Selasa, 31 Mei 2011

Tentang Perbedaan

Refleksi di Hari Lahir Pancasila

"It is not our differences that divide us.  It is our inability to recognize, accept, and celebrate those differences.  ( Audre Lorde)
Gejala primordialisme sudah nyata di depan mata dan ironis sekali itu terjadi di semua lini kehidupan bangsa. Kompas Jum’at 27 Mei 2011 dalam rubrik FOKUS memuat berbagai fakta berikut :
Hasil penelitian Ciciek Farha, Religiusitas Kaum Muda: Studi di Tujuh Kota dan diperkuat hasil penelitian Farid Wajidi  Kaum Muda dan Pluralisme menemukan fakta adanya proses konservatisasi di institusi pendidikan umum negeri melalui kegiatan ekstrakurikuler keagamaan di bawah OSIS.
Hasil survey Lembaga Kajian Islam dan Perdamaian selama Oktober 2010-Januari 2011 di 100 SMP dan SMA umum, 59 sekolah swasta dan 49 sekolah negeri di Jakarta dan sekitarnya menunjukkan tren radikalisasi di kalangan guru agama.
Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat Universitas Islam Negeri Syarief Hidayatullah Jakarta menyimpulkan, 10 tahun terakhir masyarakat Indonesia makin tidak toleran. Lingkaran Survei Indonesia Indonesia menyatakan, 30,2 persen masyarakat membenarkan tindak kekerasan atas nama agama atau naik dua kali dibanding lima tahun sebelumnya.
Laporan Setara Institute 2010 mencatat 216 peristiwa pelanggaran kehidupan beragama/berkeyakinan yang mengandung 286 bentuk tindakan, menyebar di 20 provinsi , sampai tahun 2009. Laporan itu juga memperlihatkan intoleransi dalam bertetangga juga menguat.
Komnas Perempuan melaporkan, jumlah kebijakan yang mendiskriminasi salah satu kelompok warga di berbagai tingkat meroket enam tahun terakhir, menjadi 189 pada akhir 2010 - 7 kebijakan terbit di tingkat nasional, 80 di antaranya mengatasnamakan agama dan moralitas, menyasar langsung pada tubuh perempuan.  
Sungguh miris membaca data-data di atas. Dan yang paling menyedihkan adalah adanya gejala menguatnya sentimen primordial di dunia pendidikan. Lembaga pendidikan adalah garda terdepan pencetak generasi penerus bangsa, generasi yang akan melanjutkan cita-cita yang telah dirumuskan para pendiri Negara Kesatuan Republik Indonesia.  Saya tidak tahu sudah sejauh mana gejala menguatnya primordialisme di pendidikan dasar dan menengah. Yang saya rasakan dan lihat adalah gejala yang sama mulai ditemukan di lembaga pendidikan tinggi negeri.  Gejala ini biasanya akan menguat setiap kali menjelang kompetisi jabatan strategis di perguruan tinggi. Proses pemilihan pimpinan Perguruan Tinggi sungguh-sungguh mencerminkan hiruk-pikuk politik di Indonesia. Manuver dan strategi-strategi yang digunakan tidak beda jauh dengan apa yang dilakukan DPR – lembaga yang selama ini dikritik keras oleh akademisi.  Tawar-menawar dan penggalangan dukungan, pengelompokan dan tak ketinggalan penyebaran isu SARA. Ya benar isu SARA. Isu satu ini ternyata masih dipandang sebagai  sarana ampuh untuk meraih simpati dan  dukungan, karena itu isu SARA menjadi jualan laris manis setiap siklus empat tahunan.

Fenomena apa ini? Ada apa dengan Indonesia? Mengapa sekarang ini perbedaan menjadi sesuatu yang menakutkan? Bukankah Indonesia merupakan negara yang dibangun di atas keberagaman etnis,ras, agama dan budaya? Bukankah kita punya Pancasila dengan semboyannya Bhinneka Tunggal Ika atau Unity in Diversity?
Apakah benar  nilai-nilai Pancasila sudah mati. ? 
Mengapa orang semakin lebih menonjolkan kepentingan suku, agama, dan ras “dalam arti sempit” ketimbang kepentingan Lembaga dan Negara.
Menguatnya sentimen SARA di semua komponen bangsa , khususnya di dunia pendidikan  membuat saya kecewa dan sedih. Kalau kaum terdidik saja memandang perbedaan dengan cara pandang yang sempit bagaimana dengan mereka yang bukan sarjana, yang masih mahasiswa atau para pelajar? 
Saya berharap banyak pada kaum intelektual yang tentunya sangat kredibel dari sisi kepakaran, intelektualitas dan spiritualitas untuk bersama merenungkan gejala ini. Tenaga pendidikan  adalah harapan  motor pembaharuan dan leader terdepan yang membawa bangsa ini mencetak SDM yang cerdas dan berwawasan global bukan sektarian. Praktek primodialisme akan membunuh harapan itu. Dengan spirit primordialisme kita tidak akan kemana-mana selain menuju kehancuran dan perpecahan. Dan kalau spirit primordial-sektarian itu yang mau kita jadikan budaya kerja , kita tinggal menunggu kehancuran tidak hanya dunia pendidikan tapi juga NKRI.  Kalau pun itu terjadi, pemicunya bukan pihak luar. Tapi kita sendiri yang melakukan pembusukan dari dalam.
Semoga ini menjadi pelajaran berharga bagi kita semua. Saya masih menyisakan harapan semoga masih ada banyak anak bangsa yang prihatin dengan kondisi ini dan mau bertindak sekecil apa pun untuk membawa Indonesia tercinta ini menjadi rumah kita bersama. Semoga bangsa Indonesia kembali solid dan tetap mempertahankan nilai nasionalisme yang menjunjung tinggi spirit Bhineka Tunggal Ika dan Pancasila.
Selamat Merayakan Hari Jadi Pancasila ke 66.. Semoga Pancasila panjang umur , sehat dan sentosa. Amin.
Coretanku di malam menjelang peringatan hari lahir Pancasila

    Gambar : Politikana.com
Lagu "If We Hold On Together"  yang dinyanyikan Diana Ross saya rasa sangat cocok untuk menemani renungan tentang pentingnya kebersamaan.

Don't lose your way
With each passing day
You've come so far
Don't throw it away
Live believing
Dreams are for weaving
Wonders are waiting to start
Live your story
Faith hope and glory
Hold to the truth
In your heart

If we hold on together
I know our dreams
Will never die
Dreams see us through
To forever
Where clouds roll by
For you and I

Souls in the winds
must learn how to mend
Seek out a star
Hold on to the end
Valley, mountain
There is a fountain
Washes our tears
All away
Words are swaying
Someone is praying
Please let us come
Home to stay

If we hold on together
I know our dreams
Will never die
Dreams see us through
To forever
Where clouds roll by
For you and I

When we are out there
In the dark
We'll dream about the sun
In the dark

We'll feel the light
Warm our hearts
Everyone

If we hold on together
I know our dreams
Will never die
Dreams see us through
To forever
As high
As souls can fly
The clouds roll by
For you and I



Tidak ada komentar:

Posting Komentar