Sabtu, 03 Desember 2011

Lagi-lagi Tentang Kesetiaan


Di tulisan saya “Tentang Kesetiaan” saya mengulas tentang tingginya angka perceraian di Indonesia dan salah satu factor penyebabnya yakni perselingkuhan. Kali ini kembali saya ingin mengangkat isu tersebut. Mengingat begitu banyaknya kasus itu terjadi di lingkungan orang-orang terdekat dan di depan mata saya. 

Perselingkuhan atau infidelity  sudah menjadi hasrat bawaan manusia. Ada pendapat mengatakan bahwa manusia itu punya kecenderungan poligami ketimbang monogami. Monogami, setia pada satu pasangan merupakan perjuangan terus-menerus untuk mengendalikan godaan nafsu berselingkuh. Ini tidak mudah.  Terlebih di zaman tehnologi komunikasi yang memberi kemudahan luar biasa bagi manusia untuk melakukan perselingkuhan. Berita tentang perselingkuhan lewat facebook banyak sekali tersebar di internet dan dapat kita temui di teman, keluarga, bahkan suami atau istri kita sendiri. Dunia semakin gila. Zaman edan. 

Mungkin ada yang berpendapat sepanjang perselingkuhan itu tidak melibatkan kontak fisik atau seksual  itu bukan perselingkuhan yang sesungguhnya. Sepanjang rayuan gombal dengan mengumbar kata-kata mesra layaknya sepasang kekasih itu hanya di dunia maya atau lewat HP itu sekedar guyonan atau selingan saja, bukan perselingkuhan. Benarkah demikian? Bagaimana kalau yang mengobral rayuan gombal bak don juan itu suami atau istri kita sendiri? Suami yang di rumah mungkin menunjukkan suami yang setia dan  sayang pada istri atau anak-anaknya , tapi di dunia maya dia bisa berlagak bak ABG yang lagi kasmaran.  Mengumbar kemesraan lewat facebook sekalipun hanya lewat kata-kata sudah bentuk pengkhianatan, suatu “perselingkuhan emosional”. Karena tidak mungkin sapaan mesra itu dilontarkan tanpa melibatkan rasa sayang dan perhatian – ada emosi cinta bahkan mungkin nafsu di dalamnya. Ini jalan menuju perselingkuhan fisik, karena kalau perselingkuhan emosi itu sudah sedemikian intens atau mendalam merasuk ke hati tentu akan ada keinginan untuk bertemu di dunia nyata.  

Abad digital, era HP dan facebook telah memfasilitasi wabah perselingkuhan. Tidak semua pasangan yang dikhianati bisa menerima dengan kepala dingin, sekedar perselingkuhan kata-kata sekali pun. Karena itu berpisah atau bercerai sering dipilih sebagai solusi. Rasa sakit hati dikhianati tak mudah untuk disembuhkan, terlebih kalau kita selama ini telah berjuang untuk setia menerima apa adanya pasangan kita. Dia dengan mudahnya membalas semua kesetiaan  itu dengan  pengkhianatan. Mungkin waktu bisa melunturkan dendam, namun sakit hati itu akan menjadi trauma yang tertanam sepanjang hidup. Dan akibat fatal dari pengkhianatan atau perselingkuhan adalah hilangnya kepercayaan atau trust pada pasangan. Trust adalah rasa percaya yang disitu mengandung rasa hormat dan penghargaan pada integritas seseorang. Seorang yang telah berkhianat , menjadi kehilangan integritasnya di mata pasangannya. Ketidakpercayaan itu akan selalu menjadi prejudice menjadi syak wasangka, ketidakpercayaan pada janji dan ucapannya. Integritas dan rasa saling percaya adalah fondasi mendasar dalam perkawinan. Betapa bahayanya bila fondasi ini retak. 

Karena itu tidak heran banyak pasangan – terutama yang belum memiliki anak - yang akhirnya lebih memilih untuk berpisah, ketimbang terus bertahan dalam hubungan yang tidak ada lagi rasa hormat pada pasangan.  Namun, banyak juga yang memilih untuk bertahan dan mencoba memperbaiki mahligai yang retak itu semata demi anak-anaknya. Beberapa teman dekat perempuan yang mengalami dikhianati suaminya ada yang bertahan meskipun diduakan dan dengan ikhlas menerima dipoligami. Ajaran agama nampaknya menjadi sumber kekuatan yang sangat besar. Keyakinan bahwa semua itu sudah kehendak Tuhan membuat mereka percaya bahwa ketulusan hati menerima poligami merupakan bentuk ibadah kepada Tuhan. Bagi penganut agama yang melarang perceraian, bertahan dalam biduk rumah tangga yang retak akan dipahami sebagai komitmen pada sumpah setia yang diucapkan saat ikrar pernikahan di depan Tuhan. “Apa yang sudah disatukan oleh Tuhan, hendaknya tidak dipisahkan oleh manusia.”  Bagaimana perasaan dikhianati oleh pasangan dan tetap bertahan meski dalam rasa cinta yang tak lagi utuh , semata demi cintanya pada Tuhan tergambar dalam surat cinta di bawah ini :
   
Surat Cinta untuk JC

JC
Aku sungguh membutuhkanMu saat ini
Engkau telah berjanji akan berada  di sampingku saat ku dalam masalah
Aku yakin akan janjiMu itu
Kasih setiaMu padaku tidak akan pudar

JC
Aku dulu pernah berjanji dihadapanMu bahwa aku akan tetap setia menjaga cinta anugerahMu
Ikrar suci itu saat ini terasa berat sekali untuk aku pertahankan
Sungguh tidak mudah untuk bertahan pada satu cinta : sampai maut memisahkan kita
Tapi, sungguh aku bersyukur bukan aku yang merusak cinta itu
Sampai saat ini aku pegang teguh sumpahku padaMu
Kali inipun, aku coba pertahankan keutuhan cinta itu
Bukan karena cintaku padanya. 
Tapi karena cintaku dan sumpahku untuk setia selalu padaMu
 
Karena itu,  maafkanlah aku pabila cintaku padanya tidak bisa kembali  utuh
Aku akan tetap mencintainya, semata karena Engkau mengajariku untuk memaafkan kesalahan tujuh kali tujuh puluh, kali tujuh puluh,  kali tujuh puluh….sampai tak terhingga
Namun, sekali lagi ampunilah aku pabila aku tidak lagi bisa mencintainya seperti dulu

JC
I really need You now

untuk mereka yang tengah galau hatinya karena dikhianati pasangannya semoga lagu ini bisa memberi kekuatan untuk sepenuh hati berusaha bertahan pada janji atau ikrar cinta di hadapanNya



Tidak ada komentar:

Posting Komentar