Semakin banyaknya kasus korupsi
yang menyeret para perempuan, menggelitik keingintahuan saya tentang apa dan bagaimana
perempuan dalam kekuasaan politik? Faktor
apa yang menyebabkan perempuan terseret dalam pusaran arus korupsi yang selama
ini pelakunya identik dengan kaum laki-laki ?
Perempuan
dan Politik : mewarnai atau terkooptasi?
Dulu, politik adalah wilayah
yang relatif steril dari perempuan. Politik adalah dunia dan permainan para
laki-laki. Kalau ada perempuan yang bisa
menduduki kursi kekuasaan politik – itu karena tradisi atau keturunan misalnya Ratu Elizabeth 1 dan 2 dari Inggris ,
Ratu Mesir Kuno – Cleopatra, Ratu Majapahit – Tribuana Tunggadewi, dan
lain-lain.
Bertahun-tahun secara tradisi, politik
diwariskan, diperebutkan dan dipertahankan di antara kaum laki-laki. Mengapa politik hanya diperuntukkan bagi laki-laki?
Apakah perempuan tidak pantas untuk terjun di dunia politik?
Perebutan dan perluasan kekuasaan dulu seringkali dilakukan dengan jalan peperangan. Hal ini menjadikan politik lebih pantas kalau dibebankan ke pundak para lelaki. Tugas perempuan adalah memenuhi kebutuhan domestik atau konsumsi. Berabad-abad pembagian peran ini dijalankan tanpa ada gugatan dari kaum perempuan.
Sekarang, sebagian besar negara
memilih jalan demokrasi dalam meraih kekuasaan. Kekuasaan tidak lagi
diperebutkan melalui peperangan tetapi melalui proses pemilihan politik secara
damai dimana faktor yang menentukan adalah popularitas dari si kandidat. Kalau
seperti ini, tidakkah alasan dunia politik adalah wilayah yang pantas bagi
laki-laki tidak berlaku lagi? Dalam tatanan demokrasi semua orang memiliki hak
yang sama untuk memilih dan dipilih. Nilai-nilai fraternity, egality dan equality
menjadi prinsip utama.
Namun, sistem demokrasi tidak
serta merta menjadi pintu pembuka bagi perempuan untuk masuk ke kancah politik.
Butuh perjuangan keras untuk bisa menerima agar perempuan diberi hak politik
paling dasar yakni ikut memberikan suara dalam pemilihan umum. Di Inggris, hak ini baru disahkan
dalam undang-undang pada tahun 1928. Di
Amerika Serikat hak ini baru diberikan kepada kaum perempuan pada sekitar tahun
1920. Saat ini, semakin banyak perempuan yang terjun dalam politik bahkan
menjadi pemimpin tertinggi suatu negara lewat proses demokrasi.
Pertanyaannya, apakah perempuan
yang terjun ke politik dapat melembutkan atau melunakkan wajah politik yang
keras dan kejam ataukah sebaliknya justru integrasi ke politik melahirkan
perempuan-perempuan yang maskulin? Dengan kata lain, apakah terintegrasikannya
perempuan ke dunia politik mampu mendorong terjadinya feminisasi politik
ataukah justru yang terjadi sebaliknya maskulinasi para perempuan yang terjun
ke politik akibat mereka terkooptasi
oleh dunia dan permainan politik ala laki-laki?
Saya kira politik tidak
mengenal jenis kelamin. Tapi politik yang identik dengan perebutan kekuasaan atau power struggle jelas tidak
merepresentasikan sifat-sifat yang feminin. Intrik-intrik permainan politik,
manipulasi dan kecenderungan memilih jalan kekerasan jelas lebih menggambarkan
maskulinitas. Karena itu, mereka yang terlibat langsung dalam power struggle
adalah orang-orang yang keras, ulet dan tangguh, bukan orang yang lembek. Siapa
pun mereka, entah laki atau perempuan.
Margaret Thatcher karena
menunjukkan kepemimpinan politik yang tangguh maka mendapat julukan Si Wanita
Besi. Aung San Suu Kyi meskipun penampilannya lembut, tapi ketegaran dan
sikapnya yang pantang menyerah dan konsisten memperjuangkan demokrasi di
Myanmar membuatnya pantas disebut sebagai wanita baja. Hillary Clinton, Condoleezza
Rice, Christina Fernandez Presiden Argentina , dan Sri Mulyani tentunya paling tidak juga memiliki
ketangguhan yang sama.
Ada banyak perempuan yang mampu
menduduki puncak kekuasaan politik suatu negara atau jabatan strategis lainnya.
Tapi dari sekian banyak perempuan itu, berapa yang benar-benar mampu merubah
wajah politik dan tercatat dalam sejarah sebagai perempuan yang menginspirasi
dunia?
Mengapa justru banyak perempuan
yang terjun ke politik malahan terseret arus dan ikut andil dalam proses
“pembusukan” kolektif yang disebut korupsi?
Perempuan
dan Korupsi : feminisasi atau maskulinisasi?
Bicara korupsi tidak bisa lepas
dari kekuasaan. Power tends to corrupt
but absolute power corrupt absolutely, kata Lord Acton. Kekuasaan adalah
salah satu godaan yang sulit ditaklukkan. Siapa pun yang diberi kekuasaan,
pasti tergoda untuk memanfaatkannya untuk keuntungan diri dan orang-orang
terdekatnya. Kuasa akan melahirkan godaan untuk menyalahgunakannya, apalagi
kalau itu kekuasaan yang mutlak- jelas akan diselewengkan.
Kalau semakin banyak perempuan yamg terjebak dalam korupsi, itu tidak berarti terjadi
feminisasi korupsi. Perempuan korupsi karena ia diberi kekuasaan atau menjadi
bagian dari jaringan penguasa. Bukan karena gendernya. Siapa pun yang terjun
dalam politik, kalau sistem politik itu tidak bersih, maka kemungkinan besar
dia akan terkontaminasi oleh sistem itu. Saya kira, hanya perempuan luar biasa
yang bisa imun dari godaan korupsi apabila ia menjadi bagian dari lembaga
politik di Indonesia.
Selain kuasa, akar korupsi
adalah keserakahan. Jika seseorang pejabat eksekutif atau anggota legislatif
tergoda korupsi, penyebabnya tentu bukan karena gaji yang kurang tapi karena
keserakahan. Korupsi kerah putih atau state
corruption jelas karena didorong oleh faktor keserakahan, tidak mesti
serakah materi tapi bisa juga serakah kuasa atau haus kekuasaan.
Kalau bicara soal keserakahan,
ini sifat manusiawi. Tidak ada hubungannya dengan laki dan perempuan. Perempuan
yang menjadi pejabat atau politisi, kemudian korupsi bukan berarti mereka
ketularan oleh sifat para laki-laki, tapi karena sebagai manusia, perempuan
pada dasarnya mempunyai sifat dasar yang sama dengan laki-laki – naluri untuk
tergoda kekuasaan dan meraih kekayaan sebanyak-banyaknya. Feminitas perempuan,
naluri sebagai ibu yang suka memelihara atau melindungi tidak jaminan akan bisa
mengalahkan naluri dasar manusia lainnya : keserakahan. Jadi dalam hal korupsi,
tidak ada feminisasi atau maskulinisasi. Laki perempuan sama saja.
Gambar :
makesthree.org dan ygoy.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar