Ajang kompetisi kecantikan
sejagad Miss World 2013 yang berlangsung
di Indonesia tengah menjadi isu panas.
Sebelumnya saya tidak begitu
tertarik dengan kontes kecantikan ini, karena paling-paling tidak jauh berbeda
dengan Miss Universe atau ajang
miss-miss lainnya termasuk produk dalam negeri seperti Miss Indonesia,
Putra-Putri , Abang-None, Cak-Ning, dll...dll. Intinya, kecantikan dan ketampanan dilombakan dengan
dibumbui dengan kecerdasan dan kepribadian atau istilah kerennya “inner beauty”. Dibungkus dengan alasan
apapun kontes-kontes semacam ini tetaplah, substansinya, lomba kecantikan fisik dan wajah bukan lomba
kecerdasan atau intelektualitas. Syarat utama tentu saja tubuh (body) yang proporsional dan wajah yang
sedap dilihat, baru kemudian inner beauty.
Saya mulai tertarik mengikuti
perkembangan Miss World 2013 saat kontes
kecantikan ini menyulut perdebatan sengit antara mereka yang pro dan kontra
terhadap penyelenggaraan kontes ini di Indonesia. Perang wacana tidak hanya di media massa tapi
juga merebak ke demo-demo penolakan di beberapa kota di Indonesia.
Ada beberapa point penolakan tapi intinya Miss World
ditolak karena ada sesi perempuan pamer kemolekan tubuh dengan pakai
bikini. Tidak disangkal lagi Miss World dan kembarannya Miss Universe ( dan juga American Idol dan X Factor ) adalah produk
industri entertainment Barat. Miss World dan Miss Universe menjadi bukti pintarnya pelaku bisnis memanfaatkan kecantikan dan keindahan fisik perempuan
sebagai pertunjukan yang dapat mendatangkan keuntungan (profit). Di kedua kontes ini perempuan diadu bukan hanya kecantikan
parasnya tapi juga proporsi tubuhnya. Darimana bisa tahu tubuh kontestan itu
proporsional? Ya dilihat lekuk liku
tubuhnya. Bagaimana caranya? Ya disuruh pakai baju renang model two pieces alias bikini.
Lenggak lenggok pamer tubuh
dengan pakai bikini ... membuat kontes Miss World sangat Barat banget. Menurut pandangan feminis dan gender, Miss World dituduh terlalu mengeksploitasi tubuh perempuan.
Tubuh perempuan dilombakan, dipamerkan, dan dipertontonkan sebagai hiburan atau
pertunjukkan yang dipelototi mata jutaan pemirsa TV di berbagai belahan dunia. Dari pespektif nilai agama dan budaya, pamer
tubuh ke publik bertentangan dengan ajaran
agama dan budaya Indonesia yang menganggap tubuh perempuan sebagai
wilayah privat yang saru (memalukan)
kalau diekspos ke publik. Tidak heran pabila tiap kali Indonesia mengirim wakilnya untuk mengikuti kontes kecantikan
dunia selalu saja mengundang polemik panas seputar harkat tubuh perempuan. Siapa
pun perempuan yang berangkat mewakili Indonesia di kontes kecantikan dunia
harus siap di-bully secara verbal
oleh massa yang kontra dengan kontes ini.
Pertanyaannya, kenapa kontes
kecantikan yang kontroversial ini akhirnya bisa diselenggarakan di Indonesia? Tentunya
panitia Miss World telah
mempersiapkan acara ini dengan matang, termasuk perijinannya. Tak mungkin
kontes bertaraf internasional diadakan tanpa mengantongi ijin pemerintah. Dan
tentu saja semua proses perijinan ini butuh persiapan waktu yang lama.
Pertanyaannya lagi, kalau sudah
tahu akan banyak penolakan terhadap kontes pamer tubuh perempuan kok akhirnya
pemerintah memberikan ijin? Pemerintah jelas tidak akan membiarkan setiap
pertunjukkan atau hiburan yang mengundang keramaian dan pengumpulan massa di
suatu tempat, apabila tahu acara itu dapat mengundang kerusuhan. Dengan kata
lain, pemerintah tidak akan mengeluarkan ijin kalau dirasa pemerintah tidak
mampu memberikan jaminan terhadap keamanan
acara
tersebut.
Kemudian, mengapa akhirnya
pemerintah merubah ijin yang telah dikeluarkannya justru pada saat acara itu
sudah dipersiapkan dan tidak mungkin dibatalkan lagi ?
Kasus Miss World sama dengan kasus Lady Gaga yang gagal konser tahun
lalu. Jika konser Lady Gaga berhasil dibatalkan, maka kalau kasus yang sama
terjadi pada Miss World tak terbayangkan bagaimana opini publik internasional
terhadap integritas pemerintah Indonesia. Mengingat kontes ini diikuti oleh
wakil dari 130-an negara dan acaranya disiarkan ke ratusan negara. Mestinya
kalau menolak dengan alasan bertentangan dengan budaya Indonesia, penolakan itu
sudah dengan tegas disampaikan pemerintah jauh sebelumnya. Bukan setelah ijin terlanjur
dikeluarkan... kemudian menghadapi
tekanan sekelompok massa... terus berubah pendirian. Saya yakin pemerintah jelas tahu ada kelompok yang akan terlukai keyakinannya oleh terselenggaranya kontes kecantikan semacam ini.
Terlepas dari sisi negatifnya, harus diakui Miss World
sebagai event internasional yang dikenal dan ditonton oleh banyak Negara menawarkan beberapa sisi positif, utamanya untuk
mengenalkan daya tarik wisata dan budaya Indonesia ke dunia. Miss World adalah
pintu masuk yang mengintegrasikan Indonesia ke dalam gaya hidup dan budaya
global dan sekaligus menjadi bagian dari industri hiburan internasional. Mengijinkan
Indonesia sebagai lokasi Miss World bisa menjadi promosi pariwisata
gratis ke pasar global. Adakah
motif ini yang membuat pemerintah mengijinkan Indonesia sebagai Negara
penyelenggara kontes Miss World? Entahlah ….tauk…gelap…
Yang membuat saya heran kalau sudah setuju, ijin
sudah diberikan, mengapa pada akhirnya
pemerintah berubah pendirian pada saat
sudah terlanjur sulit untuk mundur? Dan kalau penolakan Miss World karena ada bikininya,
mengapa acara ini tetap ditolak meskipun sesi ini telah ditiadakan? Anehnya
lagi, mengapa pemerintah terkesan tunduk patuh pada tekanan sekelompok massa?
Lagi dan lagi, Pemerintah
Indonesia plin plan. Pemerintah yang berintegritas yakin bahwa setiap kebijakan
dan keputusan yang diambil telah didasarkan pada pertimbangan yang matang
berlandaskan pada kepentingan publik, bangsa dan negara. Kebijakan publik bukan kebijakan yang bisa
diubah-ubah semaunya seturut selera dan kepentingan penguasa apalagi karena takut pada tekanan kepentingan sekelompok massa.
Semoga saja pertimbangan pemerintah untuk tetap menyelenggarakan Miss World tapi dengan memindahkan
lokasinya ke
Bali, dilandaskan pada pertimbangan keamanan dan
kebaikan bersama bangsa Indonesia. Bukan karena takut pada ancaman ormas ,
tidak juga karena faktor siapa dibalik
panitia penyelenggara Miss World yang kebetulan telah memproklamirkan sebagai
calon Wakil Presiden dari partai tertentu.
Kepentingan politik tak dapat
dipungkiri telah merambah ke dunia hiburan. Raja TV yang ikut kontes Pemilu
2014 telah nyata-nyata menjadikan acara andalan TV-nya, seperti X Factor dan
kini Miss World, sebagai media untuk mejeng dan kampanye politik. Jangan-jangan malahan ada motif kepentingan politik dibalik
kontes Miss World 2013 ? Pokoknya jangan sampai Miss World 2013 di Indonesia
dijadikan ajang untuk mendongkrak popularitas pemegang lisensi acara tersebut. Kalau
benar ada kepentingan politik dibalik kontroversi Miss World 2013, sungguh
kasihan bangsa Indonesia ...dipermainkan emosi dan energinya untuk memikirkan
hal-hal yang sebenarnya tidak perlu diributkan. Miss World 2013 yang telah dimodifikasi untuk
disesuaikan dengan kultur Indonesia sesungguhnya merupakan kesempatan emas
untuk mempertontonkan kekayaan dan keindahan alam dan budaya Indonesia ke dunia
internasional , tapi sayang momen ini menjadi mubasir karena direcoki motivasi
politik baik dari panitia penyelenggara maupun rezim penguasa. Huh cuapek
deh !!
Gambar : twitter.com dan Sonny Tumbelaka- Kompas.com