Selasa, 04 Oktober 2011

Tentang Rasa Aman

For safety is not a gadget but a state of mind.  ~Eleanor Everet  
                                                                                                  (quotegarden.com)

Akhir-akhir ini saya sering menjumpai polisi yang merazia pengendara mobil dan sepeda motor maupun para penumpang transportasi umum. Tidak seperti biasanya , razia kali ini yang diperiksa bukan sekedar kartu identitas tapi polisi juga menggeledah isi tas pengendara atau penumpang terus pak polisinya yang tugas  bawa senjata lengkap. Wuih …bikin serem saja. Hal-hal seperti ini yang membuat hidup menjadi tidak nyaman.
Selama ini saya terbiasa dengan irama hidup yang slow . alon-alon asal kelakon dan adem ayem khas Solo. Tiba-tiba saja ketenangan itu terganggu. Rutinitas hidup yang relatif aman tanpa banyak gejolak berarti sudah dinikmati bertahun-tahun masyarakat Kota Solo dan sekitarnya paska kerusuhan Mei 1998.  Nampaknya peristiwa bom bunuh diri Minggu, 25 September 2011 lalu berimbas juga pada stabilitas kenyamanan dan rasa aman warga.
Ternyata benar ‘sesuatu’ yang sudah dianggap sudah ada dengan sendirinya,  begitu itu terganggu atau hilang baru dirasakan betapa  ‘sesuatu’ itu sungguh berarti. Sesuatu yang sudah dianggap taken for granted  namun saat ini menjadi sangat mahal adalah keamanan.  Karena gangguan atau ancaman terhadap rasa aman tidak hanya dirasakan oleh mereka yang tinggal di wilayah konflik atau perang tapi juga mengancam mereka yang berdiam di daerah yang tidak sedang berperang– seperti kejadian bom bunuh diri di Solo. Biasanya orang yang terbiasa tinggal di wilayah dengan kondisi keamanan yang stabil begitu diguncang dengan teror akan mengalami shock dan trauma, karena fenomena kekerasan bukan merupakan hal yang biasa dilihat dan dialami. Tentang bagaimana rasanya kehilangan rasa aman bisa dibaca DISINI
Apapun motivasi di balik  kekerasan dan teror - entah itu ideologi, identitas,  politik atau apa saja -  yang jelas  tindakan itu telah mengganggu rasa nyaman dan aman masyarakat. Khusus untuk Kota Solo, saya berharap semoga saja ini hanya sementara dan keadaan cepat pulih seperti biasanya. Dan saya yakin gejolak ini tidak sampai menular ke masyarakat di bawah atau istilahnya akar rumput. Sekalipun beban hidup semakin menghimpit, kehidupan sosial masyarakat tetap  berjalan seperti biasanya, mereka   tetap rukun dan happy-happy menjalani hidupnya.  
Sebagai bagian dari rakyat biasa, saya juga bersikap enjoy-enjoy saja menjalani hidup ini. Saya tidak mau hidup yang sudah berat ini ditambah lagi dengan membayangkan hal-hal yang bisa membuat orang jadi parno alias paranoid. Bersikap dan bertindak hati-hati tetap perlu, tapi saya tidak mau situasi dan kondisi pengamanan oleh aparat Negara itu mengganggu kenikmatan dan kebahagiaan saya menjalani rutinitas kegiatan sehari-hari. 


Tentang rasa aman, pada akhirnya semua itu kembali pada bagaimana manusia mampu mengontrol pikirannya…for safety is not a gadget is a state of mind. State of mind atau kondisi pikiran disini yang dimaksud adalah  cara berpikir yang positif. Namun Budha mengatakan berpikir positif perlu diikuti dengan perasaan dan tindakan yang positif ( Positive thought is not enough. There have to be positive feelings and positive actions). Jadi dalam hal mengatasi kecemasan atau hilangnya rasa aman cara paling efektif adalah dengan berpikiran positif atau optimis bahwa semua itu akan segera berlalu. Pikiran positif semacam ini akan menumbuhkan perasaan yang positif sehingga rasa takut dan cemas akan terusir dan pada akhirnya ini semua akan mendorong orang untuk bertindak positif pula. Untuk bisa berpikir positif, berperasaan positif dan bertindak positif orang harus bisa  mengosongkan pikirannya dari segala bentuk dendam dan rasa sakit hati. Benar kalau dikatakan cara memutus siklus kekerasan adalah dengan memutus rantai kekerasan itu yakni membunuh pikiran yang bisa menumbuhkan perasaan dendam dan keinginan menuntut pembalasan. Jadi kata kuncinya adalah memaafkan.  Ajaran agung tentang pentingnya memaafkan juga ditemukan pada kata bijak Mahatma Gandhi yang mengatakan "Mata ganti mata akan membuat seluruh dunia menjadi buta" atau perintah Yesus untuk memaafkan dan mengasihi musuh. Kalau orang sudah bisa mengosongkan pikirannya dari rasa dendam, maka yang diam di hati hanya rasa aman dan lepas dari kekhawatiran. Inilah yang dimaksud rasa aman yang sejati itu ada di keadaan pikiran manusia, bukan di perangkat atau sistem keamanan.  Tidak mudah memang. untuk melakukannya. Tapi harus dicoba jika manusia ingin bebas dari kecemasan dan ketakutan. Jadi...be happy,enjoy life, no matter how hard it may seem! When life gives you a thousand reasons to cry, show the world that...You have million reasons to smile (kata-kata ini saya dapat di internet tapi lupa sumbernya dari mana).
Untuk  melupakan segala carut marut kehidupan bangsa,  saya mau menikmati lagu barunya Jason Mraz “ The World as I See It” yang bercerita soal optimisme anak muda yang berkhayal tentang keluarga yang dicita-citakannya dan memandang dunia masih sebagai tempat yang nyaman untuk ditinggali. Hidup didampingi dan dikelilingi dengan orang-orang saling mengasihi akan membuat dunia ini menjadi indah. Saya ingin melihat Kota Solo dan dinamika kehidupan warganya sebagaimana Jason Mraz berdendang dalam lagunya ini :
The world as I see it, is a remarkable place
A beautiful house in a forest, of stars in outer space
From a bird eye view, I can see it has a well-rounded personality
From a bird eye view, I can see we are family
Ini lagu “THE WORLD AS  I  SEE  IT ”.   Semoga lagu ini bisa menyuntikkan semangat untuk melihat dunia sekeliling kita dengan penuh rasa optimis. Yah, apapun yang terjadi …. life must go on and  God be with us.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar