“True Colors" adalah sebuah lagu yang ditulis oleh Billy Steinberg dan Tom Kelly. Lagu ini merupakan lagu pertama dalam album kedua penyanyi Cyndi Lauper. Selain Lauper lagu ini juga dipopulerkan oleh Phil Collins pada tahun 1998.
“Show one’s true colors” bermakna memperlihatkan karakter seseorang yang asli atau natural. Menunjukkan warna aslinya sama dengan menunjukkan pribadi atau menampakkan karakter yang sesungguhnya.
Lirik lagu “True Colors” memberi semangat agar orang berani menjadi dirinya sendiri, berani menunjukkan siapa dia yang sebenarnya. Menjadi diri sendiri bukan citra diri yang diinginkan orang lain.
Tidak semua orang berani membuka diri , menunjukkan pada dunia inilah aku dengan segala ke”aku”anku. I am what I am. Ada sebagian orang yang takut menjadi dirinya sendiri. Karena dunia telah membuat label-label bernama identitas dan hanya manusia dengan label atau identitas yang disepakati mayoritas yang akan diakui eksistensinya. Sebaliknya, mereka yang diberi label “tidak umum” atau “aneh” atau “menyimpang” dari identitas mayoritas harus menyangkal diri, menyembunyikan dan menutupi identitasnya.
Menjadi bagian dari minoritas harus siap setiap saat menerima pandangan penuh kecurigaan, penolakan, dan diberi label dan stigma negatif. Stigmatisasi dan diskriminasi adalah satu paket yang harus diterima kelompok minoritas. Pelabelan dan identitas melekat di dalamnya proses penanaman karakter, sifat dan ciri-ciri dari kelompok yang diberi label. Akibatnya, kelompok yang mempunyai keyakinan yang berbeda dari keyakinan dan tata nilai yang diyakini banyak orang akan selalu distigmatisasi dengan segala atribut negatif. Sedangkan kelompok yang dianggap berperilaku aneh dan menyimpang dari nilai tatanan social akan dianggap “tidak normal”.
Apa pun yang dilakukan kaum minoritas akan selalu direspon negatif karena pelabelan atau stereotype tentang kaum minoritas yang telah tertanam dalam otak selama bertahun-tahun telah berubah menjadi cara pemahaman akan golongan "lain" atau "liyan" yang penuh prasangka yang membatu. Karena itu perjuangan minoritas untuk meraih sukses dan bisa diterima oleh masyarakat adalah perjuangan yang panjang dan melelahkan. Sebab sekali pun telah berhasil memberikan yang terbaik belum tentu apa yang dilakukan akan diapresiasi sepantasnya. Kalau pun berprestasi akan diterima dengan sebelah mata bahkan cenderung diabaikan, namun apabila yang dilakukan hal sebaliknya kegagalan dan ketidakberhasilan maka harus siap menerima segala caci maki, cemoohan dan umpatan yang paling menyakitkan. Menjadi minoritas ibaratnya harus selalu hidup dalam tekanan, selalu berada di zona tidak nyaman. Sebaliknya, menjadi mayoritas akan selalu berada dalam zona yang aman dan nyaman.
Seseorang terkadang tidak bisa memilih label atau identitas sesuai dengan keinginannya. Minoritas karena ras, suku dan agama adalah identitas yang terberi dan diturunkan orang tua. Bila seseorang karena takdir Tuhan masuk ke dalam label kelompok minoritas , haruskah ini menjadi akhir dunia ? Apakah menjadi kelompok yang terdiskriminasi berarti tertutup masa depannya, tertutup kesempatan untuk berprestasi?
Benarkah demikian ?
Apakah selama ini kelompok minoritas di Indonesia atau di belahan dunia mana pun tidak menunjukkan prestasinya?
Blessing in disguise. Selalu ada berkah dibalik bencana. Segala peristiwa pasti ada hikmahnya. Ada ungkapan “Kalau suatu pintu ditutup, Tuhan akan membukakan pintu yang lainnya”. Selalu hidup dalam zona bahaya dan ketidaknyamanan membuat orang yang terdiskriminasi mempunyai semangat juang sekeras baja. Pantang menyerah. Tidak heran sekalipun jumlahnya sedikit, kelompok minoritas justru menunjukkan keberhasilan dan prestasi yang mengagumkan.
Dipandang rendah identitas dirinya justru membuat orang selalu ingin menunjukkan eksistensinya dan semakin bangga dengan identitasnya. Hidup dalam tekanan dan selalu ditolak serta dicurigai menjadikan orang lari dan mencari pertolongan pada yang memberi hidup. Orang menjadi kontemplatif dan semakin religius. Semakin bisa menerima hidup apa adanya. Percaya Tuhan tidak akan membiarkan manusia berjuang sendirian. Tangan Tuhan bekerja tanpa bisa dipahami manusia. Gusti ora sare. Tuhan tidak tidur. Bukankah di hadapan Sang Pemberi Kehidupan , manusia itu bebas dari segala label dan identitas, yang membedakan hanyalah amal dan perbuatannya.
Jadi berani menunjukkan warna aslimu ? “Show your true colors”?
Siapa takut ! ! !
Gambar :eclecticemily.com
It's true! jadilah apa yang kamu inginkan, jangan berusaha menjadi yang mereka inginkan. Kamu adalah kamu, bukan orang lain atau plagiat. Tetap semangat dan slalu jaga apimu agar terus berkobar kawan! #kipdefayer! _lm/
BalasHapusBetul, berani menjadi diri sendiri. Tuhan mencintai semua makhluk ciptaanNya, tidak melihat warna kulit dan identitasnya. Kuning, putih dan hitam semua dicinta Tuhan.
HapusKarena identitas manusia membuat golongan yang dimana golongan itu membuat pembatas antar manusia
BalasHapusTulisan yang bagus, Mbak. True colour bisa dijabarkan menjadi identitas pribadi dan kelompok. Kalau di otak saya yang cetek ini ya cuman itu nasihat antarkekasih gitu hahaha. Apalagi dengerin True Colour versinya Justin Timberlake sama Anna Kendrick. Membaca blog ini semakin membuka persepsi saya tentang lagu itu. thanks.
BalasHapusSudah saatnya setiap orang menunjukan warna dirinya sendiri tanpa harus takut akan orang yang akan menilai warnanya
BalasHapusBest write best song.
BalasHapus