Banyak strategi untuk menghadapi
perang melawan korupsi. A.T. Rafique Rahman (1986) membagi stategi memberantas
korupsi menjadi dua cara yaitu membenahi aspek lingkungan (environmental) dan kelembagaan (institutional).
Mengobati korupsi dari sisi lingkungan dilakukan melalui perbaikan moral
individual dan dari sisi kelembagaan dengan pembenahan dari sisi sistem governance khususnya pelembagaan
politik, administrasi negara dan hukum.
Indonesia yang level korupsinya
sudah tingkatan sistemik atau grand
corruption ibaratnya sudah kanker stadium 4 sehingga harus diobati dengan
strategi dua-duanya. Salah satu cara memberantas korupsi dari sisi lingkungan
adalah dengan menumbuhkan sikap anti korupsi yang bisa dilakukan lewat lagu, contohnya
seperti yang dilakukan oleh Rendy Ahmad.
Lagu Rendy Ahmad (pemeran Arai
dalam film Sang Pemimpi) yang berjudul “Vonis” berhasil menjadi Juara Dua dalam
Anti Corruption Music Competition di
Brazil. Rendy Ahmad bersama-sama dengan anak-anak muda yang tergabung dalam SIMPONI (Sindikat Musik Penghuni Bumi)bergiat
dalam kegiatan anti korupsi melalui musik. Menanamkan sikap dan kesadaran anti
korupsi di kalangan anak muda memang paling efektif lewat media yang akrab dan
disukai oleh mereka ketimbang lewat penyuluhan atau kotbah-kotbah soal moral
yang kebanyakan terlalu rigid dan normatif.
Ingin tahu bagaimana cara anak
muda mengekspresikan sikap mereka terhadap korupsi ? Silahkan lihat video lagu “VONIS” ini.
Di belahan bumi lain, anak muda
Mesir dengan cara yang sama mengekspresikan kondisi negaranya. Meski tidak tahu bahasanya, tapi lagu yang
memenangi Juara Satu dalam Anti-Corruption Music Competitiondi Brazil ini enak untuk didengarkan dan
videoklipnya juga bagus. Lagu berjudul El
Soor (Tembok) ini berkisah tentang sebuah tembok yang dibangun untuk
menutup akses ke Tahrir Square, namun orang Mesir mengalihfungsikan tembok “politik”
ini sebagai papan kanvas untuk media kritik lewat corat coret gambar atau grafitti. Tembok simbol kekuasaan politik yang korup dijadikan sekedar obyek olok-olok. Di lirik lagu El Soor disebut tentang laki-laki miskin yang menjadikan tembok itu untuk kencing. Tembok pelindung kekuasaan negara yang dikencingi oleh rakyatnya (arabicmusictranslation.com/)
“It is not power that corrupts but fear. Fear of losing power
corrupts those who wield it and fear of the scourge of power corrupts those who
are subject to it.” ―Aung San Suu Kyi,Freedom
from Fear
“To oppose corruption in government is the highest obligation
of patriotism.”
Beberapa hari lagi –
tepatnya tanggal 9 Desember - dunia akan memperingati Hari Anti Korupsi. Peringatan
Hari Anti Korupsi Sedunia dirayakan tiap tahun sejak PBB mengeluarkan Konvensi
Anti Korupsi pada 31 Oktober 2003. Tujuan peringatan Hari Anti Korupsi sama dengan maksud dikeluarkannya konvensi
ini yakni untuk mempromosikan strategi pemberantasan korupsi yang lebih efisien
dan efektif , memfasilitasi kerjasama internasional dan bantuan tehnis dalam
pencegahan dan pemberantasan korupsi, serta meningkatkan integritas,
akuntabilitas dan manajemen urusan publik yang baik (United Nations Convention against Corruption)
Bicara soal korupsi
rasanya malas banget. Korupsi itu perilaku buruk yang sepertinya semakin
dilekatkan dengan Indonesia. Korupsi sudah menjadi sesuatu yang Indonesia banget. Dari tahun ke
tahun Indonesia selalu berhasil meraih “prestasi” sebagai negara dengan tingkat korupsi tinggi. Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Tahun 2012 yang baru saja dipublish oleh Transparency
International 5 Desember yang lalu menempatkan Indonesia di posisi 118 dari 174 negara yang disurvei. Meskipun IPK Indonesia meningkat dari 30 menjadi 32, namun peningkatan ini tidak
begitu signifikan karena banyak negara
tetangga kita yang tahun lalu berada di posisi di bawah Indonesia tahun ini
mengalami capaian indeks yang cukup tinggi hingga berada di atas Indonesia.
Tahun ini Indonesia menjadi negara terkorup di ASEAN bahkan di bawah Timor
Leste dan Pilipina.
IPK Indonesia yang
stagnan di skor 20 sampai kisaran 30an (skor terbersih 100) menunjukkan bahwa upaya
pemberantasan korupsi di Indonesia masih lari di tempat. Tidak seperti di China
yang berani menghukum mati pejabat-pejabatnya yang korup, di Indonesia belum
ada satu pun hukuman berat yang dijatuhkan ke pejabat korup bahkan terkesan
penegakan hukum hanya tajam untuk pejabat level bawah atau mantan pejabat dan
tumpul untuk pejabat yang tengah berkuasa.
Menjelang Hari
Anti Korupsi , kita disuguhi berita yang cukup mengejutkan yakni ditetapkannya
Menpora Andi Mallarangeng sebagai tersangka korupsi oleh KPK. Ini suatu rekor
dalam pemberantasan korupsi di Indonesia karena baru kali ini seorang menteri
yang masih aktif menjabat ditetapkan sebagai tersangka. Semoga saja langkah tegas
ini tidak berhenti di Andi Mallarangeng tapi juga berimbas pada pembersihan
korupsi di departemen-departemen yang selama ini dikenal sebagai sarang korupsi.
Ibarat kanker, korupsi
jika dibiarkan berlarut-larut akan mengakar kuat dan merusak peradaban suatu
bangsa. Tidak ada bangsa yang bisa maju karena korupsinya. Jika kita lihat IPK
dari tahun ke tahun, 10 negara yang menduduki rangking terbersih adalah
negara-negara Skandinavia seperti Denmark, Finlandia, Swedia, Norwegia dan
satu-satunya negara di Asia yang langganan di posisi ini adalah Singapura. Semua
negara ini dikenal sebagai negara dengan
administrasi dan tata kepemerintahan yang baik dan tertib serta pelayanan
publik yang berkualitas. Sebaliknya, IPK rendah didominasi negara-negara dengan
kondisi politik tidak stabil dan sistem tertutup seperti Libya,Irak, Myanmar, Sudan, Afganistan, Korea
Utara, Somalia, dsb.
Akar korupsi memang di manajemen
kekuasaan. Bagaimana kekuasaan dikelola dan digunakan tidak bisa lepas dari
kultur dan struktur. Kultur dan struktur itu sendiri adalah manifestasi dari
nilai-nilai dalam masyarakat. Nilai-nilai apa yang diyakini akan menentukan
bagaimana seseorang memaknai suatu kekuasaan. Kekuasaan yang dikelola untuk
kesejahteraan bersama atau kepentingan publik membutuhkan nilai atau ideologi
yang meletakkan kepentingan publik di atas kepentingan pribadi dan kelompok. Kekuasaan
yang dipahami sebagai amanah dari rakyat untuk dikelola sebaik-baiknya bagi
kesejahteraan publik adalah roh demokrasi. Indonesia selama ini mengklaim
sebagai negara demokrasi baru sebatas pada permukaan –adanya pemilu, lembaga
perwakilan, lembaga kontrol,dll – namun secara esensial roh demokrasi berupa
etos pengabdian kepada kesejahteraan publik sangat lemah. Kultur kekuasaan patrimonial (Weber, 1978) yang memaknai kekuasaan sebagai milik pribadi atau kekuasaan sebagai simbol
status seorang raja atau penguasa yang menentukan segalanya, masih menjadi
anutan banyak pejabat di Indonesia. Spirit di balik perjuangan meraih kekuasaan
masih berwajah sangat maskulin : kekuasaan itu sumber kekuatan dan pengaruh (power), kekuasaan adalah penundukan, pengendalian
dan otoritas, kekuasaan adalah puncak posisi pemimpin, dan pucuk kepemimpinan
adalah sumber penghormatan, kepatuhan dan ketakutan. Kekuasaan tidak dilihat
dari sisinya yang feminin : melayani, mengabdi, merawat, mendidik, melindungi
dan mengayomi demi kesejahteraan dan kebahagiaan yang dilayani. Inilah spirit
sejati dari administrasi publik. Melayani dan mengayomi rakyat, bukan melayani
dan mengabdi pada kekuasaan, pada penguasa. Selama motivasi orang duduk di lembaga
kekuasaan semata untuk memenuhi hasrat kuasa (power-lust) bukan passion
untuk mengabdi dan memberikan yang terbaik bagi rakyat, bangsa dan negara maka hasrat
untuk korupsi itu akan tinggi.
Hari Anti Korupsi
mestinya dipromosikan bukan saja untuk membenahi kultur dan struktur pengelolaan
urusan publik (governance) tapi juga
menanamkan nilai-nilai spirit pengabdian pada kemaslahatan publik. Pada akhirnya
apabila spirit semacam ini tumbuh menjadi passion orang Indonesia, saya yakin
akan tercipta kultur dan struktur administrasi publik yang baik. Tapi sepanjang
etos ini hanya ada di segelintir manusia Indonesia maka kemungkinan besar dia kurang
daya melawan arus sistem yang busuk. Pejabat melakukan korupsi belum tentu
karena niat pribadi tapi karena desakan sistem atau struktur kuasa yang busuk
sehingga memperangkap orang yang sebenarnya baik menjadi tidak lagi berdaya
atau bahkan tersedot oleh sistem yang ada.
Menanamkan spirit anti
korupsi adalah langkah jangka panjang dan
harus dilakukan terus menerus. Pembenahan bisa dimulai dari diri kita sendiri. Langkah
awal bisa dilakukan di lingkungan terdekat kita : di keluarga, komunitas, atau
di tempat kerja. Sebarkan virus anti korupsi ini setiap saat tidak harus
menunggu Hari Anti Korupsi.
Tindakan Andi Mallarangeng
untuk dengan gentle mengundurkan diri
dari segala jabatan yang disandangnya begitu dia ditetapkan sebagai tersangka
oleh KPK perlu diapresiasi sebagai
bentuk etika pejabat publik yang baik. Semoga langkah ini menjadi acuan bagi
pejabat publik lainnya yang dianggap melanggar etika administrasi publik.
Akhirnya , selamat Hari
Anti Korupsi Sedunia. Perjuangan terberat bangsa Indonesia saat ini tidak saja
melawan penjajah, tapi melawan nafsu untuk merusak bangsa sendiri melalui
korupsi. Tetap optimis dan selalu berharap
kita akan menang dalam perang ini. Yakin Indonesia akan menjadi lebih baik di
masa datang. God Bless Indonesia.
Media massa –
elektronik dan internet – saat ini tengah dapat umpan segar yang seksi untuk
dieksploitasi : kasus kawin siri Bupati
Garut yang hanya bertahan empat hari dan diakhiri talak cerai melalui sms dengan
alasan yang terkesan melecehkan perempuan. Perilaku Bupati Garut ini memancing hujatan,
makian, sumpah serapah , protes dan penghakiman publik bahkan sampai Presiden pun berkomentar negatif
terhadap kasus ini.
Mendagri Gamawan Fauzi
menilai tindakan Bupati Garut tersebut lebih merupakan pelanggaran etika. Pertama, dia
nikah tanpa pencatatan. Kedua, dia menceraikan begitu saja. Seorang pemimpin
semestinya jadi contoh.Beliau adalah figur, orang nomor satu,
pemimpin Garut, harus patuh dan taat undang-undang. Gamawan menambahkan, dalam
sumpah janji kepala daerah, Aceng jelas memiliki kewajiban taat pada peraturan
perundang-undangan yang berlaku, termasuk Undang-Undang Perkawinan Nomor 1
Tahun 1974 Pasal 2 ayat 2 yang menyatakan setiap perkawinan harus dicatatkan. Berarti
bagi yang tidak mencatatkan tidak taat pada undang-undang. Selain melanggar
etika pegawai, Aceng juga
dilaporkan ke lembaga perlindungan perempuan pada akhir November 2012 karena
dituduh melakukan pelecehan terhadap perempuan di bawah umur. Pernikahan siri
terjadi 14 Juli 2012, sementara mantan istri sirinya lahir pada Oktober 1994.
Pernikahan berlangsung pada 14 Juli hingga 17 Juli 2012. Perbuatan Aceng
dianggap melanggar Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 mengenai Perlindungan
Anak. Ia juga dianggap melanggar UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Perdagangan
Orang. (http://www.tempo.co)
Saya tidak ingin
mengomentari kasus kawin siri Bupati Garut dari sisi legalitas pernikahan, karena jelas ini
akan mengundang kontroversi dan perdebatan yang tidak ada titik temunya. Saya ingin
mengupas kasus ini dari kaca mata etika administrasi negara dan rasa keadaban
publik.
Dari sisi etika
administrasi negara, pernyataan Gamawan Fauzi telah dengan gamblang menjelaskan
etika apa yang telah dilanggar Bupati Garut. Peraturan Pemerintah No. 42 Th. 2004
Tentang
Pembinaan Jiwa Korpsdan Kode Etik PNS secara detail menyebutkan etika
profesi, organisasi, sosial dan personal PNS maupun birokrat. Dalam etika
profesi (pasal 9) antara lain disebutkan kewajiban untuk menjunjung penghormatan terhadap hak asasi manusia,
tidak diskriminatif
dan bermoral tinggi.
Sedangkan etika personal (pasal 11) mewajibkan aparatur negara untuk menjaga keutuhan dan keharmonisan keluarga
serta berpenampilan
sederhana, rapih, dan sopan.
Dinilai
dari kode etik aparat publik, perilaku dan ucapan Bupati Garut jelas tidak
mencerminkan seorang pejabat publik yang bermoral tinggi , menghargai martabat
atau hak manusia (khususnya perempuan) , sederhana, sopan, dan mampu menjaga keutuhan keluarga. Perselingkuhan
atau menikah siri atau tidak tercatat secara hukum negara, bagi masyarakat umum
yang bukan aparat negara adalah merupakan privasi atau urusan pribadi atau
keluarga, yang publik tidak berhak untuk menghakimi. Namun, kalau ini dilakukan
oleh pejabat publik urusannya tidak lagi ranah privat tapi menjadi public
domain. Mengapa demikian? Karena ideologi pelayanan publik (Gerald Caiden,1982)
menyebutkan bahwa lembaga pemerintah merupakanlembaga kepercayaan publik yang
digunakan untuk kepentingan publik dan bukan untuk kepentingan pribadi atau
sekelompok orang.Oleh karena itu, aparat
negara terlebih pejabatnya merupakan perwujudan dari kebaikan publik atau
menjadi representasi dari sifat-sifat baik yang didambakan publik : pekerja
keras, jujur, adil, bijaksana, dan dapat dipercaya janji dan ucapannya atau
memiliki integritas.
Terus
apa yang salah atau etika apa yang dilanggar oleh seorang PNS atau pejabat publik yang menikah
lagi atau poligami? Bukankah menikah lagi - sekali pun secara siri - itu lebih bermoral ketimbang selingkuh? Pertanyaan
atau gugatan moral semacam ini yang sering dilontarkan terhadap praktek poligami
dan nikah siri. Kembali lagi bahwa PNS atau pejabat publik adalah simbol
kebaikan publik atau panutan masyarakat. Dan secara rasa atau bahasa Jawanya diroso-roso dan dinalar dengan tidak hanya pakai otak tapi juga pakai
hati nurani....dengan dalih apa pun bahkan dibungkus dan dilegitimasi dengan
dalil apa pun.... tetap saja rasa keadaban kebanyakan masyarakat Indonesia
belum atau bahkan sulit untuk menerima praktek poligami apalagi melalui pernikahan
siri. Singkatnya masyarakat Indonesia masih monogami-oriented sehingga memiliki rasa keadaban yang sulit untuk menerima
praktek atau perilaku semacam ini. Apa pun alasannya, masyarakat cenderung
memvonis orang yang menikah lagi sebagai orang yang tidak setia dan tega
menyakiti istri pertamanya yang sah. Orang tidak mau tahu apapun faktor
pendorong pernikahan poligami. Orang kebanyakan yang berpoligami saja dihujat
habis-habisan, apalagi kalau itu dilakukan oleh pejabat negara atau tokoh
masyarakat.
Dalam kasus Bupati Garut, penghakiman publik semakin keras karena
ada ketidakpatutan secara etika sosial yaitu ada kesan lembaga
perkawinan dilecehkan kesakralannya dan dibuat semacam permainan. Menikah siri
, merasa tidak cocok , dan hanya empat
hari kemudian diceraikan hanya lewat sms. Sudah begitu, si pejabat merasa tidak bersalah
dan dengan jumawa menyombongkan kegantengan, jabatan dan kekayaan yang
dimilikinya. Itu semua disampaikan dan terekspos dengan gamblang di media
massa.
Melihat
tontonan ini, tidak dapat dipungkiri memang ada bau politik
yang menyengat kuat. Namun melihat penampilan dan lisan si bupati, argumen apa lagi yang bisa digunakan untuk
membela perilakunya yang jelas-jelas telah melukai rasa keadaban publik ?
Gambar : ethics-stalinsmoutache. wordpress. com dan zedge.net
Dalam hidup seseorang suatu
ketika tentu pernah mengalami peristiwa yang luar biasa , hal yang sulit
dipahami logika manusia, sehingga diyakini peristiwa itu terjadi semata karena
campur tangan Tuhan. Inilah yang disebut
sebagai mukjizat ...Miracles. Banyak kesaksian tentang keajaiban atau mukjizat yang dipublikasikan di media cetak maupun
internet. Selama ini saya tidak begitu tertarik membaca pengalaman spiritual
seseorang, kalau pun baca ya sekedar untuk killing
time. Tapi beberapa hari yang lalu, tepatnya Kamis 1 Nopember 2012 sekitar setengah 1 malam, saya berenam
dengan teman-teman sekantor mengalami peristiwa yang bagi kami sungguh luar
biasa dan bagi saya pribadi merupakan
pengalaman spiritual yang ajaib dan
menakjubkan.
Ceritanya, malam itu kami dalam
perjalanan pulang sehabis mengikuti Seminar Nasional Dies Natalis Fisip Unsoed
ke -27 di Purwokerto dan sekitar pukul 12 malam lebih hendak mengantarkan teman
yang tinggal di Yogya. Entah mengapa teman dosen yang orang Yogya itu seperti
lupa jalan sehingga ceritanya kebablasan sampai ke ring road. Karena jalan itu jalan tol satu arah maka kami
meneruskan menelusuri jalan itu untuk menemukan jalan untuk bisa balik arah. Pas
saat perjalanan itu, di tengah jalan kami
menemukan tanda bahwa jalan baru dalam perbaikan dan karena gelap kami tidak
melihat sisa atau celah jalan yang bisa kami lewati. Entah bagaimana (ini yang
kemudian sulit kami pahami) kok kami bisa bersepakat mengambil keputusan melewati
jalur sebelahnya yang tentu saja itu merupakan jalan satu arah yang berlawanan
dengan arah mobil kami. Pemahaman kami berenam saat itu mungkin karena jalan
diperbaiki dan disitu tidak ada tanda panah yang bisa memberi petunjuk celah
jalan yang harus dilalui, maka mungkin jalan diarahkan ke jalur sebelah dan
berubah menjadi jalan dua arah (suatu pikiran yang sangat tidak rasional yang
kami heran luar biasa bagaimana bisa sampai ke otak kami. Kekuatan apa yang
membuat kami seolah tidak bisa berpikir jernih).
Singkatnya, kami masuk ke jalur sebelah.
Betapa kami terkejut dan shock ketika kemudian dari jauh kami lihat dua mobil
beriringan dengan kecepatan tinggi melintas di depan kami. Saat itulah kami
sadar bahwa jalan ini tetap merupakan jalan tol satu arah. Dan kami sudah
terlanjur masuk dan berjalan ....dengan melawan arah !!!! Oh...My God. Secara insting diputuskan untuk memberi tanda dengan mengkedip-kedipkan
lampu mobil. Tapi kami lihat mobil di depan kami tetap melaju kencang tanpa ada
keinginan untuk melambatkan laju mobilnya (jelas mobil ini nggak salah. Siapa sangka ada mobil melawan arah di jalan
tol satu arah, mungkin dia juga shock atau mengira kami rombongan orang mabuk
atau orang gila naik mobil). Begitu saya lihat mobil itu tetap melaju kencang di depan
kami....saya merasa itulah saat terakhir kami. Dan saat itulah spontan dari
mulut saya (sebagai penganut iman kristiani) terucap dengan pelan , tanpa
berteriak , menyebut : “Jesus“, dan
dalam hati saya mengucap kalimat yang biasa menutup doa umat Kristen : “KehendakMu
jadilah”. Saya mengucap kalimat ini karena saya melihat hanya kuasa Ilahi
atau mukjizat ...Miracle ...yang bisa
menyelamatkan kami dan kalau ini akhir hidup kami ya inilah yang menjadi
suratan nasib atau KehendakNya. Dan apa yang terjadi kemudian adalah
......suatu pengalaman batin yang tak bisa terlukiskan dalam kata. Sungguh
ajaib....mobil yang melaju kencang di depan kami akhirnya berbelok menghindari
mobil kami....demikian pula mobil yang melacu kencang di belakangnya juga
mengikuti menghindari kami. Tapi ini belum berakhir.......dari jauh kami
melihat entah truk atau bis yang jelas kendaraan besar yang melaju di depan
kami. Namun, anehnya kami tidak panik. Ini yang juga membuat kami heran. Kami semua tenang menghadapi semua
situasi yang mencekam ini dan saya yang biasanya penakut bisa dengan tenang
bilang ke rekan yang mengendarai mobil untuk terus memainkan lampu mobil. Dan
mobil yang ketiga ini pun mengambil langkah seperti dua mobil sebelumnya.
Setelah melaju beberapa waktu akhirnya kami melihat celah masuk ke jalur lambat
dan pelan-pelan kami membelok ke arah sana. Begitu bisa masuk ke jalur lambat...
betapa leganya kami ..rasanya plong. It’s Amazing !!! ... kata-kata yang
biasa diucapkan Tukul ini berulang-ulang terlontar dari mulut kami.
Pengalaman lolos dari maut ini sungguh benar-benar
menakjubkan ....Amazing... dan
ancaman maut itu tidak hanya berlangsung dalam hitungan detik, tapi kami harus terpaksa
menghadapinya sepanjang kami menelusuri jalan yang melawan arah : ...di jalan
tol....di tengah malam...yang pastinya kendaraan melaju dengan kecepatan
maksimal. Pelajaran yang bisa diambil adalah kami jelas bersalah dan kecerobohan ini bisa merugikan keselamatan
orang lain. Namun, kesalahan ini tidak akan terjadi kalau ada penunjuk jalan atau tanda perbaikan jalan yang
memadai. Hikmah dari sisi spiritual,
untuk saya pribadi, adalah peristiwa ini membuat iman akan Kebesaran Kuasa
Tuhan menjadi semakin kuat. Kuasa itu
sungguh nyata. Saya yakin teman-teman saya yang beda iman tentu juga
meyakininya. Mereka saat itu tentu juga, meskipun tak terlontar secara lisan, meminta campur tangan Kuasa-Nya. Peristiwa ini menyadarkan saya akan arti hakiki agama atau religion. Bagi saya, agama adalah media
untuk mengenal Kuasa Ilahi. Agama menyediakan media bagi umat pemeluknya untuk
menuju kepada yang Maha Kuasa itu. Agama bukan sekedar identitas, yang
menunjukkan siapa “saya” dan siapa “mereka”. Agama adalah way of life, cara
pandang, cara memaknaihidup, cara saya
menanggapi setiap momen dan setiap pergumulan hidup yang saya hadapi. Intinya,
agama adalah sumber kekuatan spiritual.
Karena itu, saya selalu melihat
agama sebagai relasi yang sangat pribadi yang hanya Dia yang perlu tahu, tidak
perlu saya pertunjukkan di depan umum atau di ranah publik. Begitu pribadinya
hubungan saya dengan Tuhan, membuat saya tidak ingin itu diketahui orang
banyak. Iman saya cukup Dia saja yang tahu. Saya tidak akan memanggil atau
menyebut Nama-Nya tanpa tujuan yang jelas atau sekedar untuk menunjukkan
identitas agama yang saya anut. Nama Tuhan yang saya imani hanya akan terucap
dalam doa-doa pribadi. Saya ucapkan dengan sepenuh hati, sepenuh iman dan
kepasrahan. Itu pula yang saya lakukan saat dengan pelan saya sebutkan Nama-Nya
di saat diambang ancaman maut. Dan
ternyata sungguh benar firman Yesus yang menyatakan iman sekecil apapun
memiliki kekuatan yang luar biasa : “ If you have faith as small as a
mustard seed, you can say to this mountain, 'move from here to there' and it
will move." (Matthew 17:20)
Menutup tulisan ini, saya kutip kata-kata inspiratif tentang mukjizat atau
miracles berikut :
Kemarin malam, 9 September 2012, saya mendapat kesempatan menonton sendratari kolosal ”Matah Ati " di Pamedan Mangkunegaran. Matah Ati bercerita tentang Rubiyah seorang gadis Jawa dari Desa Matah yang hidup di pertengahan abad ke-18. Di era ini banyak terjadi pemberontakan terhadap VOC, salah satunya pemberontakan yang dipimpin oleh kesatria dari Surakarta – Raden Mas Said atau dikenal dengan sebutan Pangeran Samber Nyowo. Rubiyah adalah seorang perajurit perempuan yang selain cantik juga memiliki keberanian dan penguasaan strategi perang yang tak kalah dengan prajurit pria. Di tengah suasana perang inilah, kisah cinta Raden Mas Said dan Rubiyah berkembang dan kemudian menyatu dalam perkawinan yang pada akhirnya melahirkan Dinasti Mangkunegaran (matah-ati.com/about/synopsis). Kisah Rubiyah memberi gambaran lain tentang perempuan Jawa yang selama ini dikenal lemah lembut dan nrimo. Perempuan Jawa ternyata juga bisa perkasa dan berani terlibat langsung di medan peperangan, suatu wilayah yang selama ini identik dengan laki-laki. Bicara tentang kesetaraan gender, siapa yang tidak ingat dengan Gusti Nurul , putri bangsawan Mangkunegaran yang dikenal karena berani mendobrak tradisi saat itu dengan memakai celana panjang dan naik kuda keliling Solo. Ya bisa dimaklumi ternyata beliau adalah keturunan Rubiyah.
Tentang sendratari Matah Ati sendiri ada beberapa hal yang menarik untuk diulas. Dari sisi pertunjukan , yang bikin Matah Ati jadi luar biasa adalah keindahan gerak dan kostum tari Jawa yang didukung oleh panggung yang besar dengan penataan dan pencahayaan yang spektakuler. Baru kali ini saya melihat panggung pentas yang tidak konvensional atau datar saja. Panggung yang ditata oleh Jay Subyakto ini ada empat tingkatan, tingkatan paling bawah dekat penonton berbentuk miring, kemudian panggung datar, kemudian panggung miring lagi, dan terakhir menurun (terkesan seperti turun dari bukit). Tidak hanya itu, panggung yang datar dalam adegan tertentu bisa terbuka dan dari situ muncul lah para penari. Pada sisi kiri dan kanan panggung , terdapat pilar-pilar tinggi tempat tata pencahayaan dan sekaligus difungsikan sebagai tempat pintu keluar masuk. Kiri dan kanan panggung ini ditutupi dengan kain hitam. Pada saat saya datang , ketika lampu belum dinyalakan, saya tidak melihat tiang-tiang ini. Yang saya lihat di atas panggung hanya gedung kuno peninggalan Belanda yang menjadi background panggung.
Matah Ati dapat dikatakan Opera van Java yang sesungguhnya. Seni tari, wayang dan musik tradisional Jawa berpadu satu dan diolah menjadi opera yang sedemikian indahnya di tangan sang produser BRAy. Atilah Soeryadjaya yang merupakan putri bangsawan Mangkunegaran. Gerak tarian yang indah dan elegan, tembang yang merdu, serta musik gamelan yang pas dengan setiap gerak dan lakon yang diperankan. Semua keindahan seni ini bisa hadir di atas panggung karena ternyata hampir semua penari adalah sarjana seni dan orang-orang di belakang layar atau istilahnya Tim Kreatifnya adalah para dosen institut seni Solo.
Melihat pentas Matah Ati mata menjadi segar oleh keindahan gerak tari serta kecantikan wajah dan tubuh para penari perempuan , ditambah lagi dengan kostum yang mewah dengan paduan warni-warni cerah serasi dan berkilau oleh terpaan cahaya. Matah Ati juga menghibur telinga dengan alunan gamelan dan kemerduan tembang atau gending Jawa, termasuk lagu dolanan jaman saya kecil yang sudah tidak lagi dikenal oleh anak jaman sekarang. Yang tak kalah menarik adalah tampilnya Sahita – kelompok seniman yang terdiri dari empat perempuan sarjana seni ISI Solo yang di pentas selalu tampil sebagai nenek-nenek kocak. Sahita menghadirkan selingan humor dan sekaligus kritik sosial yang segar. Salah satunya tentang
Solo yang dilekatkan dengan terorisme dan kekerasan. Sahita bilangtindak kekerasan itu harus dilawan ....dengan
apa ? Kekerasan itu harus dilawan dengan ... kesenian. Pada saatnya semua kekerasan itu nanti akan habis dengan sendirinya. Selain pintar melontarkan celetukan yang spontan dan lucu, para nenek-nenek heboh ini juga pinter nembang dan menari. Sendratari Matah Ati juga menghadirkan kejutan-kejutan yang disisipkan di setiap adegan seperti adanya kembang api pada awal dan penutupan, serta adegan perang yang disertai dengan kobaran api sungguhan di sekeliling panggung.
Yah, Matah Ati adalah contoh produk seni tradisional di abad digital. Seni tradisi seperti wayang kulit atau wayang orang, ketoprak atau seni tari tidak lagi dipentaskan dengan pakem yang baku. Dengan bantuan tehnologi pencahayaan, media visual dan peralatan canggih lainnya, pentas wayang dan sendra tari bisa dilakukan dengan sarana multimedia sehingga menghadirkan pentas seni tradisi yang terkesan canggih, megah, mewah dan sekaligus modern. Tidak heran kalau pertunjukkan Matah Ati sebagian besar penontonnya justru anak-anak muda.
Penonton menjadi faktor lain yang menarik untuk diamati. Penonton seni tradisi selama ini adalah kaum tua atau masyarakat tradisional di pedesaan. Matah Ati membuat gebrakan dengan mementaskan sendratari tradisi Jawa ini pertama kali di gedung kesenian Esplanade Theatre Singapura . Ternyata selama dua hari pertunjukkan karcis ludes habis dan banyak penonton yang kecewa tidak mendapatkan karcis. Uniknya, sebagian besar penonton bukanlah orang Indonesia , apalagi orang Jawa. Pada pertunjukkan kedua di Jakarta hal sama juga terjadi.
Seni tradisi dan anak muda atau kaum menengah di kota-kota besar selama ini tidak kompatibel. Melihat tarian dan gending Jawa enggak elite dan enggak anak muda banget. Matah Ati mematahkan pandangan ini. Apabila digarap dengan sungguh-sungguh ternyata seni tradisi Indonesia bisa tampil semegah opera Broadway sehingga mampu menyedot perhatian tidak hanya orang Indonesia tapi juga mancanegara. Pentas Matah Ati di Solo membuktikan hal ini. Sebagian besar penonton adalah anak muda dan saya kira kebanyakan bukan orang Solo. Dari mendengar percakapan dan penampilan sepertinya kebanyakan orang Jakarta atau bahkan orang Singapura. Memang ada sekitar 200an penonton dari delegasi Federation of Asian Culture Promotion (FCAP) dan banyak juga bule yang nonton. Menunggu pentas Matah Ati dengan duduk-duduk di Ngarsopuro serasa bukan di Solo. Ada cewek bule lagi bercanda dengan anak-anak muda Indonesia akrab sekali. Ada gadis dan ibu-ibu dengan penampilan modis dan wangi. Dan lagi satu hal yang membuat serasa bukan di Indonesia adalah penonton yang tertib antri. Padahal jumlah penonton ribuan, tapi semua masuk dengan tertib dan tidak ada desak-desakan, apalagi rebutan tempat duduk. Ketertiban ini berlanjut saat pertunjukkan berlangsung. Sejak awal diumumkan untuk mematikan HP dan diperbolehkan mengambil gambar tapi tetap duduk. Ternyata aturan ini ditaati. Ketertiban penonton berlanjut hingga saat keluar dari tempat pertunjukkan.
Inilah pengalaman menonton Matah Ati : kesenian lokal, dengan penonton dan tehnologi serta manajemen level global. Ternyata Solo bisa, saya kira Indonesia juga bisa.
Gambar :
mariaulfa.blogspot.com, facebook.com dan solopos.com
Besok -tanggal 19 Agustus 2012 - kita merayakan Hari
Lebaran atau Idul Fitri. Lebaran di Indonesia tidak sekedar perayaan keagamaan
yang dijalankan oleh pemeluk agama Islam, tapi telah menjadi ritual budaya yang
dilakoni oleh semua lapisan masyarakat.
Di hari ini, kata “maaf” menjadi kata yang akan sering diucapkan atau
lengkapnya “maaf lahir dan batin”, yang maknanya kurang lebih permintaan maaf
yang tidak sekedar lip service, tapi
benar-benar permohonan maaf yang tulus yang keluar dari lubuk hati.
Mumpung ini momen lebaran yuk
kita mengulas seputar maaf memaafkan. Saya tidak akan menyorotinya dari perspektif
religi karena tidak mempunyai kapasitas untuk itu. Saya akan memaknai arti dan
manfaat memaafkan dari sisi yang umum. Dari ngobok-obok internet akhirnya saya
temukan banyak artikel yang mengulas tentang makna penting memaafkan dan
melupakan kesalahan.
Tom Valeo dengan
sangat menarik mengulas manfaat memaafkan dari sisi kesehatan jiwa dan fisik. Memaafkan
atau mengampuni merupakan suatu bentuk ungkapan cinta –suatu hadiah yang
diberikan secara cuma-cuma bagi siapa saja yang telah menyakiti kita. Hasil penelitian
membuktikan bahwa mengampuni membawa manfaat yang sangat besar bagi orang yang
memberikan hadiah (maaf) itu. Jika seseorang dapat memaafkan dan melupakan
kesalahan, ia akan menikmati tekanan darah, sistem kekebalan tubuh yang kuat,
dan penurunan hormon stres yang beredar dalam darah. Sakit punggung, masalah
perut, dan sakit kepala bisa hilang, karena mengampuni dapat mengurangi kemarahan,
kepahitan, dendam, depresi, dan emosi negatif lain yang biasa muncul apabila seseorang sulit untuk memaafkan.
Meskipun memaafkan bisa mendatangkan manfaat yang luar biasa, tapi tetap saja
tidak mudah untuk dipraktekkan. Terus gimana caranya supaya bisa mengampuni
kesalahan ?
Menurut Frederic Luskin, PhD, direktur the
Stanford University Forgiveness Project (dalam Valeo) memaafkan atau
mengampuni itu , seperti halnya mencintai, tidak bisa dipaksakan. Luskin menyatakan
untuk mampu mengampuni pertama-tama
orang harus mengembangkan budaya terima kasih atau bersyukur , yakni upaya aktif untuk mengakui apa yang baik dalam
hidup Anda dengan senantiasa memfokuskan pada hal-hal positif. Kemampuan berpikir
positif bisa diperoleh melalui manajemen
stress atau kontrol emosi yang bisa dibantu lewat cara meditasi dan relaksasi. Orang
yang mampu bersyukur akan memandang hal-hal negatif dengan kacamata positif. Kejadian
yang menyakitkan hati dan kondisi yang menjengkelkan akan selalu dicari hikmahnya.
Orang yang mampu bersyukur adalah orang yang
senantiasa melihat masa depan dengan penuh harapan dan tidak suka mengeluh atau pun menyimpan kesalahan.
Kedua, memaafkan
lahir dan batin. Everett L. Worthington Jr., PhD, profesor psikologi dari Virginia Commonwealth University mengemukakan
dua jenis pengampunan yaitu pengampunan decisional dan pengampunan emosional
(dalam Vale0). Pengampunan decisional adalah
tindakan melepaskan pikiran-pikiran marah terhadap orang-orang yang telah membuat sakit hati. Adapun pengampunan
emosional adalah level pengampunan yang lebih tinggi di mana emosi negatif
seperti kemarahan, kepahitan, permusuhan, kebencian, kemarahan, dan ketakutan
digantikan dengan cinta, kasih sayang, simpati, dan empati. Jadi pengampuan desisional itu bisa disebut
maaf hanya di bibir saja atau secara lahirnya saja karena kesalahannya belum
bisa dihapus dari hati dan ingatan. Sedang pengampunan emosional adalah pengampunan
dari dalam hati atau maaf lahir dan batin yakni memaafkan secara lisan dan juga
melupakan segala kesalahan dan sakit hati dan menguburnya sebagai masa lalu
yang harus dilupakan. Dengan memaafkan lahir batin seseorang bisa membangun
hubungan baru yang tulus.
Menurut Worthington ada 5 langkah pengampunan emosional yang disingkat
dengan REACH. Pertama, Recall atau
mengingat atau bahasa Jawanya ngonceki
semua rasa sakit hati secara obyektif,
tanpa menyalahkan dan melihat diri sendiri sebagai korban. Kemudian Emphatize, berempati dengan mencoba membayangkan sudut
pandang orang yang bersalah pada kita. Altruistic, memaafkan lahir dan batin akan mudah dilakukan
dengan cara membayangkan dan merasakan bagaimana rasanya saat kesalahan kita
diampuni. Commit, dalam berkomitmen untuk memberi maaf seringkali kita merasa tidak siap atau belum
ikhlas untuk memaafkan kesalahan, namun apabila telah berketetapan (commit) untuk memaafkan maka kita harus
benar-benar Hold on atau sepenuh hati memaafkan kesalahan itu lahir dan batin,
jangan diingat atau diungkit-ungkit lagi kesalahan itu.
Demikian coretan singkat tentang makna memaafkan. Semoga bermanfaat. Akhirnya,
selamat menyambut Lebaran. Mari kita saling maaf dan memaafkan secara lahir dan
batin.
Sebagai pelengkap mari kita renungi kata-kata bijak yang saya kutip dari inspirationalspark. comberikut ini :
"Let us forgive each other - only then will we live in peace." ~ Leo Tolstoy
"To err is human, to forgive, divine." ~ Alexander Pope
"A heart filled with anger has no room for love."~ Unknown
"Forgive all who have offended you, not for them, but for yourself." ~ Harriet Nelson
"To forgive is the highest, most beautiful form of love. In return, you will receive untold peace and happiness." ~ Robert Muller
Pilgub DKI Jakarta tahun 2012 memang menarik untuk diamati. Bukan soal isu SARA yang heboh itu. Tapi model atau cara baru berkampanye yang menjadi semakin kreatif dan inovatif berkat bantuan tehnologi komunikasi. Di zaman Orba kampanye banyak dilakukan dengan menempel spanduk atau baliho gambar calon yang bertebaran dimana-mana atau yang paling bikin sebel adalah pengerahan massa dan konvoi sepeda motor dengan suara meraung-raung memekakkan telinga. Saat ini model pengerahan massa selain tidak diperbolehkan juga sepertinya terkesan jadul. Di jaman digital, semakin banyak orang yang memilih internet sebagai media kampanye.
Cara kampanye yang unik dan kreatif dilakukan pendukung Jokowi-Ahok dengan menciptakan game online yang diberi nama SELAMATKAN JAKARTA . Game yang terdiri dari 30 level ini bukan game sekedar game. Game ini bercerita tentang usaha Jokowi untuk mengentaskan empat permasalahan utama di Jakarta, yakni oknum pejabat yang korup, pengusaha hitam, preman, dan tempat sampah. Setelah memenangkan setiap level, akan keluartagline seperti "Jakarta Baru Tanpa Kekerasan". Menurut Kompas.com hingga saat ini sudah 12.000-an orang yang bermain di desktop dan hampir 1.000 yang bermain game ini di Facebook (Kompas.com ). Yang menarik kreator game ini bukan penduduk Jakarta atau orang Solo, tapi orang Bandung yang mengaku bukan tim kampanye Jokowi-Ahok (merdeka.com).
Kampanye kreatif di internet juga bisa dilihat dari visualisasi adaptasi lagu What makes you beautiful dari one direction yang di-upload simpatisan Jokowi. Berbagai model kampanye ini membuktikan bahwa media massa, khususnya internet, mampu menyebarkan gaung Pilgub DKI bak kompetisi Indonesian Idol yang menarik perhatian publik untuk ikut terlibat secara emosional dalam kontestasi politik ini.
Internet terbukti telah menjadi alternatif baru untuk merebut hati konstituen melalui sharing ide dan gagasan lewat media sosial seperti facebook dan twitter, dan bahkan lewat media permainan. Perang , intimidasi atau istilahnya “panas-panasan” saling menyerang pribadi antar kandidat yang biasa dilakukan melalui pengerahan massa pendukung di lapangan atau stadion, yang disitu dihadirkan tokoh atau figur publik sebagai juru kampanye dan dimeriahkan dengan orkes dangdut atau artis, tidak lagi ampuh sebagai magnet untuk menarik atau mempengaruhi pilihan masyarakat. Bagi masyarakat perkotaan yang melek internet, media sosial di dunia maya lebih dipilih sebagai referensi untuk mengenal lebih jauh para kandidat dalam pemilihan politik. Di kota-kota besar, internet telah memindahkan medan kontestasi politik dari lapangan ke dunia maya. Konsentrasi massa tidak lagi dibatasi ruang dan waktu. Dunia maya adalah lahan kampanye yang bisa menampung jumlah massa yang tanpa batas. Disini setiap individu bisa menjadi juru kampanye bagi kandidat yang didukungnya.
Namun model kampanye via internet punya keterbatasan karena hanya efektif diaplikasikan di wilayah kota-kota besar seperti Jakarta, bukan di wilayah yang masih sulit terjangkau jaringan internet. Dan lagi, kampanye via dunia maya lebih pas untuk menjangkau kelompok menengah atas perkotaan dan berpendidikan cukup yang kebanyakan merupakan pemilih rasional. Bagi pemilih tradisional atau yang memilih atas dasar ikatan primordial yang kebanyakan ada di daerah pinggiran dan pedesaan, perang isu lewat internet tidak mereka kenal. Bagi kelompok ini suara patron atau tokoh lebih didengarkan sehingga kampanye dengan isi pesan dan model apa pun ya tidak ngaruh, yang dicoblos ya sesuai dengan arahan tokoh yang dihormatinya.
Bagi basis massa tradisional, kampanye internet secanggih apa pun sulit untuk menggoyahkan pilihan politik yang sudah jadi tradisi turun menurun. Saya tidak akan mengatakan pemilih yang berlandaskan ikatan primordial sebagai tidak berpendidikan dan tidak rasional. Setiap orang punya rasionalitasnya sendiri-sendiri. Setiap orang mempunyai acuan nilai yang dipandang paling baik untuk dirinya. Tidak bisa standard nilai seseorang atau kelompok dipaksakan untuk diterima sebagai kebenaran bagi banyak orang. Namun, menyangkut pengelolaan urusan publik, idealnya setiap warga negara berpegang pada rasionalitas publik atau prinsip kepentingan dan kesejahteraan publik mengatasi semua kepentingan individu dan kelompok.
Besok, tanggal 17 agustus 2012, usia Indonesia akan genap 67 tahun. Di usia 67 mestinya Indonesia sudah cukup dewasa dan telah memiliki dasar nilai bersama yang kokoh dan disepakati semua elemen anak bangsa. Pancasila sebagai ideologi negara harusnya sudah tertanam sebagai rule of the game , termasuk dalam berkompetisi politik. Kalau ternyata isu SARA atau ikatan primordial masih menjadi jualan dalam meraih dukungan suara publik ini artinya nilai-nilai Pancasila belum terinternalisasi dan rasionalitas publik belum bisa diterima sebagai etika governance oleh segenap elemen bangsa.
Terkait dengan pilgub DKI Jakarta, penduduk Jakarta tentunya sangatlah beragam dan tidak semuanya punya rasionalitas publik yang tinggi. Bagaimana pun basis massa tradisional juga cukup banyak. Jadi siapa nanti yang terpilih jadi Gubernur Jakarta sedikit banyak akan bisa menjadi barometer atau memberikan gambaran profil dan preferensi pemilih Pemilu 2014. Dan kalau yang menang adalah calon incumbent yang banyak mengusung isu SARA ini berarti ikatan primordial masih menjadi dasar kuat dalam membuat pilihan atau keputusan politik. Sebaliknya, kalau yang menang bukan calon incumbent berarti keinginan akan perubahan atau perbaikan kondisi sosial ekonomi lebih kuat ketimbang ikatan emosional primordial. Ini artinya basis massa tradisional sudah semakin tinggi rasionalitas publiknya atau juga bisa jadi mereka sudah patah arang dengan tokoh atau lembaga yang menjadi patronnya. Kalau ini yang terjadi berarti model kampanye cerdas dan kreatif yang mengedepankan rasionalitas publik sudah bisa diterima masyarakat. Yah, kita tunggu saja bagaimana akhir cerita drama Pilgub DKI Jakarta ini.
Ras, etnis, dan agama menjadi
isu yang sensitif untuk dibicarakan di Indonesia. Di era Orde Baru, isu seputar
identitas kultural tersebut ditambah dengan antar golongan diberi istilah sebagai
isu SARA (suku, agama, ras, dan antar golongan). Keberagaman suku, ras dan
agama adalah realitas sekaligus keunikan dan kekayaan Indonesia. Dari sisi budaya, keberagaman identitas budaya ini
termanifestasi dalam seni tradisi, ritual adat budaya dan agama yang dijalani
dan dihidupi oleh ratusan etnis yang hidup di Indonesia. Bahkan tak jarang
terjadi akulturasi budaya yang melahirkan budaya campuran yang unik khas
Indonesia.
Bila keberagaman identitas dari
sisi budaya relatif mudah diterima bahkan diadopsi, tidak demikian halnya
dengan keberagam identitas kultural di ranah politik praktis. Ras, etnisitas dan
agama jika masuk ke praktek politik ternyata menghasilkan kontroversi,
pro-kontra dan perdebatan panas seputar identitas primordial dan isu SARA yang
tak ada matinya.
Saya tertarik untuk mengetahui
lebih jauh tentang identitas kultural di ranah politik setelah mengamati maraknya
isu SARA selama proses Pemilihan Gubernur DKI Jakarta tahap pertama dan berkembang
semakin panas dan intensif menjelang pemilihan tahap kedua di bulan September nanti.
Identitas
Kultural dan Pilgub DKI Jakarta 2012
Ada beberapa hal yang menarik
untuk diulas dari Pilgub DKI Jakarta tahun ini . Pertama-tama, tentu saja figur calon
gubernur Jokowi yang berpenampilan menyempal dari gambaran umum kandidat kepala
daerah yang kebanyakan suka tampil berwibawa, formal , religius, dan
menggunakan identitas kultural etnisitas. Kelebihan Jokowi dibanding calon
gubernur lainnya ada di caranya mendekati masyarakat yang terkesan merakyat dan
natural tidak dibuat-buat. Pilihan kostum
baju kotak-kotak dengan lengan digulung
juga kostum yang aneh dan selama ini belum ada kontestan pilkada yang
menggunakan model ini. Baju kotak-kotak dipadu celana jeans jelas bukan kostum
yang match dengan pejabat publik di
Indonesia.
Hal yang tak kalah menarik lainnya
adalah figur calon wakil gubernur pasangan Jokowi , Basuki Tjahaja Purnama
(Ahok) yang keturunan Tionghoa atau orang Indonesia umum menyebut sebagai orang
Cina. Selama ini jarang orang Cina yang cukup punya nyali untuk ikut
berkompetisi dalam ajang Pemilihan Kepala Daerah. Institusi publik , terlebih
birokrasi di Indonesia, sepertinya
menjadi tempat yang relatif steril dari etnis Cina. Nggak percaya? Coba
tengok-tengok di instansi pemerintah atau lembaga pendidikan negeri , ada
berapa PNS, tentara, atau dosen PTN yang beretnis Cina? Langka bukan? Melihat
realitas ini, pilihan Jokowi untuk berpasangan dengan Ahok dan keberanian Ahok
untuk terjun di kontestasi politik menjadi isu yang menarik untuk diulas lebih
jauh. Kesediaan Jokowi untuk dipasangkan dengan wakil gubernur dari kelompok etnis
dan agama minoritas dan penolakan pada penggunaan simbol dan identitas ras dan
etnis untuk kepentingan politik merupakan tindakan yang berani dan seolah-olah
hendak melawan model pemasaran politik yang selama ini menjadi pakem atau mainstream di banyak Pilkada di
Indonesia.
Dan memang terbukti munculnya
Jokowi-Ahok langsung mengundang munculnya beragam isu SARA seperti perdebatan
seputar baju koko dan peci, ayat suci dan ayat konstitusi, orang Betawi dipertentangkan
dengan orang daerah (Solo) dan orang Cina, dan soal memilih pemimpin yang harus
seiman, dan masih banyak lagi. Isu-isu semacam ini kalau kita simak bukanlah
isu baru tapi penyakit musiman yang akan kambuh setiap kali ada pemilihan
pimpinan dimana penentuannya dilakukan melalui pilihan rakyat. Jadi lihat saja
isu ini akan muncul di setiap voting pilihan pimpinan yang strategis, kalau
memilih ketua selevel RT, PKK apalagi tugas sosial yang tidak ada sumber daya
yang bisa diperebutkan ya jelas banget tidak akan dibutuhkan bantuan isu SARA.
Isu SARA menjadi jualan yang
diobral bebas dan liar melalui sms dan internet selama masa Pilgub DKI Jakarta
2012 tentunya bukan karena kali ini ada kehadiran Ahok yang orang Cina dan
beragama Kristen. Buktinya, pada pemilu Presiden tahun 2004 yang lalu, isu SARA
juga menerpa ibu Presiden dan Wakil Presiden yang meskipun beliau berdua itu
mempunyai latar belakang agama yang jelas, tapi masih saja diperdebatkan soal kebenaran
identitas agama mereka. Kemudian, dulu saat Megawati dianggap sebagai kandidat
kuat calon presiden terjadi perdebatan panas seputar gender (boleh tidaknya
perempuan menjadi pemimpin) dan gugatan seputar kadar keimanan Megawati. Kesimpulannya,
kalaupun sebenarnya tidak ada isu SARA
yang bisa dimainkan ya dicari-cari atau digolek-goleki, pokoknya isu ini memang
seksi banget dan gampang digunakan untuk menarik solidaritas dan loyalitas
kelompok.
Apa
dan Mengapa ada isu SARA di Kontestasi Politik?
Mengamati pemberitaan dan
perdebatan di media cetak maupun elektronik seputar Pilgub DKI Jakarta tahun
2012 mengundang banyak pertanyaan liar di benak saya. Mengapa ras dan etnisitas menjadi isu yang panas
dan sensitif? Mengapa dan untuk apa to manusia kok dikelompok-kelompokkan ke
dalam berbagai ras dan etnisitas? Apakah
ras dan etnisitas itu sesuatu yang kodrati atau hasil dari konstruksi sosial
masyarakat?
Ada banyak teori yang mencoba menjelaskan ras dan
etnisitas dalam hubungannya dengan politik atau negara. Dua pendekatan yang
utama adalah primordialisme dan pendekatan konstruktivis . Menurut pendekatan
konstruktivis, ras sesungguhnya lebih
merupakan merupakan konstruksi sosial
politik. Negara yang mengkonstruksi atau membentuk kategori rasial. Di beberapa
negara, ras digunakan sebagai alat memobilisasi pemilih saat pemilihan umum.
..race is
greatly controlled and manipulated as a tool by many state governments. In some
states, race is a tool used during election to garner when political parties
represent a particular racial group and "play up" the race's
differences from members of another race. If this situation of people
identifying themselves along racial lines becomes too extreme, ethnonational
riots may break out where one racial group feels it is unfairly treated by
another. Political parties may hence used the race card to mobilize its voters
(http://sc2218.wetpaint.com/).
Ras dan etnisitas menjadi
isu yang seksi dalam pemilu. Mengapa demikian? Nampaknya ada keyakinan di benak
para kandidat atau tim suksesnya bahwa cara termudah dan paling efektif menarik
hati orang untuk memilih seorang kandidat adalah dengan cara membangkitkan
ikatan emosional pemilih pada calon. Ikatan emosional mana yang bisa melebihi
kecintaan seseorang pada identitas primordialnya : suku, agama, ras, dan
golongan atau komunitas? Diantara semua identitas ini, suku-agama-dan ras
menjadi identitas yang paling kuat sehingga mudah menyulut emosi. Dalam
ras, agama dan etnisitas ada stigmatisasi dan pelabelan yang pada akhirnya akan
bermuara pada kebencian, syak wasangka,
kecemburuan sosial, eksklusi dan inklusi.
Mengingat isu ras dan etnisitas hanya muncul sebagai jualan selama musim kampanye tidak aneh kalau
ditarik kesimpulan bahwa isu SARA itu lebih sebagai komoditas politik. SARA
sebagai alat politik tak ubahnya minuman keras oplosan yang bisa memabukkan dan
mematikan. Apabila setiap orang Indonesia setuju dengan pandangan bahwa memilih
pemimpin itu yang penting pokoknya yang utama harus beridentitas ras dan
etnisitas (dan juga agama) yang sama dan soal kapabilitas serta integritas itu
urusan belakangan, ya kita jadi tahu salah satu faktor penghambat mengapa
Indonesia sulit untuk maju.
Menurut saya tidak ada yang salah dengan
kecintaan pada identitas primordial. Kelestarian nilai-nilai dan praktek budaya
serta agama hanya dapat terjaga apabila setiap orang bisa menghargai dan
menghidupi nilai dan ritual budaya dan agama yang dicintainya. Tapi jangan sampai kecintaan kita
pada identitas budaya dan agama membuat kita buta sehingga mudah dikendalikan
untuk kepentingan yang sesungguhnya belum tentu berkaitan dengan ajaran luhur agama.
Bicara tentang identitas
kultural, sesungguhnya etnisitas dan ras hanyalah idiom atau konsep yang hanya bisa dipahami oleh orang dewasa. Ini membuktikan
bahwa etnisitas dan ras dibangun untuk kepentingan orang-orang dewasa. Perbedaan ras, etnis, agama dan gender tidak ada dalam alam pikir
anak-anak. Anak-anak bisa dikatakan buta warna kulit, ras, gender dan agama.
Ingin tahu buktinya? Coba kita lihat iklan-iklan dari Petronas Malaysia ini.
Untuk lebih memahami tentang makna keberagaman bisa didengar apa kata Paul McCartney dan Stevie Wonder dalam lagunya Ebony and Ivory