tidak memiliki BB, sehingga tidak tahu rasionalitas mengapa orang rela antri berjam-jam dan berdesakan untuk mendapatkannya. Bahkan ada yang datang jauh-jauh dari luar kota dan mengantri semalaman demi mendapatkan diskon separo harga atau senilai Rp2,3 juta. Rasional nggak sih nilai nominal segitu dengan tenaga, waktu, dan kelelahan fisik dan psikis yang harus dibayarkan? Mereka yang membeli BB dengan harga jutaan tentu bukanlah orang miskin yang rela mengantri dan berdesakan untuk mendapatkan fitrah Rp 20.000. Kesimpulannya, dalam mendapatkan sesuatu benda yang diinginkan  dan diperebutkan oleh konsentrasi orang banyak di satu tempat ,perilaku  manusia akan dikontrol oleh hukum : Homo homini lupus. Manusia lain adalah pesaing yang harus disingkirkan.

Tapi tidakkah tingkat pendidikan itu akan menentukan rasionalitas perilaku seseorang?

Dalam perilaku konsumsi ternyata tidak selalu intelektualitas mampu mengontrol hasrat konsumsi. Ada penelitian yang menyatakan bahwa lebih 90 % perilaku consumer tidak dilakukan secara sadar (rasional). konsumer tidak bisa menjelaskan apa motivasi mereka dalam mengkonsumsi suatu produk (http://www.cult-branding.com/brand-modeling).  

Jika menggunakan teori Hirarki Kebutuhan dari Maslow, maka perilaku konsumsi dapat dijelaskan demikian : semakin tinggi status sosial ekonomi seseorang, perilaku konsumsinya tidak akan dimotivasi oleh tingkat kebutuhan level rendah (kebutuhan primer atau fisik) tapi untuk memenuhi kebutuhan tingkat tinggi seperti  kebutuhan akan interaksi sosial, penghargaan (esteem needs) dan aktualisasi diri (self-actualization). Pada kelompok mapan secara ekonomi, kebutuhan untuk menjadi bagian suatu komunitas bergengsi dan menjalin interaksi sosial dengan sesama anggota komunitas menjadi suatu kebutuhan penting. Di era komunikasi digital ini masyarakat mengalami adiksi komunikasi (menjalin komunikasi menjadi kebutuhan yang harus disalurkan sehingga memiliki alat komunikasi seperti HP sudah menjadi kebutuhan primer).   Mereka menggunakan alat komunikasi untuk  menjalin pertemanan atau interaksi sosial dengan anggota komunitasnya. Bagi kelompok kaya dan mapan, keinginan untuk menjadi eksklusif, berbeda dan menonjol dibanding kelompok atau klas masyarakat lainnya menjadi suatu hasrat yang harus dipenuhi (sumber:  an introduction to cult branding)

Menggunakan teori diatas, maka kegilaan untuk memilik BB tidak bisa dipahami sebagai perilaku memenuhi kebutuhan fungsional sebuah HP (sekedar untuk bisa berkomunikasi) tapi yang penting lagi adalah untuk kebutuhan status , gengsi dan eksistensi diri. 

Jadi , mengapa BB begitu laris manis di Indonesia?

Jawabnya sudah mudah ditebak. Orang Indonesia itu orang yang sangat “status dan gengsi minded”. Kalau bisa semua status yang dimilikinya maunya bisa ditempelkan atau dibuat simbolnya. Kenapa di Indonesia banyak orang yang pengin punya BB,  salah satu alasannya karena – (katanya) kalau facebook-an itu simbol BB akan muncul sehingga orang tahu kalau si pengirim pesan itu pakai BB. BB menjadi simbol status atau gengsi.    Selain karena gengsi, beli BB juga karena tuntutan komunitas pertemanan.  Masyarakat Indonesia itu merupakan tipe masyarakat yang senang bergaul dan kumpul-kumpul. Mereka senang membuat komunitas atau jaringan pertemanan, karena itu FB dan twitter laris manis di Indonesia. BB menjadikan kegiatan ngobrol dan kumpul-kumpul menjadi tambah asyik. Seseorang yang menjadi bagian suatu komunitas pertemanan, kalau FB-an atau komunikasi diantara anggota dilakukan lewat BB maka mau tidak mau dia harus punya BB agar bisa menyatu dengan aktivitas anggota komunitas lainnya. 

Saya tidak ingin usil dengan menghakimi mereka yang mempunyai BB. Karena kalau saya bersikap demikian dan saya tidak punya BB, maka saya kesannya “iri tanda tak mampu”. Tapi kalau pun saya memaksakan diri beli BB, saya malah jadi bingung mau saya pakai apa? Saya tidak punya FB, twitter  atau jaringan sosial lainnya. Terus HP saya yang sekarang ini hanya  digunakan untuk telepon dan sms saja, menu yang lainnya hampir tidak pernah dipakai. Jadi ya harap dimaklumi kalau saya heran dan tidak habis pikir mengapa orang rela datang jauh-jauh dari luar kota untuk antri berjam-jam dan berdesakan demi mendapatkan BB.

Konsumsi suatu benda memang sebaiknya untuk memenuhi tuntutan kebutuhan fungsional. Karena untuk saat ini, saya tidak memiliki kebutuhan untuk berkomunikasi lewat BB, maka saya tidak berkeinginan membeli BB. Namun, bagi mereka yang memang butuh BB, untuk sarana komunikasi – misalnya karena sering bepergian di daerah terpencil yang jaringan internetnya susah, maka BB jelas penting untuk dimiliki atau juga bagi mereka yang memiliki BB sekedar untuk bisa menjalin interaksi sosial. Memiliki BB, it’s okay. Dengan catatan, jangan menjadikan BB sebagai benda yang harus dimiliki dengan cara apa pun. Kalau demikian , itu sudah tanda-tanda mengalami adiksi konsumsi.  Terlebih lagi, kalau nanti sudah memilikinya, terus aktivitas sehari-hari tersita untuk utak-atik BB. Gejala ini sudah saya lihat di orang-orang terdekat di sekeliling saya. Kalau sudah memegang BB, mereka seperti orang autis yang asyik dengan dunianya sendiri, tidak ingat sekelilingnya dimana pun mereka berada. Jika sudah demikian, hati-hati lho. Jangan sampai BB itu menjadi cult brand – pengkultusan benda bermerek. Kalau suatu benda itu menjadi kultus artinya dia menjadi pemujaan. Apa sebutan untuk benda yang dipuja? Berhala dong ! Iya, Benar. Di jaman modern ini, yang namanya berhala itu bukan lagi sekedar patung yang disembah lho. Kalau saingan monotheisme  itu hanya sekedar patung,  itu mudah dihancurkan. Tapi musuh monotheisme sekarang ini tidak sekedar benda mati, tapi sesuatu yang justru tumbuh di dalam diri manusia sendiri yakni adiksi konsumsi dan materialisme. Pemujaan pada materi dan hasrat mengkonsumsi barang bermerek bila tidak disertai kemampuan untuk mendapatkannya bisa membuat manusia lupa pada larangan Tuhannya  – dengan melakukan korupsi atau menjual diri, atau bahkan melakukan tindakan kriminal.

Jadi, sekali lagi hati-hati karena ternyata adiksi konsumsi tidak kalah bahayanya ketimbang adiksi narkoba. Dua-duanya sama-sama merusak manusia dan kehidupan.  

Bicara tentang nafsu konsumsi paling pas sambil mendengarkan lagu PRICE TAG dari Jessie J 

  
Jika ingin ikut bernyanyi ini LIRIKNYA

Gambar : blog.chron.com

Senin, 21 November 2011

Ora Et Labora, Prinsip dalam Kompetisi Olah Raga

Ada kalimat yang sering saya dengar saat lihat pertandingan olah raga yang sering diucapkan presenter atau komentator di TV, terutama saat-saat menegangkan ketika tim atau atlit Negara kita tanding dengan atlit Negara lain : “Mari kita berdoa saudara-saudara ! Mohon Tuhan memberikan yang terbaik bagi Tim kita”. Pernah dengar kalimat seperti ini kan? Ingin tahu contoh  doa dalam pertandingan olah raga?  Lihat daftar doa-doa  ini :

Segala puji bagiMu, Yang Maha Merasa Getar Hati Setiap Manusia. Syukur kami atas segala rakmat yang Engkau berikan kepada bangsa ini. Kami tidak akan mendustakan segala nikmat itu, tapi ada satu nikmat kebahagian yang sudah lama kami rindukan. Kebahagian karena timnas sepakbola kami menjadi juara ( kompasiana.com/)

 "Semoga doa kita sesama warga negara Indonesia di perantauan ini terkabulkan," kata Wiwi, yang bekerja di sebuah perusahaan di Malaysia.
"Kalau menang, kita bikin nasi kuning deh biar nanti dimakan rame-rame," tambahnya.
(bola.net)


Warga Sukoharjo gabungan dari pedagang dan pengemudi becak yang biasa menggelar usahanya di kompleks Pasar Sukoharjo Kota menggelar doa bersama untuk Timnas Sepakbola U-23 Indonesia, Senin (21/11).
“Indonesia harus bisa mengalahkan Malaysia dalam final sepakbola Sea Games 2011,” ujar Kokor di sela sela acara, Senin (21/11).
Meskipun Indonesia telah dipastikan menjadi juara umum perolehan medali emas, perak, dan perunggu dalam Sea Games tahun ini, dia mengatakan kemenangan ini tidak akan lengkap dengan perolehan emas di cabang olahraga sepak bola.

Dan bagaimana reaksi kita setelah kekalahan tim sepakbola dalam laga final Sea Games 2011 semalam? Ini beberapa contohnya :

Tuhan, kalaulah negeri kami terlalu kotor untuk sekedar sebuah doa sederhana, doa bagi kemenangan tim nasional kami, kenapa tidak kepedihan ini Kau tumpahkan saja pada mereka yang telah merusak negeri ini dengan laku culasnya. Mengapa tak kau beri peringatan saja langsung pada mereka yang meluluhlantakkan alam yang Kau titipkan pada kami, mereka telah membantai bumi kami dengan keserakahan tak terperih. Hutan luluh lantak, perut bumi mereka kunyah tanpa henti. Mengapa harus Kau timpahkan kesedihan pada kami dan anak-anak muda yang telah mengorbakan diri mereka setengah mati demi sebuah kemenangan, ini sederhana saja Tuhan. Tapi kutahu, pasti Engkau punya rencana lain untuk kami” (kompasiana.com)

sesuai pengalaman pertandingan sebelumnya, kalau Indonesia menang, bangku-bangku itu mungkin terisi penuh. Rasanya berat meninggalkan pemain dalam kemenangan karena itu juga adalah kemenangan saya. Akan tetapi, begitu mudah meninggalkan pemain dalam kekalahan disaat mereka sebenarnya begitu memelukan dukungan. Mungkin karena penonton merasa itu adalah kekalahan mereka. Kita perlu banyak belajar dari negeri Barat dalam hal apresiasi. Dalam pergantian pemain pun mereka memberi tepuk tangan sebagai ungkapan apresiasi usahanya di lapangan (kompasiana.com)

Melihat dan membaca perilaku para supporter atau penonton  olah raga Indonesia, saya jadi ingat pada ibu-ibu yang biasa datang ke rumah minta-minta uang dan baju bekas. Dua ibu-ibu mengaku dari tetangga desa, pertama kali datang pas menjelang Hari Natal, minta uang dan baju bekas katanya sebagai  sedekah Natal. Pertama kali datang, saya kasih uang dan baju cukup banyak. Eh,  satu bulan berikutnya datang lagi dengan permintaaan yang sama…demikian terus diulang setiap bulan. Akhirnya saya jadi jengkel, bukan karena jumlah uang dan baju bekas yang diminta, tapi karena sudah menganggu privasi karena biasanya mereka datang mengetuk pintu pada saat malam sekitar jam 20.00. Setelah itu, tiap kali datang dan minta-minta , saya tolak. Bagaimana reaksi mereka? Cemberut, tidak mengucapkan satu patah kata pun. Padahal saat minta-minta ngomong dengan bahasa halus, duduk di lantai dengan sopan. Begitu keinginan mereka tidak saya penuhi. Hilang deh semua sopan santun itu. 

Perilaku yang sama juga saya dapatkan pada seorang pedagang makanan keliling yang sering menawarkan jualannya. Kalau pas menaarkan dagangan ngomongnya halus, tapi begitu saya menolak membeli, dia berlalu begitu saja …hilang wajah ramahnya…

Sepertinya, kita sudah berperilaku sama dengan ibu-ibu peminta-minta dan tukang jualan itu. Kita mohon Tuhan dalam doa yang manis dan sepenuh hati. Namun begitu, doa itu tidak terkabul lupa deh kita mengucapkan terima kasih pada Tuhan. Gimana tho ? Nggak diberi kok terima kasih. Lha memangnya Tuhan itu siapamu ? Yah kita ternyata sibuk dengan segala keinginan kita sendiri, maunya tim sepakbola kita menang. Kalau mereka menang, hati  kita jadi senang. Kita sanjung-sanjung mereka, kita hujani dengan segala hadiah. Tapi kalau kalah, mereka telah membuat kita jadi kecewa , sedih. Ya sudah rasakan sendiri itu kekalahan, jangan ngajak-ngajak kita untuk ikut merasakan.

Tulisan ini tidak saya maksudkan untuk merendahkan makna penting sebuah doa dalam kompetisi olah raga. Bagaimana pun , Indonesia adalah bangsa yang religius yang sadar akan campur tangan Tuhan dalam setiap langkah kehidupannya. Saya hanya ingin mengkritisi perilaku beragama yang berlebihan dan kurang tepat menurut pemikiran saya. Dalam kompetisi olah raga, kinerja atlit adalah kunci utama. Kinerja artinya kerja keras, giat berlatih dan bertanding guna memperoleh kemampuan fisik yang maksimal. Doa adalah penunjang. Tidak akan ada keajaiban semata dalam kompetisi olah raga tanpa kerja keras. Karena itu, prinsip dasar adalah Ora Et Labora , Bekerja dan Berdoa. Doa saja tidak cukup, tanpa kerja keras.

Membaca doa dan harapan para supporter olah raga Indonesia, sepertinya mereka berdoa sekedar memohon atau tepatnya setengah memaksa Tuhan untuk mengabulkan keinginan mereka. Memangnya, Tuhan itu Dora Emon yang punya kantong ajaib yang bisa dengan senang hati memenuhi segala permintaan kita? Tidakkah kita juga berpikir lawan tanding tim kita itu juga memohonkan doa yang sama pada Tuhan? Terus keinginan atau isi doa mana yang akan dikabulkan oleh Tuhan? Kalau ternyata tim kita yang kalah, apa terus berarti Tuhan lebih memihak tim lawan kita? Tentu saja tidak demikian. Karena itu jangan libatkan Tuhan dalam hal-hal yang sepele dan duniawi. After all, it’s only a game. Please, deh jangan lebay !

 Gambar :wallcoo.net



Sea Games 2011: Antara Patriotisme, Kepentingan Bisnis dan Pencitraan Bangsa

Sejak dibuka pada tanggal 11 November 2011, pesta olah raga se Asia Tenggara Sea Games telah mampu membuat masyarakat Indonesia sejenak melupakan hiruk pikuk  persoalan politik . Lewat media TV yang memberitakan acara Sea Games sejak dari pembukaan sampai ke cabang-cabang olah raga yang dipertandingkan, mata kita melihat bagaimana perjuangan keras para atlit untuk menundukkan lawan dan tangis haru mereka saat berhasil mempersembahkan medali bagi Indonesia.   Jatuh bangun para atlit dalam meraih puncak prestasi demi keharuman nama Negara menjadi media penanaman nilai-nilai kepahlawanan atau patriotism yang riil, tidak sekedar lewat kata-kata.
Olah raga di era global, selain menjadi media untuk menumbuhkan patriotism juga  bisa menjadi wahana yang ampuh bagi pencitraan suatu bangsa. Melalui layar televisi dan internet yang bisa diakses di seluruh dunia, Negara penyelenggara suatu event olah raga dapat memanfaatkan kesempatan itu untuk menunjukkan ke masyarakat dunia betapa hebat dan mumpuninya atlet-atletnya.

Bagi para pemilik stasiun TV, siaran olah raga yang diminati banyak orang berarti tambang untuk mengeruk keuntungan melalui iklan yang berderet tanpa henti. Gabungan antara olah raga dan tehnologi media telah merubah ajang perlombaan olah raga tidak sekedar kompetisi kekuatan fisik saja, namun disitu berkelindan antara kepentingan bisnis, media dan politik . Di abad kapitalisme global, apa saja bisa dimanfaatkan untuk kepentingan apa saja. Olah raga kawin dengan tehnologi media melahirkan bisnis pertunjukkan olah raga yang sekaligus berfungsi sebagai papan iklan yang luar biasa menguntungkan. Lihat saja banner, baliho dan media iklan canggih lainnya yang berseliweran saat siaran langsung kompetisi olah raga, khususnya olah raga popular seperti sepak bola, tennis atau racing.

Bagi suatu Negara, kompetisi olah raga antar bangsa yang disiarkan lewat TV ke seluruh dunia merupakan media image building yang ampuh. Kesuksesan dalam menyelenggarakan event olah raga berkelas internasional merupakan bukti kesuksesan suatu Negara , secara khusus kesuksesan rezim yang sedang berkuasa.  Tidak heran banyak Negara yang berkompetisi agar negaranya mendapatkan kesempatan sebagai penyelenggara Olimpiade. Biaya yang luar biasa mahal, tidak jadi halangan.  Sebagai Negara penyelenggara Olimpiade tahun 2008, China rela mengeluarkan biaya $ 58,5 milyar. Melalui event ini China ingin menunjukkan pada dunia sebagai Negara dengan kekuatan baru, ajang olimpiade digunakan oleh rezim yang berkuasa sebagai proyek mempercantik wajah atau  “face projects”( epiac1216.wordpress.com / ).

Berapa biaya yang dikeluarkan Pemerintah Indonesia untuk menyelenggarakan Sea Games 2011? Dari APBN Indonesia 2010, dianggarkan total biaya sebesar 350 miliar rupiah (± 38,7 juta dolar AS), sementara dari APBN Indonesia 2011 dianggarkan total biaya senilai 2,1 triliun rupiah  atau ± 230 juta dolar AS (wikipedia). Khusus untuk pembukaan Sea Games tanggal 11 November yang lalu saja menghabiskan sekitar Rp.150 milyar (www.bola.net/). Nilai sebesar ini menjadi terabaikan saat melihat betapa spektakulernya  pembukaan Sea Games 2011. Kemegahan dan kekayaan alam dan keberagaman budaya Indonesia benar-benar dipertontonkan dengan begitu indahnya.

Bagi saya yang hanya bisa melihat lewat TV,  terpaksa harus menonton sambil mengumpat jengkel karena kenikmatan saya melihat  siaran pembukaan itu harus diselingi oleh iklan yang banyaknya minta ampun,  lebih lama ketimbang siarannya. Sudah begitu,  siaran juga dimonopoli satu stasiun TV swasta tertentu. Ternyata patriotisme kalah oleh kepentingan bisnis pemilik stasiun TV.

Saat ini , saya  tidak mau nyinyir dengan memperpanjang masalah  monopoli siaran TV atau soal anggaran Sea Games, melihat betapa spektakulernya pembukaan Sea Games 2011   dan kegembiraan warga Indonesia mendapatkan tontonan olah raga dan ditambah kebanggaan kalau nanti akhirnya Indonesia berhasil meraih medali terbanyak, anggaran yang sampai trilyunan itu seperti terlupakan. Saya juga tidak perduli apabila nanti akan ada tuduhan ajang Sea Games digunakan sebagai politik pencitraan pemerintah yang sedang berkuasa. Melihat wajah-wajah rakyat Indonesia saat melihat timnya menang , jelas tergambar disitu betapa mereka haus akan cerita sukses. Mereka mempunyai semangat cinta bangsa yang luar biasa. Kita semua mencintai Indonesia. Kita ingin merasa bangga sebagai warga negara Indonesia. Yah, ternyata patriotisme dan rasa cinta dan bangga pada negara dan bangsa itu terkadang harus dibayar mahal, tidak hanya dengan nyawa tetapi juga anggaran yang sampai trilyunan.

Bagi penggemar sepak bola, selamat menonton kesebelasan kita lawan negara tetangga  - Malaysia -  yang akan disiarkan malam ini. Karena tidak suka olah raga, saya memilih untuk mendengarkan lagu yang dinyanyikan dalam pembukaan Sea Games 2011 : Together We Will Shine dan To  Be  One. Kedua lagu ini tidak hanya enak didengar dan didendangkan, tapi liriknya mampu membuat saya semakin cinta Indonesia. Indonesia – cinta tanpa syarat saya.

Together We Will Shine
Now is the time to embrace the dream
Share all our love with happiness
Together we’ll strive to find the longest stars
All dreams and wishes will come true

Come so high up above the sky
Rise and fly and reach the stars
By the power of unity
I believe our hearts will lead to victory
Together we will shine

And now is the moment
We’ve come so long (we’ve come so long)
Every gazing child, that makes us strong (that makes us strong)
With all our hearts I know we won’t fall
Keep the spirits up and we’ll stand tall

Come so high up above the sky
Rise and fly and reach the stars
By the power of unity
I believe our hearts will lead to victory
Together we will shine

Spread the love, the peace
We’ll find the way
We are here in this paradise

Come so high up above the sky
Rise and fly and reach the stars
By the power of unity
I believe our hearts will lead to victory
Together we will shine

(Lagu ini  diciptakan oleh Jozef Cleber)


To Be One

I see rainbow in the sky
Colors that brighten my world
I hear the humming birds
Singing a beautiful song

The song of love and laughter
The song of peace and hope
I don’t want this to end
I want this to be forever

Even though we’re not the same
Different ways
And we walk on different path
Different road in this life
Can we hold each other’s hand
Together in this world
And be as one

It will be a better place
Better home
Place that gives us peace of mind
Filled with love
No more tears
Place where you and I can laugh
No more cry, only smile
The place for us to be one

(Lagu ini merupakan salah satu lagu dalam album pertama Gita Gutawa. Dalam Sea Games 2011 lagu ini dinyanyikan dengan bagus sekali oleh Judika)

Gambar : fineartamerica.com