Waste no more time
arguing what a good man should be. Be one. — Marcus Aurelius
Pemilihan Presiden Indonesia
masih tahun 2014. Tapi rasa-rasanya saat ini seperti sudah berada dalam masa
kampanye. Satu persatu muncul figur-figur publik yang mengkampanyekan dirinya
sebagai calon Presiden Indonesia. Ada yang terang-terangan mencalonkan diri
seperti penyanyi dangdut Rhoma Irama,
pengacara Farhat Abas, dan Ketua Umum Golkar Aburizal Bakri. Ada pula yang
menunjukkan sinyal atau diprediksi hendak mencalonkan diri seperti Prabowo
Subianto, Surya Paloh, Yusuf Kalla, Mahfud MD, atau Dahlan Iskan.
Bahkan baru saja partai Hanura secara
resmi mencalonkan Wiranto dan Hary Tanoesudibyo sebagai Calon Presiden dan
Wakil Presiden.
Paska lengsernya Presiden
Soeharto, figur calon presiden Indonesia orangnya itu lagi itu lagi. Sekali
muncul figur baru ternyata....eh Jokowi, orang dari daerah saya sendiri...dan
lagi-lagi orang Jawa. Dengan tidak bermaksud merendahkan kapasitas dan
kapabilitas Jokowi sebagai calon presiden, saya jadi bertanya-tanya mengapa dari sekitar
240-an juta
lebih penduduk Indonesia hanya memunculkan satu figur alternatif.
Ada apa ini?
Kenapa sampai terjadi justru
para artis dan selebritis yang
meramaikan bursa calon pemimpin negara dan daerah? Apakah keberanian Rhoma
Irama atau Farhat Abbas memproklamirkan diri sebagai calon presiden hanyalah
guyonan semata ataukah ini sinyal terjadinya
kelangkaan atau krisis pemimpin ideal bangsa?
Kenapa Jokowi unggul di
berbagai versi polling calon presiden? Apakah Jokowi itu sudah menggambarkan
pemimpin negara yang ideal ? Presiden Indonesia yang ideal itu yang seperti
apa?
Untuk menjawab rentetan
pertanyaan ini saya mencoba flashback untuk menengok figur-figur
presiden yang pernah kita miliki.
Presiden pertama RI , Ir.
Soekarno. Siapa yang meragukan karisma presiden kita yang terkenal ganteng dan
flamboyan ini. Dari sisi fisik, Soekarno benar-benar memenuhi kriteria pemimpin
menurut teori great man yang
berpendapat seorang pemimpin itu sudah diprogram dari sononya. Pemimpin itu
bakat yang dibawa sejak lahir. Seorang pemimpin secara fisik menunjukkan sosok
yang menonjol : tinggi, besar, dan berparas tampan. Secara intelektual cerdas dan pandai
berorasi sehingga pintar mempengaruhi banyak orang. Soekarno adalah presiden paling cuuakep dan macho. Lihat saja foto-fotonya saat masih muda, kelihatan sekali
aura pesona maskulinitasnya. Presiden pertama kita ini juga sangat
cerdas...nggak percaya? Coba baca tulisan-tulisannya di buku “ Di Bawah Bendera Revolusi”. Di buku ini Soekarno menuangkan pemikiran
dan ide-ide cerdas dan bernas yang ditulis dalam
beberapa bahasa asing. Lagi, yang
tidak bisa dilepaskan dari Soekarno adalah kehebatannya dalam berpidato. Suara
bariton Soekarno dan gaya orasinya yang
menggelegar penuh semangat sungguh cocok sekali untuk memompa semangat
nasionalisme yang memang dibutuhkan saat awal Indonesia merdeka. Soekarno
dengan segala kelebihannya akan selalu dikenang sebagai figur ideal presiden
Indonesia. Soekarno adalah sosok
presiden yang membanggakan untuk dipamerkan di lingkup internasional. Namun,
ada harapan rakyat Indonesia yang belum mampu dipenuhi Soekarno....membawa
Indonesia menjadi negara maju , makmur , aman, damai, adil dan sejahtera.
Berikutnya Soeharto. Kenangan
apa yang tertanam di benak kita tentang presiden kedua Indonesia ini? Soeharto akan selalu dikenang karena wibawa dan ketegasannya. Di era Soeharto, kondisi ekonomi politik
Indonesia benar-benar stabil. Stabilitas terbangun karena Soeharto tidak
mentoleril setiap
kritik , gerakan, bahkan sekedar wacana yang dianggap mengganggu kebijakan dan kelangsungan
pemerintahannya. Soeharto berhasil membangun kondisi ekonomi politik
yang tenang-tenang saja, tapi ternyata stabilitas ini semu. Secara politik ,
publik merasa terkekang. Soeharto belum bisa memuaskan dahaga kita akan
Indonesia yang adil, demokratis, terbuka,
manusiawi, dan bebas dari rasa takut.
Di era setelah Soeharto atau
Era Reformasi, kita mempunyai beberapa Presiden yang terpilih karena kecelakaan
politik yaitu Habibie, Gus Dur dan Megawati. Habibie merupakan pemimpin yang cerdas dan berpandangan modern. Gus Dur
pemimpin yang berwawasan terbuka, pluralis dan humoris. Megawati satu-satunya
presiden perempuan, dikenal berprinsip kuat dan tidak plin-plan.
Bagaimana dengan Presiden kita
saat ini ? Susilo Bambang Yudoyono (SBY)
dikenal cerdas, pintar pidato, penguasaan konseptual dan bahasa Inggrisnya bagus, banyak mendapatkan penghargaan
nasional maupun internasional, dan sosok fisiknya gagah tinggi besar. SBY merupakan
gambaran pemimpin yang ideal dan pantas untuk dipamerkan di forum internasional. Berbeda dengan era Soeharto, di pemerintahan SBY keran kebebasan berpendapat dan mengemukakan pikiran
dibuka lebar, bahkan orang bisa semaunya mengkritik presiden tanpa takut akan diciduk
aparat keamanan negara. Namun, masyarakat nampaknya masih kurang puas memiliki sosok Presiden seperti ini.
SBY dianggap
sangat
hati-hati dalam mengambil keputusan, saking hati-hatinya sehingga dianggap lamban
dan kurang tegas. SBY juga sangat menjaga sekali penampilannya di depan publik
atau jaim
( jaga image), saking jaim-nya masyarakat menuduh presiden kita ini suka
“pencitraan”.
========================================
Masa pemerintahan Presiden SBY sebentar lagi berakhir
dan kembali kita akan menyaksikan ajang Presiden Idol di Pemilu 2014. Siapa ya kira-kira calon presiden yang menarik untuk dipilih ? Sudah banyak calon kontestan yang secara terbuka
berani mencalonkan diri. Tapi bagi
saya pribadi , sepertinya belum ada calon yang cocok di hati. Kenapa kok calonnya itu itu melulu?
Indonesia sudah merdeka hampir 68 tahun. Saat ini , saya ingin punya
presiden yang mampu membawa Indonesia menjadi negara demokratis, maju dan
sejahtera seperti negara-negara tetangga terdekat Singapura, Malaysia, atau Korea Selatan. Impian ini tidak bisa diwujudkan oleh presiden
dengan integritas dan kapabilitas mediocre.
Saya butuh “Presiden Baru” yang
benar-benar “Baru” bukan hasil daur ulang. Bukan muka lama, bukan model atau gaya lama .
Menjelang pemilu tahun depan, gencar kampanye untuk
mengajak kita setback ke masa lalu, mengajak
kita membandingkan kondisi saat ini
dengan era Soeharto. Di mobil
dan truk banyak ditempel stiker gambar
Soeharto dengan tulisan: “Piye kabare? Enak jamanku to?” atau ini “Gimana
kabarmu, nak? Masih enak zamanku, tho? Kami tidak tahu politik, kami hanya
ingin hidup makmur”.
Mengapa kepemimpinan Soeharto yang menyumbat akses
masyarakat untuk mengkontrol kekuasaan Negara menjadi nostalgia indah
yang dirindukan justru saat kini semua
orang diberi keleluasaan untuk mengkritisi pemerintah? Sebagai rakyat, saya ingin kebutuhan perut (ekonomi)
terpenuhi. Tapi itu saja tidak cukup, saya juga menginginkan situasi politik
yang demokratis dan terbuka dimana saya tahu apa yang dilakukan pemerintah
dengan uang Negara dan bisa menuntut pemerintah untuk mempertanggungjawabkan
kekuasaannya. Manusia tidak hidup dari “roti” saja, mereka butuh sosialisasi
dan aktualisasi diri. Di abad
digital dan internet saat ini, saya tidak menginginkan Presiden dengan gaya kepemimpinan
sentralistis dan tertutup ala Soeharto.
Saya ingin Presiden Baru nanti sosok yang berintegritas tinggi, visioner dan sangat mencintai negara dan bangsa Indonesia.
Saya coba menemukan kriteria ini pada tokoh masyarakat,
aktivis, akademisi, pejabat publik,
politisi atau pengusaha yang sering mejeng di layar TV. Mungkin ada yang
memenuhi kriteria presiden idola versi saya ini. Tapi saya harus kecewa. Kebanyakan
pejabat publik, politisi, aktivis, akademisi dan tokoh masyarakat lainnya ternyata
banyak yang pintar ngomong dan berargumentasi semau sendiri dan menurut perspektif kepentingannya
sendiri-sendiri. Para penentu masa depan bangsa ini malahan
membuat ruang publik politik jadi gaduh, berisik tanpa makna dan arah
yang jelas.
Media elektronik visual –
televisi - menjadi panggung terbuka yang
mempertontonkan akrobat politik para tokoh dan pejabat publik.
Banyak akademisi, aktivis, politisi, pejabat , bahkan tokoh agama yang hanya pintar orasi,
debat, dan kotbah tanpa disertai tindakan yang selaras dengan yang diucapkan
alias ngomong doang. Melalui layar TV
kita bisa melihat bagaimana mereka berdebat sampai berbusa-busa tanpa arah.
Opini dan pandangan mereka cenderung emosional, sektarian-partisan dan bahkan
yang menyedihkan dalam berdebat tidak berpijak
pada etika debat ilmiah yang semestinya, sehingga forum diskusi berubah jadi
debat kusir, eyel-eyelan, ad-hominem
atau saling menyindir dan
menjelek-jelekkan pribadi lawan debat. Bahkan ada yang saking emosinya sampai
adu fisik atau menyiram muka lawan debat dengan air. Benar-benar bikin mual.
Melihat figur-figur publik yang
seperti ini, jangan
disalahkan kalau masyarakat menjatuhkan pilihannya pada Jokowi yang
berpenampilan paradoksal dengan gambaran atau citra pejabat pemerintah selama
ini. Jokowi bilang pejabat itu jangan hanya banyak ngomong yang penting kerja. Jokowi tidak pandai pidato
jadi tidak banyak ngomong yang canggih-canggih. Bahasa yang digunakan Jokowi
dalam berkomunikasi juga bahasa yang sederhana dan mampu dipahami masyarakat
kebanyakan, tidak sok intelek atau sok pintar bahkan cenderung ndeso. Penampilan wajah dan fisiknya
mewakili kebanyakan sosok rakyat awam,
bukan sosok yang gagah dan berwibawa seperti Soekarno dan SBY, bukan sosok yang tegas
dan militeristik seperti Soeharto, bukan sosok intelektual seperti Habibie dan
juga bukan sosok yang suka kotbah dan menghamburkan ujaran-ujaran yang penuh
muatan ayat-ayat kitab suci.
Sebagai rakyat, saya sudah kenyang melihat figur-figur tokoh yang
tampilannya selalu menjaga wibawa, intelektual, sok religius tapi semangat
korupsinya luar biasa. Saya sudah kenyang dibohongi dengan banyak
janji-janji pemimpin semacam itu. Ibaratnya ke restoran, sekarang saya pengin menu lain yang enggak bikin eneg.
Ibaratnya kekasih, saya sudah
enggak mau kekasih yang cakep tapi suka bohong dan bikin sakit hati, sekarang
pengin dapat pacar yang tidak perlu tampan yang penting setia dan bisa membuat
bahagia. Saya butuh pemimpin yang sederhana, apa adanya,
dekat dengan rakyat, tidak menjaga jarak dan sok jaim, tidak suka pencitraan, pokoknya
yang penting sayang dengan rakyat dan mau memikirkan bagaimana membahagiakan
rakyat Indonesia dan punya komitmen mempertahankan keutuhan Indonesia.
Setelah memiliki enam orang
presiden, baru sadar ternyata presiden ideal yang diinginkan Indonesia itu yang penting punya integritas, setia dan bisa memegang
janjinya untuk mensejahterakan rakyat Indonesia dan menjaga keutuhan NKRI. Untuk
saat ini, ada enggak ya pemimpin yang seperti ini selain Jokowi? Mosok cuma satu Jokowi. Kalau
Indonesia tidak sedang mengalami krisis kepemimpinan tentunya ada banyak sosok
pemimpin yang berkarakter, cinta pada
bangsa dan negaranya dan tentu saja tidak ditakuti tapi justru dekat
di hati rakyat.
=============
Bagi siapa pun bakal Presiden Baru Indonesia , jika ingin tahu apa harapan rakyat Indonesia silahkan dengar apa kata Iwan Fals dalam lagunya "Manusia Setengah Dewa"
=============
Bagi siapa pun bakal Presiden Baru Indonesia , jika ingin tahu apa harapan rakyat Indonesia silahkan dengar apa kata Iwan Fals dalam lagunya "Manusia Setengah Dewa"
Gambar :
kaskus.co.id dan rishikajain.com